Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

TANTOWI YAHYA : ISRAEL DAN PALESTINA HARAPKAN PERAN INDONESIA

Admin - Sabtu, 15 Juni 2013 - 10:06 WIB

Sabtu, 15 Juni 2013 - 10:06 WIB

804 Views ㅤ

Wawancara eksklusif wartawan Kantor Berita Islam MINA (Mi’raj News Agency) dengan Tantowi Yahya

Jakarta, 6 Sya’ban 1434/15 Juni 2013 (MINA) – Politisi dan anggota DPR Tantowi Yahya secara diam-diam bertemu dengan anggota Parlemen Israel Knesset di Tel Aviv, Israel. Kabar itu terbongkar setelah media setempat, Israelhayom.com  memberitakan pertemuan tersebut dilengkapi foto bersama para delegasi, termasuk Tantowi.

Harian setempat memberitakan, ini mungkin pertama kalinya delegasi negara Asia Tenggara mengunjungi Israel dan bertemu dengan anggota parlemen Israel. Delegasi berkunjung ke Israel atas undangan organisasi pro-Zionis Yahudi Australia yang menyediakan akses perjalanan ke kawasan tersebut.

Kunjungan tersebut menuai banyak kecaman dan tanggapan masyarakat Indonesia yang menyebutkan, secara langsung atau tidak langsung kunjungan tersebut berarti pengakuan kepada negara Israel. Padahal Israel adalah penjajah di atas tanah Palestina. Dan kunjungan itu dianggap melukai persahabatan Indonesia-Palestina, sebab Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel.

Baca Juga: Pakar Timteng: Mayoritas Rakyat Suriah Menginginkan Perubahan

Untuk mendapat keterangan langsung dan mengungkap lebih jauh apa dan bagaimana isi kunjungan tersebut, berikut Widi Kusnadi dan Abdullah Rosyid, wartawan Kantor Berita Islam MINA (Mi’raj News Agency) berkesempatan mewawancarai secara khusus Tantowi Yahya di Jakarta, Jumat (14/6).

Wawancara dilengkapi komentar Tantowi pada Editorial MINA pada Siaran Radio Silaturahim (Rasil) Jumat malamnya, yang dipandu  Redaktur MINA Ali Farkhan Tsani dan Penyiar Rasil Angga Aminuddin.

Ia banyak mengungkapkan hal yang belum diangkat media, di antaranya tentang perlunya terus dilakukan mediasi dan komunikasi menuju terwujudnya perundingan perdamaian Palestina-Israel. Di sini Indonesia mempunyai posisi penting. Tantowi juga menyebutkan, berdasarkan wawancara dirinya dengan para pejabat di sana, sebenarnya Israel sudah penat dikucilkan dan dimusuhi dunia. Teman mereka sekarang juga cuma satu, Amerika Serikat.

Ia juga mengkritisi media yang memojokkan dirinya tanpa klarifikasi. Ia hanya bekeinginan melakukan komunikasi untuk mengetahui apa yang sesungguhnya terjadi. Komunikasi menurutnya sebuah keniscayaan.Tapi jangan diartikan bentuk pengakuan eksistensi mereka sebagai suatu negara. Berkomunikasi mencari informasi, juga jangan diartikan membangun hubungan diplomatik.

Baca Juga: Festival Harmoni Istiqlal, Menag: Masjid Bisa Jadi Tempat Perkawinan Budaya dan Agama

Selengkapnya, berikut petikan wawancaranya :

MINA : Anda diundang oleh Asosiasi Australian-Israel Community untuk berkunjung ke Israel, apa alasan Anda untuk memenuhi undangan itu?

TANTOWI : Ya, saya memang diundang, karena asosiasi ini memiliki akses untuk bisa sampai ke sana serta dapat mempertemukan dengan para pejabat dan rakyatnya secara langsung. Saya hanya merasa perlu melihat kondisi riil yang terjadi di Palestina sendiri maupun di Israel. Selama ini saya hanya membaca berita dan mendengar dari orang lain soal Israel.

Sebagai umat Islam dan warga negara Indonesia, yang ingin berjuang untuk hal ini, saya merasa perlu untuk melihat dan mendengar langsung dari para pejabat Israel, sampai suara rakyatnya yang ada di pinggir jalan, supaya kita tidak salah langkah dalam membuat kebijakan. Oleh sebab itu, saya menerima undangan itu.

Baca Juga: Industri Farmasi Didorong Daftar Sertifikasi Halal

Saya memang punya angan-angan pribadi, agar Indonesia dapat berperan aktif dalam proses perundingan perdamaian itu. Indonesai harus memerankan posisi untuk ambil bagian dalam proses itu.

