Tidak Ada Logo Halal, Haramkah?

(Foto: Istimewa)

Oleh: Tuti Rostianti Maulani,S.TP, M.Si; Sekretaris Pusat Kajian (PKPH) Universitas Mathla’ul Anwar Banten

Berdasar pada pengalaman pribadi memilih produk apapun untuk kebutuhan sehari-hari menjadi kebiasaan hanya melihat brand merek pada produk-produk tertentu yang bahkan dianggap sebagai produk unggulan. Hal ini dirasakan karena semua orang juga menggunakan produk unggulan tersebut sehingga itu akan aman jika digunakan setiap hari.

Produk kosmetik yang dianggap sebagai kebutuhan primer untuk wanita jaman sekarang pun dipilih berdasarkan kebanyakan orang pakai karena melihat hasil dari model yang digunakan sangat luar biasa merubah wajah yang tadinya biasa saja menjadi luar biasa.

Produk obat juga menjadi hal biasa jika sudah ditentukan dokter dengan tulisan-tulisan di kertas resep, mau tidak mau pasti kita akan mengikuti petunjuk penggunaannya. Dan yang tak kalah pentingnya memilih produk pangan yang akan dikonsumsi sehari-hari selalu melihatnya dari sisi masih lama kadaluarsanya, varian apa yang tertempel pada tulisan tersebut atau sesekali melihat komposisi bahan pangan pada kemasan yang kadang kita tidak tahu bahan-bahan apa saja yang digunakan karena di sana tertulis bahasa-bahasa yang tidak dimengerti.

Bukan satu atau dua kali hal ini saya alami, setiap hari pada saat kebutuhan untuk produk-produk yang akan digunakan dilakukan berulang-ulang. Bahkan pada pemilihan kantin, kafé, restauran atau warung-warung pinggir jalan yang menjajakan makanan tidak dipikirkan lagi hal-hal lain kecuali melihat tempatnya nyaman, bersih dan makanannya sudah terkenal enak.

Salah satu kesukaan pemilihan makanan salah satunya adalah produk yang dibakar, ayam bakar dan ikan bakar ditambah bahan lain lalapan dan sambal yang sudah pasti mengundang selera makan.

Begitu terkejutnya setelah mengetahui ada produk-produk yang dikonsumsi kita sehari-hari walaupun dianggap aman tapi belum tentu . What?? Bukannya makanan yang berasal dari selain babi, darah, khamr itu yang haram!!

Bagi orang awam hal hanya tiga itu yang dianggap haram, tanpa tahu mereka ada di mana pada saat produk itu dibuat. Yang penting komposisi tidak ada tulisan babi, darah atau khamr. Tapi begitu terkejutnya produk yang berasal dari tumbuhan pun belum tentu halal. Kenapa??

Menjadi lebih ingin tahu apa yang menyebabkan produk tidak halal, padahal dari bahan yang halal. Gula pasir dari tebu pun bisa menjadi tidak halal. Setiap kita beli gula pasir di warung-warung ukuran seperempat, setengah atau sekilo yang sudah ditakar penjual dikemas dengan plastik bening polos sudah dianggap pasti halal. Susu dari bahan laktosa yang berasal dari sapi, jenis-jenis, sejenis obat berbentuk tablet dan kapsul, vitamin-vitamin dari bahan alami, AMDK (Air Minum Dalam Kemasan) itu semua belum tentu halal, bisa syubhat (meragukan).

Diteliti lebih dalam gula pasir atau bahasa kimianya adalah sukrosa ternyata walaupun bahannya berasal dari tebu, tapi dalam proses produksinya untuk filterisasi jika menggunakan filter berbahan karbon aktif sudah tentu halal, akan tetapi lain halnya jika filter berasal dari bahan tulang bisa saja dari tulang sapi atau babi. AMDK  juga belum tentu halal, setiap ada proses filterisasi harus yakin dulu bahan filternya halal. Karena produk halal jika terkena bahan yang haram atau najis secara kaidah produk tersebut akan tidak halal.  Produk kosmetik seperti kuas pun menjadi tidak halal karena bulu-bulu kuas yang berasal dari rambut dan bulu hewan (sapi dan babi). Bahkan pensil alis pun menjadi sasaran bahan baku dari karbon aktif (tulang??).

Pada saat membeli barang-barang tidak berlogo halal apakah ini juga berdampak terhadap produk tersebut bisa berasal dari bahan yang tidak halal. Banyak pertanyaan mengapa para produsen yang membuat produk banyak dikonsumsi tidak termasuk menggunakan produk halal tidak menggunakan .  Apa yang menjadi kendala?? Begitu sulitnyakah kepengurusan pengusaha untuk mengurus sertifikat halal? Hmmm..

Sekarang orang mulai ramai membicarakan produk mie korea yang masuk ke retail besar mulai disukai masyarakat Indonesia, lolos begitu saja dan ternyata hal ini menimbulkan temuan luar biasa ternyata tidak halal (Mi- Samyang U-dong dan Kimchi). Miris mendengar hal itu.  Sulit membedakan produk yang tidak berlogo halal pun yang jelas-jelas ijin edarnya sudah ada termasuk produk halal atau haram.

Apa sebenarnya pentingnya sertifikat halal atau logo halal yang dikeluarkan MUI.  Bukankah sertifikasi Halal MUI pada produk pangan, obat-obat, kosmetika dan produk lainnya dilakukan untuk memberikan kepastian status kehalalan, sehingga dapat menenteramkan batin konsumen dalam mengkonsumsinya. Kesinambungan proses produksi halalnya dijamin oleh produsen dengan cara menerapkan Sistem Jaminan Halal. Itu sudah jelas selalu digunakan pada berbagai sosialisasi tentang jaminan produk halal.

Oleh sebab itu sebagai konsumen harus bisa mencermati produk-produk yang tidak berlogo halal, perlu ketelitian dan banyak ilmu tentang halal dan haramnya produk yang kita konsumsi.  Pada dasarnya semua produk yang kita buat adalah halal kecuali ada dalil yang menerangkan batat-batas kehalalannya.  Semakin teliti kita membeli semakin kita waspada akan apa yang kita konsumsi.  Hendaknya pilih produk yang berlogo halal MUI karena hal ini sudah pasti terjamin kehalalannya.

Mulai sekarang ayo kita memilih produk yang yakin kehalalannya.  Jika sudah terlanjur mengkonsumsi produk-produk yang haram segera bertaubatlah, mohon ampun atas ketidahtauan atau kesengeajaan mengkonsumsi produk yang jelas-jelas ada larangannya dalam Al-Quran dan Al-Hadist. Semoga kita dijauhkan dari segala marabahaya. Aamiin ya robbal alaamiin….

(A/R01/B05)

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Rana Setiawan

Editor: Widi Kusnadi

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.