Tgk. H. Faisal Ali: Aceh Belum Laksanakan Sistem Jaminan Makanan Halal

Banda , 13 Sya’ban 1437/20 Mei 2016 (MINA) – Sebagai provinsi yang menjalankan aturan syariat Islam, Aceh ternyata belum melaksanakan sistem jaminan ‎makanan dan minuman yang diproduksi dan beredar di tengah masyarakat mayoritas Islam tersebut.

Padahal, kehalalan setiap makanan yang dikonsumsi oleh setiap orang Muslim adalah kunci paling utama untuk keselamatan‎ hidup di dunia dan akhirat, diterima amal ibadah yang dikerjakan tiap hari serta istijabah (terkabulnya) doa yang dimohon kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Demikian disampaikan Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan (MPU) Aceh, Tgk. H. Faisal Ali saat mengisi pengajian rutin Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI) di Rumoh Aceh Kupi Luwak, Jeulingke, beberapa waktu lalu.

“Selama ini kita belum melihat adanya sistem jaminan halal makanan dan dan minuman terlaksana di Aceh. ‎Meskipun semua kita tahu, makanan halal sangat menentukan kesukseskan perjalanan dan kualitas seorang muslim dunia dan akhirat, namun kepedulian terhadap makanan halal ini belum begitu menjadi perhatian besar masyarakat dan pemerintah di Aceh,” ujar Tgk. Faisal Ali.

Apalagi, lanjut Tgk Faisal Ali yang juga ‎Pimpinan Dayah Mahyal ‘Ulum Al-Aziziyah Sibreh‎, Aceh Besar ini, Qanun Nomor 8 Tahun 2014 tentang Pokok-Pokok Syariat Islam telah memerintahkan pentingnya implementasi sistem jaminan halal.

Dalam Pasal 23 ayat (1) disebutkan, “Pemerintah Aceh berkewajiban melaksanakan sistem jaminan halal terhadap barang dan jasa yang diproduksi dan beredar di Aceh. Sementara ayat (2) “Ketentuan lebih lanjut tentang pelaksanaan sistem jaminan halal diatur dengan Qanun Aceh‎‎”

“Kita tentu berharap ini qanun yang mwujudkan sistem jaminan halal ini menjadi prioritas Pemerintah Aceh dan DPRA, agar lahir tahun ini juga. Jangan sampai sia-sia kita beribadah setiap hari, jika ternyata makanan yang kita konsumsi itu ternyata tidak halal bahkan mengarah kepada yang diharamkan dalam agama kita,” tegasnya.

Menurutnya, dalam rangka memenuhi kewajiban pelaksanaan syariat Islam di Aceh, persoalan makanan halal harus mendapat perhatian khusus sehingga jangan sampai masyarakat Aceh memakan makanan yang jauh dari kriteria halal.
Ia mencontohkan di Malaysia, sudah sangat jelas mengatur ada tiga jenis makanan yaitu, yang dijamin halal, dijamin haram serta tidak dijamin halal.

“Jangan sampai kita yang mengaku daerah bersyariat Islam, justru tertinggal dari negeri tetangga, hanya gara-gara kita tidak peduli halal haram makanan yang kita makan,” ujar ulama yang akrab disapa Abu Sibreh ini.

Ia juga menegaskan, selama ini MPU Aceh sudah berupaya menerapkan konsumsi makanan halal dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan, hanya mau ambil katering pada makanan yang sudah jelas ada sertifikasi halal.

‎”Ini harus juga diikuti oleh lembaga-pemerintahan lainnya di Aceh. Utamakan kehalalan makanan yang dikonsumsi pada saat suatu kegiatan atau rapat digelar Balai POM juga harus sering razia makanan, untuk memastikan kehalalannya, jangan hanya saat menjelang hari raya saja‎. Terutama saat menjelang bulan Ramadhan dan makanan untuk buka puasa‎,” jelasnya.

Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Aceh ini juga membaca ayat tentang pentingnya makanan halal ini, “Wahai manusia, makanlah yang halal lagi baik dari segala sesuatu yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah Syaitan, karena sesungguhnya Syaitan adalah musuh bagimu.” (Q.S. Al-Baqarah:168).

Selain itu, kata Abu Sibreh, status makanan yang kita makan akan sangat mempengaruhi diterima atau tidaknya do’a kita oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Setidaknya, ada tiga hal penting yang disampaikan Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam yaitu (1) perintah agar senantiasa memakan makanan yang halal dan menjauhi makanan haram, kemudian (2) makanan yang halal merupakan sebab terkabulnya doa dan sebaliknya, (3) makanan haram akan menghalangi diijabahnya doa-doa dan tertolaknya amal kebaikan.

Bagi seorang muslim, mengonsumsi makanan halal dan menjauhi makanan haram adalah sebuah keniscayaan dan sesuatu yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Perbuatan tersebut menentukan kualitas keimanan dan ketaatannya di sisi Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Memaksakan diri untuk mengonsumsi makanan haram tanpa alasan yang dibenarkan, sama artinya dengan menjerumuskan diri kepada kebinasaan. Bukan tanpa alasan Allah dan Rasul-Nya menetapkan aturan yang ketat dalam masalah makanan ini. Tujuannya tidak lain adalah agar akal, jiwa, dan raga manusia senantiasa terjaga sehingga amal ibadah yang kita lakukan bisa optimal dan diterima Allah Swt.

“Karenanya, kewajiban mencari tahu setiap makanan yang kita makan itu halal atau tidak, merupakan fardhu ain yang harus dilakukan oleh setiap pribadi muslim.‎ Mengonsumsi makanan yang halal lagi baik diperintahkan terlebih dahulu sebelum mengerjakan amal saleh. Mengapa? Karena mengonsumsi makanan yang halal akan membantu kita untuk melaksanakan amal saleh,” jelasnya.

Semakin banyak makanan tidak halal, apalagi yang haram masuk ke tubuh kita tiap hari, maka itu juga akan semakin menyebabkan kita jauh dari perbuatan baik dan amal saleh, serta semakin malas kita untuk menggerakkan anggota beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. (L/R05/R02)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Wartawan: Rana Setiawan

Editor: bahron

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.