Tawassul Bid’ah
Pertama, ber-tawassul dengan kedudukan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam atau kedudukan orang selain beliau.
Dalam Shahih Bukhari terdapat hadits, “Dari Anas bin Malik, bahwasannya Umar bin Khaththab radhiyallahu’anhu jika terjadi kekeringan, maka beliau berdoa agar diturunkan hujan dengan ber-tawassul melalui perantaraan (doa) Al-‘Abbas bin Abdul Muthallib. Umar berkata, ‘Ya Allah, dahulu kami ber-tawassul dengan nabi kami hingga Engkau menurunkan hujan kepada Kami. Dan sekarang kami ber-tawassul dengan paman nabi kami, maka turunkanlah hujan kepada kami.’ Kemudian turunlah hujan.” (HR. Bukhari: 1010)
Maksud ber-tawassul dengan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bukanlah “Bertawassul dengan menyebut nama Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam atau dengan kedudukannya sebagaimana persangkaan sebagian orang. Akan tetapi maksudnya adalah bertawassul dengan doa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Oleh karena itu, ketika Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah wafat, para sahabat tidak ber-tawassul dengan nama atau keddukan Nabi, akan tetapi ber-tawassul dengan doa paman Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam –yaitu Abbas, yang saat itu masih hidup.
Baca Juga: Ahlul Qur’an, Pelita Umat dalam Cahaya Ilahi
Kedua, ber-tawassul dengan cara menyebutkan nama atau kemuliaan orang saleh ketika berdoa kepada Allah Ta’ala. Ini adalah bid’ah bahkan perantara menuju kesyirikan. Contoh, “Ya Allah, aku memohon kepada-Mu dengan kemuliaan Syaikh Abdul Qadir Jailani, ampunilah aku.”
Ketiga, ber-tawassul dengan cara beribadah kepada Allah Ta’ala di sisi kubur orang saleh. Ini merupakan bid’ah yang diada-adakan, bahkan merupakan perantara menuju kesyirikan.
Tawassul Syirik
Tawassul yang syirik adalah menjadikan orang yang sudah meninggal sebagai perantara dalam beribadah, seperti berdoa kepada mereka, meminta hajat, atau memohon pertolongan kepada mereka. Contoh, “Ya Sayyid Al-Badawi, mohonlah kepada Allah untuk kami.”
Baca Juga: Menikah Itu Ibadah, Bukan Ajang Pamer Mahar
Perbuatan ini merupakan syirik, meskipun mereka menamakannya dengan “tawassul”, karena hakikatnya berdoa kepada selain Allah.
Semoga kita senantiasa mencari jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah meraih ridha dan ampunan-Nya dan dijauhkan dari perilaku mempersekutukan Allah, Aamiin Yaa Rabb.
اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنْ أَنْ نُشْرِكَ بِكَ شَيْئًا نَعْلَمُهُ وَنَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لَا نَعْلَمُ
Baca Juga: Korupsi, Dosa dan Bahayanya dalam Islam
“Ya Allah, sesungguhnya kami berlindung kepada-Mu dari perbuatan syirik (menyekutukan-Mu) sedangkan aku mengetahuinya. Dan kami memohon ampun kepada-Mu terhadap kesyirikan yang tidak aku ketahui.” (HR. Ahmad IV/403 dari Abu Musa al Asy’ari)
(A/SK/RI-1)
Mi’raj News Agency (MINA)