MINA : Harian setempat memberitakan, Anda dan rombongan mungkin pertama kalinya merupakan delegasi negara Asia Tenggara mengunjungi Israel dan bertemu dengan anggota parlemen Israel?

TANTOWI : Ini alasan lain saya berkunjung ke sana dan ini bukan kunjungan pertama orang Indonesia ke Tel Aviv. Sebelumnya sudah ada rombongan Indonesia ke sana.

Hal lain, karena saya dijadwalkan akan dipertemukan dengan Ketua Parlemen, media, dan akademisi setempat. Saya berkunjung dalam kapasitas sebagai pribadi bukan atas nama DPR. Walaupun sebagai pribadi, saya sudah menyampaikan izin ke fraksi di DPR.

Baca Juga: Cuaca Jakarta Cenderung Mendung, Sebagian Hujan Ringan Sore Hari

Kita juga jangan mudah percaya begitu saja dengan pemberitaan media Israel. Saya katakan kepada media di sana bahwa ini kunjungan atas nama undangan pribadi. Tetapi diberitakan atas nama delegasi. Saya katakan juga ini bukan yang pertama orang Indonesia ke sana, media setempat menyebutnya pertama kalinya.

Media juga menyebutkan rombongan telah melakukan kunjungan rahasia. Saya sudah melaporkan rencana kunjungan ini ke ketua fraksi di DPR. Tapi media menyebutkannya secara diam-diam.

MINA : Anda juga mengkritisi media?

TANTOWI : Ya, saya hanya ingin sampaikan kepada media-media agar juga melakukan klarifikasi. Dalam hal ini, saya dituding melakukan pengkhianatan kepada rakyat Indonesia atas kunjungan saya ke Israel, tapi mereka belum melakukan klarifikasi tentang apa sebenarnya yang saya lakukan di sana. Berita yang tersebar di media sudah terdistorsi dengan opini. Media hanya mencari pembenaran untuk menyalahkan saya.

Baca Juga: Menag Akan Buka Fakultas Kedokteran di Universitas PTIQ

Maka saya terima Anda, dari Kantor Berita Islam MINA. Tidak ada lho media yang saya terima selain Anda, untuk berbicara khusus mengenai hal ini. Ini bukan pembelaan diri, klarifikasi saja.

MINA : Apa saja kegiatan Anda di sana?

TANTOWI : Dalam kunjungan tersebut, saya bersama peserta lainnya mengikuti seminar tentang isu-isu terkini proses perdamaian konflik Palestina-Israel, dan isu-isu terkini Arab Spring, pergulatan Timur Tengah. Hadir tokoh-tokoh penting dari pihak Israel dan pihak Palestina. Namun dalam seminar tersebut, isinya memang sangat propagandis.

Saya memang ingin mendengar langsung komentar mereka tentang konsep perdamaian Palestina-Israel. Saya mendapati banyak sekali kebohongan dan kesalahan persepsi masyarakat Israel terhadap Palestina. Saya juga tidak hanya mendengar, saya mengkritisi apa yang mereka katakan. Saya mengungkapkan keberatan dan protes. Mereka memang banyak bohong.

Baca Juga: Presiden Prabowo Bertekad Perangi Kebocoran Anggaran

Israel memang selalu melanggar komitmen-komitmen dan persetujuan-persetujuan. Sehingga atas pelanggaran-pelanggarannya itu mendapat kecaman dunia. Namun, Israel tidak pernah peduli.

Saya juga dipertemukan dengan beberapa tokoh, di antaranya dengan Gubernur Bethelhem. Selain itu, secara khusus saya juga mengunjungi Masjid Al-Aqsha dan saya  shalat Jumat di sana. Saya melihat tembok ratapan Yahudi, saya juga berkunjung ke gereja utama kristiani. Memang itu semua tempat-tempat ziarah terbuka.

MINA : Bagaimana perasaan Anda setelah mendengar dan melihat semua itu?

TANTOWI : Ya, jelas sekali banyak pendzaliman, ketidakadilan dan kesewenang-wenangan Israel terhadap saudara-saudara kita di Palestina.

Baca Juga: Pemerintah Siapkan Langkah Antisipasi Ancaman Bencana Hidrometeorologi Basah

Namun, justru setelah saya melihat dan mendengar penjelasan-penjelasan berbagai narasumber. Tampaknya mereka orang-orang Israel saya amati sebenarnya sudah sangat penat. Mereka dikucilkan masyarakat dunia. Teman mereka cuma satu, Amerika. Mereka banyak musuh.

Ada semacam nuansa keinginan mereka agar negara besar dan berpengaruh seperti Indonesia, jangan hanya sebagai observer atau peninjau pasif. Tapi terjun langsung sebagai bagian dari perundingan itu sendiri.

