New York, MINA – Sekitar 2.500 warga Rohingya mengungsi ke wilayah aman menyusul adanya bentrokan militer di Rakhine State, Myanmar, menurut laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Rabu (2/1).
Wakil Juru Bicara PBB, Farhan Haq mengatakan, Rohingya dipaksa untuk keluar dari kampungnya untuk menyelamatkan diri dari bentrokan antara militan Tentara Penyelamat Rohingya Arakan (ARSA) dan militer Myanmar yang dimulai sejak bulan lalu, demikian Anadolu melaporkan yang dikutip MINA, Kamis (3/1).
Haq menyatakan, PBB mengirim tim investigasi untuk menyelidiki dan mengamati kebutuhan masyarakat yang terdampak bentrokan di wilayah itu.
Rohingya, yang digambarkan oleh PBB sebagai kaum minoritas paling teraniaya di dunia menghadapi ketakutan selama beberapa tahun sejak bentrokan meletus pertama kali pada 2012 lalu.
Baca Juga: Uni Eropa Berpotensi Embargo Senjata ke Israel Usai Surat Penangkapan ICC Keluar
PBB telah mendokumentasikan pemerkosaan massal, pembunuhan dan penangkapan yang dilakukan oleh pasukan negara Myanmar.
Dalam sebuah laporan, penyelidik PBB mengatakan pelanggaran seperti itu merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Menurut Ontario International Development Agency (OIDA), sejak 25 Agustus 2017 lalu, hampir 24 ribu Muslim Rohingya terbunuh oleh pasukan Myanmar.
Menurut Amnesty International, lebih dari 750 ribu Rohingya pergi mengungsi ke Bangladesh, kebanyakan anak-anak dan perempuan, setelah pasukan Myanmar melancarkan penumpasan pada komunitas Muslim yang menjadi minoritas di sana.
Baca Juga: Israel Perintahkan Warga di Pinggiran Selatan Beirut Segera Mengungsi
Bulan lalu, DPR AS mengeluarkan resolusi yang menyerukan untuk menghentikan kekerasan terhadap warga Rohingya. (T/Ais/R06)
Mi’raj News Agency (MINA)