Ketiga, ber-tawassul dengan amal saleh. Dalam suatu riwayat dikisahkan, dahulu ada tiga orang terjebak di dalam gua. Untuk mencari solusinya, maka masing-masing ber-tawassul dengan amal saleh mereka. Orang pertama ber-tawassul dengan baktinya senatiasa birrul walidain kepada kedua orangtuanya. Orang kedua ber-tawassul dengan takutnya kepada Allah Ta’ala, sehingga menggagalkan perbuatan zina yang hendak dia lakukan. Sedangkan orang ketiga ber-tawassul dengan amal salehnya berupa memelihara hak-hak pekerja. Akhirnya Allah Ta’ala membukakan pintu gua itu dari batu besar yang menghalanginya, sehingga mereka bertiga pun akhirnya selamat. Berikut kisahnya, dari Abu Abdir Rahman, yaitu Abdullah bin Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhuma, katanya, aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
انْطَلَقَ ثَلاَثَةُ رَهْطٍ مِمَّنْ كَانَ قَبْلَكُمْ حَتَّى أَوَوُا الْمَبِيتَ إِلَى غَارٍ فَدَخَلُوهُ ، فَانْحَدَرَتْ صَخْرَةٌ مِنَ الْجَبَلِ فَسَدَّتْ عَلَيْهِمُ الْغَارَ فَقَالُوا إِنَّهُ لاَ يُنْجِيكُمْ مِنْ هَذِهِ الصَّخْرَةِ إِلاَّ أَنْ تَدْعُوا اللَّهَ بِصَالِحِ أَعْمَالِكُمْ
“Ada tiga orang dari orang-orang sebelum kalian berangkat berpergian. Suatu saat mereka terpaksa mampir bermalam di suatu goa kemudian mereka pun memasukinya. Tiba-tiba jatuhlah sebuah batu besar dari gunung lalu menutup gua itu dan mereka di dalamnya. Mereka berkata bahwasanya tidak ada yang dapat menyelamatkan mereka semua dari batu besar tersebut kecuali jika mereka semua berdoa kepada Allah Ta’ala dengan menyebutkan amalan baik mereka.”
Baca Juga: Agar Tenang Menghadapi Segala Takdir Allah
فَقَالَ رَجُلٌ مِنْهُمُ اللَّهُمَّ كَانَ لِى أَبَوَانِ شَيْخَانِ كَبِيرَانِ ، وَكُنْتُ لاَ أَغْبِقُ قَبْلَهُمَا أَهْلاً وَلاَ مَالاً ، فَنَأَى بِى فِى طَلَبِ شَىْءٍ يَوْمًا ، فَلَمْ أُرِحْ عَلَيْهِمَا حَتَّى نَامَا ، فَحَلَبْتُ لَهُمَا غَبُوقَهُمَا فَوَجَدْتُهُمَا نَائِمَيْنِ وَكَرِهْتُ أَنْ أَغْبِقَ قَبْلَهُمَا أَهْلاً أَوْ مَالاً ، فَلَبِثْتُ وَالْقَدَحُ عَلَى يَدَىَّ أَنْتَظِرُ اسْتِيقَاظَهُمَا حَتَّى بَرَقَ الْفَجْرُ ، فَاسْتَيْقَظَا فَشَرِبَا غَبُوقَهُمَا ، اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتُ فَعَلْتُ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ فَفَرِّجْ عَنَّا مَا نَحْنُ فِيهِ مِنْ هَذِهِ الصَّخْرَةِ ، فَانْفَرَجَتْ شَيْئًا لاَ يَسْتَطِيعُونَ الْخُرُوجَ
Salah seorang dari mereka berkata, “Ya Allah, aku mempunyai dua orangtua yang sudah sepuh dan lanjut usia. Dan aku tidak pernah memberi minum susu (di malam hari) kepada siapa pun sebelum memberi minum kepada keduanya. Aku lebih mendahulukan mereka berdua daripada keluarga dan budakku (hartaku). Kemudian pada suatu hari, aku mencari kayu di tempat yang jauh. Ketika aku pulang ternyata mereka berdua telah terlelap tidur. Aku pun memerah susu dan aku dapati mereka sudah tertidur pulas. Aku pun enggan memberikan minuman tersebut kepada keluarga atau pun budakku. Seterusnya aku menunggu hingga mereka bangun dan ternyata mereka barulah bangun ketika subuh, dan gelas minuman itu masih terus di tanganku. Selanjutnya setelah keduanya bangun lalu mereka meminum minuman tersebut. Ya Allah, jikalau aku mengerjakan sedemikian itu dengan niat benar-benar mengharapkan wajah-Mu, maka lepaskanlah kesukaran yang sedang kami hadapi dari batu besar yang menutupi kami ini.” Batu besar itu tiba-tiba terbuka sedikit, tetapi mereka masih belum dapat keluar dari goa.
قَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « وَقَالَ الآخَرُ اللَّهُمَّ كَانَتْ لِى بِنْتُ عَمٍّ كَانَتْ أَحَبَّ النَّاسِ إِلَىَّ ، فَأَرَدْتُهَا عَنْ نَفْسِهَا ، فَامْتَنَعَتْ مِنِّى حَتَّى أَلَمَّتْ بِهَا سَنَةٌ مِنَ السِّنِينَ ، فَجَاءَتْنِى فَأَعْطَيْتُهَا عِشْرِينَ وَمِائَةَ دِينَارٍ عَلَى أَنْ تُخَلِّىَ بَيْنِى وَبَيْنَ نَفْسِهَا ، فَفَعَلَتْ حَتَّى إِذَا قَدَرْتُ عَلَيْهَا قَالَتْ لاَ أُحِلُّ لَكَ أَنْ تَفُضَّ الْخَاتَمَ إِلاَّ بِحَقِّهِ . فَتَحَرَّجْتُ مِنَ الْوُقُوعِ عَلَيْهَا ، فَانْصَرَفْتُ عَنْهَا وَهْىَ أَحَبُّ النَّاسِ إِلَىَّ وَتَرَكْتُ الذَّهَبَ الَّذِى أَعْطَيْتُهَا ، اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتُ فَعَلْتُ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ فَافْرُجْ عَنَّا مَا نَحْنُ فِيهِ . فَانْفَرَجَتِ الصَّخْرَةُ ، غَيْرَ أَنَّهُمْ لاَ يَسْتَطِيعُونَ الْخُرُوجَ مِنْهَا
Baca Juga: Ahlul Qur’an, Pelita Umat dalam Cahaya Ilahi
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, lantas orang yang lain pun berdoa, “Ya Allah, dahulu ada putri pamanku yang aku sangat menyukainya. Aku pun sangat menginginkannya. Namun ia menolak cintaku. Hingga berlalu beberapa tahun, ia mendatangiku (karena sedang butuh uang). Aku pun memberinya 120 dinar. Namun pemberian itu dengan syarat ia mau tidur denganku (alias: berzina). Ia pun mau. Sampai ketika aku ingin menyetubuhinya, keluarlah dari lisannya, “Tidak halal bagimu membuka cincin kecuali dengan cara yang benar (maksudnya: barulah halal dengan nikah, bukan zina).” Aku pun langsung tercengang kaget dan pergi meninggalkannya padahal dialah yang paling kucintai. Aku pun meninggalkan emas (dinar) yang telah kuberikan untuknya. Ya Allah, jikalau aku mengerjakan sedemikian itu dengan niat benar-benar mengharapkan wajah-Mu, maka lepaskanlah kesukaran yang sedang kami hadapi dari batu besar yang menutupi kami ini.” Batu besar itu tiba-tiba terbuka lagi, tetapi mereka masih belum dapat keluar dari goa.
قَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – وَقَالَ الثَّالِثُ اللَّهُمَّ إِنِّى اسْتَأْجَرْتُ أُجَرَاءَ فَأَعْطَيْتُهُمْ أَجْرَهُمْ ، غَيْرَ رَجُلٍ وَاحِدٍ تَرَكَ الَّذِى لَهُ وَذَهَبَ فَثَمَّرْتُ أَجْرَهُ حَتَّى كَثُرَتْ مِنْهُ الأَمْوَالُ ، فَجَاءَنِى بَعْدَ حِينٍ فَقَالَ يَا عَبْدَ اللَّهِ أَدِّ إِلَىَّ أَجْرِى . فَقُلْتُ لَهُ كُلُّ مَا تَرَى مِنْ أَجْرِكَ مِنَ الإِبِلِ وَالْبَقَرِ وَالْغَنَمِ وَالرَّقِيقِ . فَقَالَ يَا عَبْدَ اللَّهِ لاَ تَسْتَهْزِئْ بِى . فَقُلْتُ إِنِّى لاَ أَسْتَهْزِئُ بِكَ . فَأَخَذَهُ كُلَّهُ فَاسْتَاقَهُ فَلَمْ يَتْرُكْ مِنْهُ شَيْئًا ، اللَّهُمَّ فَإِنْ كُنْتُ فَعَلْتُ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ فَافْرُجْ عَنَّا مَا نَحْنُ فِيهِ . فَانْفَرَجَتِ الصَّخْرَةُ فَخَرَجُوا يَمْشُونَ »
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, lantas orang ketiga berdoa, “Ya Allah, aku dahulu pernah mempekerjakan beberapa pegawai lantas aku memberikan gaji pada mereka. Namun, ada satu yang tertinggal yang tidak aku beri. Malah uangnya aku kembangkan hingga menjadi harta melimpah. Suatu saat ia pun mendatangiku. Ia pun berkata padaku, “Wahai hamba Allah, bagaimana dengan upahku yang dulu?” Aku pun berkata padanya bahwa setiap yang ia lihat itulah hasil upahnya dahulu (yang telah dikembangkan), yaitu ada unta, sapi, kambing dan budak. Ia pun berkata, “Wahai hamba Allah, janganlah