Tidak akan Cerai Jika Paham Tujuan Mulia Menikah

Oleh Bahron Ansori, wartawan MINA

Sejatinya, setiap orang yang berumah tangga berarti dia sudah sepakat untuk membangun mahligai kehidupannya secara bersama-sama. Apalagi jika ia seorang muslim, tentu niat menikahnya adalah untuk melahirkan keturunan yang saleh salehah. Komitmen menikahnya pun terpatri kuat ibarat karang di lautan yang tak akan hancur meski diterpa badai.

Pernikahan juga adalah awal sebuah keluarga dan merupakan komitmen seumur hidup. Tujuan nikah memberi rasa tanggung jawab dan lebih dari sekadar penyatuan fisik. Menikah juga merupakan persatuan spiritual dan emosional, persatuan dua keluarga. Karena itu, tujuan menikah ini bisa ditemukan di Al-Qur’an dan hadis. Ini membuktikan bahwa pernikahan merupakan sebuah ibadah yang terikat dalam hukum Islam.

Menurut Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang pernikahan, pernikahan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.

Di antara tujuan menikah dalam syariat Islam itu antara lain sebagai berikut.

Pertama, mengikuti perintah Allah SWT. Tujuan nikah dalam Islam yang paling utama adalah menjalankan perintah Allah. Allah Ta’ala berfirman,

وَاَنْكِحُوا الْاَيَامٰى مِنْكُمْ وَالصّٰلِحِيْنَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَاِمَاۤىِٕكُمْۗ اِنْ يَّكُوْنُوْا فُقَرَاۤءَ يُغْنِهِمُ اللّٰهُ مِنْ فَضْلِهۗ وَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ

“Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Qs. An-Nur: 32).

Ayat ini sangat jelas bagi seorang muslim bahwa pernikahan yang akan dilaksanaknnya adalah perintah Allah.

Kedua, memperoleh ketenangan. Menikah memiliki tujuan agar memperoleh seseorang memperoleh ketenangan hati. Allah Ta’ala berfirman,

وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْٓا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةً ۗاِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ

“Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia ciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.” (Qs. al-Rum: 21).

Dalam ayat ini, sebenarnya Allah sudah menjamin bagi setiap hamba-Nya yang menikah bahwa ia akan diberi ketenangan lahir batin.

Ketiga, mendapat keturunan. Ini merupakan salah satu jalan investasi di akhirat, selain beribadah, termasuk pula keturunan yang sholeh/sholehah. Allah Ta’ala berfirman,

وَاللّٰهُ جَعَلَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا وَّجَعَلَ لَكُمْ مِّنْ اَزْوَاجِكُمْ بَنِيْنَ وَحَفَدَةً وَّرَزَقَكُمْ مِّنَ الطَّيِّبٰتِۗ اَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْمِنُوْنَ وَبِنِعْمَتِ اللّٰهِ هُمْ يَكْفُرُوْنَۙ

“Allah menjadikan kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki yang baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?”  (Qs. An-Nahl: 72).

Baca Juga:  Puluhan Ribu Warga Belgia Peringati Hari Nakba

Keempat, menyenangkan hati. Menikah dalam Islam tujuan selanjutnya adalah bisa menjadi jalan penyenang hati. Pasangan suami istri satu sama lain saling menguatkan untuk menjadi insan-insan yang bertakwa pada Allah SWT. Bersama memperjuangkan nilai-nilai kebaikan dan bermanfaat bagi orang lain. Allah ta’ala berfirman,

وَالَّذِيْنَ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ اَزْوَاجِنَا وَذُرِّيّٰتِنَا قُرَّةَ اَعْيُنٍ وَّاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ اِمَامًا

“Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (Qs. Al-Furqon: 74).

Kelima, menyempurnakan separuh ibadah. Seseorang yang menikah disebut Nabi SAW telah menyempurnakan ibadahnya. Menikah diibaratkan sebagai separuh ibadah. Ini sesuai dengan hadis yang berbunyi, dari Anas bin Malik ra,  ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,

إِذَا تَزَوَّجَ العَبْدُ فَقَدْ كَمَّلَ نَصْفَ الدِّيْنِ ، فَلْيَتَّقِ اللهَ فِي النِّصْفِ البَاقِي

“Jika seseorang menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya. Karenanya, bertakwalah pada Allah pada separuh yang lainnya.” (HR. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam As Silsilah Ash Shahihah no. 625).