Sepertinya hanya Indonesia yang bisa diterima kedua belah pihak yang bertikai. Bukan negara-negara Arab atau lainnya. Sebab, Indonesia tidak ada kepentingan secara langsung, tanah Indonesia tidak berbatasan langsung, tidak ada kepentingan dagang di sana. Jika Amerika Serikat sebagai juri perundingan, makin teraniaya saja warga Palestina. Karena Amerika jelas punya kepentingan di sana. Di sinilah peluang yang dapat dimanfaatkan oleh Indonesia sebagai negeri mayoritas berpenduduk muslim, untuk berperan aktif dalam proses perundingan perdamaian.

MINA : Menurut Anda komunikasi tersebut penting. Namun umumnya masyarakat muslim Indonesia belum dapat menerima langkah kunjungan seperti itu. Anda sudah memprediksi kemungkinan bakal adanya reaksi yang akan memojokkan Anda?

Baca Juga: Prof Yon Mahmudi: Israel Dapat Keuntungan dari Krisis Suriah Saat Ini

TANTOWI : Saya melakukan kunjungan ini secara sadar, termasuk risiko reaksi yang akan saya hadapi. Tapi langkah ini harus saya ambil. Saya ingin mencoba mencegah kebuntuan komunikasi selama ini. Bagi saya, memang harus ada peran nyata. Protes-protes, maki-maki, belum cukup untuk memberikan solusi.

Menurut saya, selama ini proses perundingan perdamaian tidak berujung. Ini diperlukan mediasi, dalam hal Indonesia punya peluang. Sepanjang ini hanya didominasi satu negara saja yaitu Amerika. Sedangkan Amerika sangat berkepentingan dan pro-Israel.

Indonesia dapat memberikan daya tekan terhadap Amerika untuk berlaku adil. Kawasan Timur Tengah sebagai daerah bebas nuklir misalnya. Amerika bisa ditekan tidak boleh mengizinkan Israel menggunakan nuklir. Sementara Israel sendiri menekan Iran soal uranium nuklir.

Jadi, soal komunikasi itu, dalam dunia diplomasi adalah suatu keharusan, untuk mengetahui apa sesungguhnya yang sedang terjadi. Komunikasi ini suatu keniscayaan. Tapi jangan diartikan dengan adanya komunikasi ini adalah bentuk pengakuan eksistensi mereka sebagai suatu negara. Membangun komunikasi juga jangan diartikan membangun hubungan diplomatik. Bahkan di dalam medan perang pun ada komunikasi. Komunikas idi sini dalam prespektif perdamaian. Kita tetap sesuai konstitusi, bahwa Israel mencaplok negara lain.

Baca Juga: Muhammadiyah Bikin AC yang Bisa Ingatkan Waktu Shalat

Kalau bicara soal tanah Palestina, justru ini yang mau saya katakan, yang kita inginkan itu adalah tanah milik Palestina. Di sana ada Masjid Al-Aqsha tempat ziarah yang mulia, kiblat pertama umat Islam, tempat isra dan mi’raj Nabi. Al-Aqsha, Palestina adalah milik kita umat Islam. Pokoknya, kalau bicara Palestina, saya sampai matipun tetap bela Palestina.

MINA : Anda sebutkan banyak orang Indonesia ke sana?

TANTOWI : Dalam perspektif perdagangan sebenarnya banyak sekali pengusaha Indonesia yang pernah berkunjung ke sana dalam kerangka bisnis industri, teknologi informasi, dan lainnya. Mereka banyak berhubungan dengan Israel.

Para peziarah Indonesia yang datang ke sana, baik muslim maupun non muslim, ada sekitar 15-16 ribu orang berkunjung ke sana tiap tahun. (setiap pengunjung menggunakan visa Israel-Red).

Baca Juga: Ukhuwah Al-Fatah Rescue Ikuti Latihan Gabungan Penanganan Banjir

Nah, kalau ada apa-apa dengan warga kita saat ke sana, kita tidak dapat berbuat tanpa adanya komunikasi, atau kalau tidak, ya terpaksa menggunakan orang atau negara lain.

MINA : Ketika Anda berkeliling di sana, apa yang Anda saksikan misalnya tentang perluasan pembangunan perumahan illegal Yahudi di atas tanah Palestina?

TANTOWI : Setiap kali Israel membangun pemukiman, itu berarti pencaplokan. Dalam soal pembangunan ini, Israel tidak mengindahkan semua perundingan yang ada. Israel berdalih mengapa mencaplok, alasannya jika tidak dibangun perumahan, akan menjadi sarang teroris.