engkau bercanda.” Aku pun menjawab bahwa aku tidak sedang bercanda padanya. Aku lantas mengambil semua harta tersebut dan menyerahkan padanya tanpa tersisa sedikit pun. Ya Allah, jikalau aku mengerjakan sedemikian itu dengan niat benar-benar mengharapkan wajah-Mu, maka lepaskanlah kesukaran yang sedang kami hadapi dari batu besar yang menutupi kami ini.” Lantas goa yang tertutup sebelumnya pun terbuka, mereka keluar dan berjalan. (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari no. 2272 dan Muslim no. 2743)
Baca Juga: Menikah Itu Ibadah, Bukan Ajang Pamer Mahar
Keempat, ber-tawassul dengan meminta doanya orang saleh yang masih hidup. Dalam sebuah hadits diceritakan bahwa ada seorang buta yang datang menemui Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Orang itu berkata, “Wahai Rasulullah, berdoalah kepada Allah agar menyembuhkanku (supaya aku bisa melihat kembali).” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menjawab, “Jika Engkau menghendaki, aku akan berdoa untukmu. Dan jika engkau menghendaki, bersabar itu lebih baik bagimu.” Orang tersebut tetap berkata, ”Doakanlah.”
Lalu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menyuruhnya berwudu secara sempurna lalu shalat dua rakaat, selanjutnya beliau menyuruhnya berdoa dengan mengatakan, “Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dan aku menghadap kepada-Mu bersama dengan nabi-Mu, Muhammad, seorang nabi yang membawa rahmat. Wahai Muhammad, sesungguhnya aku menghadap bersamamu kepada Tuhanku dalam hajatku ini, agar Dia memenuhi untukku. Ya Allah jadikanlah ia pelengkap bagi (doa)ku, dan jadikanlah aku pelengkap bagi (doa)nya.” Ia (perawi hadits) berkata, “Laki-laki itu kemudian melakukannya, sehingga dia sembuh.” (HR.Ahmad dan Tirmidzi)
Kelima, ber-tawassul dengan keimanannya kepada Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman,
رَبَّنا إِنَّنا سَمِعْنا مُنادِياً يُنادِي لِلْإِيمانِ أَنْ آمِنُوا بِرَبِّكُمْ فَآمَنَّا رَبَّنا فَاغْفِرْ لَنا ذُنُوبَنا وَكَفِّرْ عَنَّا سَيِّئاتِنا وَتَوَفَّنا مَعَ الْأَبْرارِ (193)
Baca Juga: Korupsi, Dosa dan Bahayanya dalam Islam
“Ya Rabb kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman (yaitu), ‘Berimanlah kamu kepada Rabb-mu’. Maka kami pun beriman. Ya Rabb kami, ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang berbakti.”(QS. Ali-Imran [3] ayat 193)
Keenam, ber-tawassul dengan ketauhidannya kepada Allah. Allah Ta’ala berfirman,
وَذَا النُّونِ إِذْ ذَهَبَ مُغَاضِبًا فَظَنَّ أَنْ لَنْ نَقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادَى فِي الظُّلُمَاتِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ (87) فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَنَجَّيْنَاهُ مِنَ الْغَمِّ وَكَذَلِكَ نُنْجِي الْمُؤْمِنِينَ (88) }
Baca Juga: Doa, Usaha, dan Keajaiban: Rahasia Hidup Berkah
“Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa kami tidak akan mempersemptnya (menyulitkannya). Maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap, ‘bahwa tidak ada sesembahan (yang berhak disebah) selain Engkau, Mahasuci Engkau. Sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim.’ Maka Kami telah memperkenankan doanya dan menyelamatkannya dari kedukaan. Dan demikian Kami selamatkan orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Anbiya [21] ayat 87-88)