Keenam, menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Menikah bertujuan untuk menjalin dan membangun ikatan suci yang bermanfaat dalam menjaga kehormatan diri, serta terhindar dari hal-hal yang dilarang agama. Menikah membantu membentengi diri dari perbuatan zina yang bisa merendahkan martabat. Rasulullah SAW bersabda,

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ

“Wahai para pemuda,  siapa yang memiliki baa-ah [Baa-ah ada tiga penyebutan lainnya: [1] al baah (الْبَاءَة), [2] al baa’ (الْبَاء), dan [3] al baahah (الْبَاهَة). Lihat Syarh Muslim, An Nawawi, 5/70, Mawqi’ Al Islam.], maka menikahlah. Karena itu lebih akan menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa itu bagai obat pengekang baginya.” (HR. Bukhari no. 5065 dan Muslim no. 1400).

Imam Nawawi berkata makna baa-ah dalam hadits di atas terdapat dua pendapat di antara para ulama, namun intinya kembali pada satu makna, yaitu sudah memiliki kemampuan finansial untuk menikah. Jadi bukan hanya mampu berjima’ (bersetubuh), tapi hendaklah punya kemampuan finansial, lalu menikah. Para ulama berkata, “Siapa yang tidak mampu berjima’ karena ketidakmampuannya untuk memberi nafkah finansial, maka hendaklah ia berpuasa untuk mengekang syahwatnya.”  (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim).

Ketujuh, semua yang terkait suami istri bisa bernilai ibadah. Berikut beberapa bentuk ibadah lain yang hanya bisa dilakukan oleh suami istri.

a. Main-main dengan istri dapat pahala. Nabi SAW bersabda,

اللهْوُ في ثلاثٍ : تأديبُ فرَسِكَ ، و رمْيُكَ بِقوسِكِ ، و مُلاعَبَتُكَ أهلَكَ

Main-main (yang bermanfaat) itu ada tiga: engkau menjinakkan kudamu, engkau menembak panahmu, engkau bermain-main dengan istrimu (HR. Ishaq bin Ibrahim Al Qurrab dalam Fadhail Ar Ramyi no.13 dari sahabat Abud Darda, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami 5498)

Baca Juga:  Turkiye Identifikasi Lokasi Jatuhnya Helikopter Presiden Iran

b. Nafkah suami kepada istrinya bernilai sedekah. Rasulullah SAW bersabda,

إِذَا أَنْفَقَ المُسْلِمُ نَفَقَةً عَلَى أَهْلِهِ، وَهُوَ يَحْتَسِبُهَا، كَانَتْ لَهُ صَدَقَةً

“Jika seorang Muslim memberi nafkah kepada keluarganya, dan ia berharap pahala dari itu, maka nafkah tersebut bernilai sedekah” (HR. Bukhari no. 5351).

c. Mencetak anak-anak yang jadi generasi penerus yang akan menguatkan Islam. Oleh karena itu Rasullullah SAW  menganjurkan untuk memilih calon istri yang subur,

تزوجوا الودود الولود فاني مكاثر بكم الأمم

Nikahilah wanita yang penyayang dan subur! Karena aku berbangga dengan banyaknya ummatku” (HR. An Nasa’I, Abu Dawud. Dihasankan oleh Al Albani dalam Misykatul Mashabih).

d. Bermesraan dan berjima’ dengan istri itu berpahala dan bernilai sedekah. Nabi SAW bersabda,

وَفِى بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ » قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيَأْتِى أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُونُ لَهُ فِيهَا أَجْرٌ قَالَ « أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِى حَرَامٍ أَكَانَ عَلَيْهِ فِيهَا وِزْرٌ فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِى الْحَلاَلِ كَانَ لَهُ أَجْرٌ

Hubungan intim antara kalian adalah sedekah”. Para sahabat lantas ada yang bertanya, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana mungkin kami mendatangi istri kami dengan syahwat itu malah mendapatkan pahala?’ Beliau menjawab, ‘Bukankah jika kalian bersetubuh pada wanita yang haram, kalian mendapatkan dosa? Maka demikian pula jika kalian bersetubuh dengan wanita yang halal, kalian akan mendapatkan pahala” (HR. Muslim no. 1006).

e. Istri adalah pendukung suami untuk menjadi tambah shalih dan bersama-sama mencari surga. Karena jika anda ingin menjadi orang yang shalih, maka anda butuh teman yang bisa menguatkan. Sulit jika hanya bersendirian. Oleh karena itu Allah Ta’ala berfirman,

فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَمَنْ تَابَ مَعَكَ

Maka tetap istiqamah-lah sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) diperintahkan kepada orang yang bertaubat bersamamu ” (Qs. Hud: 112). Maka carilah istri yang shalihah supaya bisa menguatkan kita untuk istiqamah.

Rasulullah SAW bersabda,

الرجل على دين خليله فلينظر أحدكم من يخالل

Keadaan agama seseorang dilihat dari keadaan agama teman dekatnya. Maka hendaklah kalian lihat siapa teman dekatnya.” (HR. Tirmidzi, ia berkata: ‘hasan gharib’).

Oleh karena itu Nabi SAW  bersabda,

مَنْ تَزَوَّجَ فَقَدِ اسْتَكْمَلَ نِصْفَ الْإِيمَانِ، فَلْيَتَّقِ اللَّهَ فِي النِّصْفِ الْبَاقِي

Siapa menikah, ia telah menyempurnakan setengah agamanya. maka hendaknya ia bertaqwa kepada Allah untuk setengah sisanya.” (HR. Ath Thabrani dalam Mu’jam Al Ausath [1/1/162], dihasankan Al Albani dalam Silsilah Ahadits Ash-Shahihah  [199-202]).

Waspadai perceraian

Kita berlindung kepada Allah dari perceraian, karena itu jika ada seorang muslim yang sudah menikah lalu ingin bercerai, maka fahami lagi untuk tujuan apa sebenarnya ia menikah. Bukankah tujuan menikah itu sangat mulia, seperti dijelaskan di atas. Harus dipahami juga, prestasi terbesar iblis adalah saat berhasil membuat suami istri bercerai.

Baca Juga:  Iran dan Negara Lain Walkout di Acara FIFA karena Kehadiran Israel

Imam Muslim meriwayatkan dari Jabir bahwa Nabi Muhammad SAW pernah besabda, “Sesungguhnya, setan membangun singgasana di atas air lalu mengirim para prajurit ke tengah manusia. Yang memiliki kedudukan paling dekat kepada Iblis di antara mereka adalah yang paling besar menimbulkan godaan. Salah seorang dari mereka mengatakan, ‘Aku selalu menggoda si Fulan sampai aku tinggalkan sementara ia mengatakan ini dan itu.’  Iblis menjawab, ‘Demi Allah, engkau tidak berbuat sesuatu pun.’

Lalu salah seorang pasukan datang dan berkata, ‘Aku tidaklah meninggalkannya sebelum aku membuatnya bercerai dari istrinya.’ Iblis pun mendekatkan prajurit tersebut dan berkata, ‘Sungguh hebat (setan) seperti engkau’.”

Perceraian sangat disukai oleh iblis dan mereka bersuka cita karenanya. Iblis atau setan akan merasa sangat bangga dengan keberhasilan anak buahnya yang telah menyebabkan terjadinya perceraian.

Dalam kitab tafsir Taisiir Al-Kariim Ar-Rahmaan I/61, Syaikh As-Sa’di berkata, “Padahal kecintaan yang terjalin diantara pasangan suami istri (sangatlah kuat) tidak bisa disamakan dengan rasa cinta yang ada pada selain keduanya karena Allah telah berfirman tentang pasangan suami istri وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً (Dan Allah menjadikan di antara kalian rasa cinta dan kasih sayang).”

Di sisi lain, Syaikh Abdullah Ali Bassaam dalam Taudhihul Ahkaam min Bulughil Maram IV/445 pernah berkata perumpamaan cerai dengan pecahnya tulang rusuk merupakan perumpamaan yang sangat baik. Dari keduanya ada banyak kesamaan jika ditinjau dari sisi keduanya sangat menyakitkan dan sulitnya untuk menyambung kembali dan penyembuhannya. Bahkan, terkadang hal ini bisa kembali menyambung tetapi tulang tersebut tidak kembali sebagaimana sedia kala.

Pisahnya pasangan suami-istri juga berhubungan dengan sihir yang dilakukan oleh setan. Dalam Qs. al-Baqarah ayat 102 Allah SWT berkata, “….Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan istrinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorang pun, kecuali dengan izin Allah. …”

Sihir memiliki pengaruh pada hubungan-hubungan yang terjadi di antara manusia, termasuk mereka yang terikat dalam hubungan pernikahan. Jika cinta yang kuat antara pasangan yang diikat dengan perjanjian suci ini saja bisa dirusak karenanya, maka bentuk kecintaan yang lain akan lebih mudah lagi untuk dihancurkan.

Al-Munaawi pernah berkata, tujuan terbesar iblis adalah memutus keturunan dengan perceraian. Dengan keturunan Nabi Adam yang sendirian, maka mereka bisa dijerumuskan ke perbuatan zina yang termasuk dosa paling besar, serta menimbulkan kerusakan dan paling menyulitkan. Semoga Allah menjaga setiap rumah tangga muslim dari perceraian. Wallahu a’lam.[]

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Bahron Ansori

Editor: Rudi Hendrik