Namun kenyataannya, yang saya saksikan, ternyata bukan perumahan tetapi kawasan elit real estate, perumahan-perumahan mewah yang dijual kepada warga Israel pendatang, juga dijual kepada mereka yang mau investasi. Mereka jual ke developer, lalu dijual ke orang-orang Amerika. Orang-orang Amerika banyak sekali yang punya rumah di sana. Demikian juga, setiap mereka membuat tembok tinggi, itu alasannya untuk menghalangi kemungkinan penembakan-penembakan dari warga setempat. Padahal, setiap membuat tembok sebenarnya Israel sedang melaksanakan perluasan tanah jajahannya.

Saya waktu itu langsung komplain. Kalau waktu itu disuruh pulang ke tanah air, saat itu juga saya pulang. Sebab setiap kegiatan pembangunan berarti perluasan penjajahan, ini okupasi  lahan. Maka, wajar kemudian terjadi gesekan, perlawanan dari warga setempat. Orang-orang Palestina tentu tidak diam, mereka melakukan serangan. Tentara Israel juga meyerang, malah lebih ofensif.

Menurut hukum apapun tindakan Israel ini tidak dapat dibenarkan, biadab, kejam, tidak adil terhadap Palestina. Palestina itu Islam. Jadi, penganiayaan terhadap Palestina, berarti penganiayaan terhadap umat Islam secara keseluruhan. Kalau tidak ada okupasi tentu tidak ada gesekan. Di sinilah lagi-lagi saya lihat ada peluang peran Indonesia.

MINA : Pandangan Anda tentang bangsa Yahudi sebagai pendatang di Palestina?

TANTOWI : Yahudi Israel bangsa pendatang, yang menyatakan diri kembali ke tanahnya. Itu kata  perintah kitab mereka. Hingga saat ini berbondong-bondong sekitar 8 juta warga Yahudi yang tadinya di luar kembali ke tanah Palestina. Karena menurut keyakinannya, ideologinya, itu adalah tanah kembalinya.

Juga versi keyakinan Yahudi, mengapa mereka membuat terowongan di bawah Masjid Al-Aqsha. Mereka beranggapan ada tempat Sulaiman, dan juga tempat Musa membaca 10 perintah Tuhan. Mereka ingin mengeluarkan batu itu dengan membuat terowongan. Itu pun hanya karangan-karangan mereka saja.

Adanya Traktat Inggris 1948 yang memberikan peluang bagi mereka, juga menjadi acuan. Kalau Inggris tidak membagi Palestina, tidak ada hak orang Israel untuk kembali. Mereka merasa boleh kembali.

MINA : Bagaimana dengan konsep two state solution?

TANTOWI : Konsep dua negara dalam satu tanah, ini memang dianggap satu solusi yang paling memungkinkan. Tetapi, ada dua perbedaan mendasar, Palestina tidak mau hidup berdampingan. Pokoknya tidak ada Israel di tanah Palestina.

Sementara Israel juga tidak mau berdampingan dengan Palestina, yang mereka sebut negara gagal. Mereka beralasan, Sumber Daya Manusia (SDM) dan Sumber Daya Alam (SDA) Palestina tidak cukup untuk membangun sebuah negara. Hanya menggantungkan pada negara-negara asing. Negara gagal menurut Israel berpotensi menjadi negara teroris.

Spontan waktu itu saya bantah. Two state solution adalah tanggung jawab dunia internasional. Tanggung jawab negara-negara Islam untuk membesarkan Palestina supaya menjadi negara independen dan berkemampuan secara SDA dan SDM. Kekhawhatiran menjadi negara gagal tidak ada.

Saya katakan, Indonesia saja sudah bertahun-tahun memberikan pelatihan penyelenggaraan negara capacity building melalui Kementerian Luar Negeri. Indonesia melatih warga Palestina sebagai birokrat, sehingga dapat menjadi penyelenggara negara ketika mereka merdeka. Kekhawatiran mereka sebenarnya dibuat-buat saja.

Kekhawatiran negara teroris, juga tidak beralasan. Bisa diupayakan adanya semacam badan pengawas yang memantau agar tidak terjadi tindakan-tindakan melawan hukum.

MINA : Soal kemungkinan pemanggilan Badan Kehormatan (BK) DPR atas kunjungan Anda?

TANTOWI : Sebagai anggota DPR, kalau dipanggil BK, ya saya hadir. Saya orang yang taat asas dan taat peraturan. Di BK juga ada aturannya, kalau melanggar etika yang ada, dikenakan sanksi. Saya akan berikan alasan mengapa saya berkunjung ke Israel. (L/P01/P04/R1).

Mi’raj News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda