Buthidaung, MINA – Separatis Tentara Arakan mencegah warga sipil Rohingya dan Rakhine di Kota Buthidaung, Negara Bagian Arakan utara di Myanmar barat, meninggalkan rumah mereka di dekat pangkalan kelompok itu, meskipun warga khawatir terhadap potensi serangan udara.
Para pengamat menganggap tindakan itu adalah penggunaan warga sipil sebagai perisai manusia dan merupakan pelanggaran hak asasi manusia yang nyata.
Warga setempat mengatakan kepada Arakan News Agency (ANA) pada Sabtu (9/8) bahwa Tentara Arakan mencegah upaya warga untuk pindah ke lokasi yang lebih aman. Kelompok itu meyakinkan warga bahwa “tidak akan terjadi apa-apa” dan mereka harus tetap di rumah, di saat kekhawatiran meningkat sejak Tentara Myanmar memberlakukan darurat militer pada 31 Juli.
Sumber itu melaporkan bahwa para pemimpin Tentara Arakan mengadakan pertemuan pada Kamis pagi di daerah Nyaung Chaung dengan warga dari komunitas Rohingya dan Rakhine, mendesak mereka untuk tidak mempercayai rumor tentang serangan yang akan segera terjadi. Tentara Arakan berjanji akan menangkis setiap upaya yang dilakukan oleh pasukan Tentara Myanmar.
Baca Juga: OKI, Teluk, dan Liga Arab Kecam Rencana Israel Duduki Gaza
Para analis meyakini bahwa pangkalan Tentara Arakan di Buthidaung hampir pasti menjadi sasaran serangan udara. Kedekatan pemukiman sipil dengan pangkalan tersebut membahayakan nyawa warga sekitar, terutama karena mereka dicegah pindah ke daerah aman.
Di bawah kekuasaan Tentara Arakan, warga Rohingya menderita akibat pelanggaran yang meluas, termasuk penutupan rumah mereka setelah adanya pengaduan jahat, penyitaan, penyitaan properti berharga mereka, penggusuran banyak keluarga, dan penerapan pembatasan bergerak yang ketat, larangan pergerakan lintas desa dengan mendirikan jaringan pos pemeriksaan keamanan di pintu masuk dan keluar setiap desa Rohingya. []
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Komite Menteri Arab-Islam: Invasi ke Gaza sebagai Kejahatan Kemanusiaan