Oleh: Illa Kartila – Redaktur Senior Mi’raj Islamic News Agency/MINA
Deretan jenazah korban Mina (Foto: alriyadh.com)
Tragedi Mina kembali terulang ketika sedikitnya 717 jemaah haji meninggal dunia dan 863 lainnya terluka Kamis pagi (pk.07.30 waktu Arab Saudi) akibat terjadinya desak-desakan dan saling dorong di Jalan Arab 204, saat mereka akan melontar Jumroh Aqabah – usai melakukan wukuf di Padang Arafah.
Baca Juga: Pengungsi Sudan Menemukan Kekayaan Di Tanah Emas Mesir
Kementerian Luar Negeri Indonesia menerima informasi dari perwakilan Indonesia di Arab Saudi terkait kronologi tragedi pada ritual puncak ibadah haji itu di jalan menuju tempat lempar jumrah di antara tenda-tenda di Mina. Tragedi berawal ketika ada sekelompok jamaah yang tiba-tiba berhenti, sehingga terjadi penumpukan jamaah yang berdesak-desakan.
Menurut Wakil Dubes RI untuk Arab Saudi, Sunarko, dari ke-717 jamaah haji yang meninggal, tiga diantaranya adalah jemaah haji asal Indonesia. Dua jamaah Indonesia yang sudah teridentifikasi adalah Hamid Atwi Tarji Rofia (51) asal kelompok terbang Surabaya dan Busyaiyah Sahel Abdul Gafar (50) asal kloter Batam, maktab 1, nomor paspor A2708446.
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, satu korban tewas asal Indonesia identitasnya belum diketahui. Dia masih berupaya mengungkap siapa korban tersebut. “Benar. Ada tiga jamaah yang meninggal, dua sudah dikenali, satu masih proses identifikasi.”
Bermula dari rasa panik yang melanda sejumlah jemaah haji, menurut keterangan otoritas setempat seperti dikutip The Guardian, kepanikan tersebut muncul saat beberapa jamaah haji terjatuh ketika mereka berdesakan di jembatan yang menghubungkan tenda jamaah dengan lokasi lempar jumrah.
Baca Juga: Terowongan Silaturahim Istiqlal, Simbol Harmoni Indonesia
Brigadir Mansour al-Turki dari Pasukan Keamanan Saudi Umum menduga peristiwa itu menjadi pemicu kepanikan massa. “Dimulai dari sebagian kecil massa jatuh, mereka yang dari barisan belakang mulai menginjak-injak, diikuti dengan rasa panik dan upaya untuk melarikan diri dari kerumunan, yang mengarah ke peningkatan jumlah korban.”
Lokasi tersebut merupakan area dua jalur menuju Mina di mana terletak pilar batu tempat melempar jumrah. “Kami berusaha untuk mencegah kejadian tersebut berulang, namun nyatanya ini semua kehendak Tuhan,” ujar Menteri Haji Arab Saudi Iyad Madani Said seperti yang dikutip dari Daily Pakistan.
Mina, terutama terowongannya adalah tempat yang patut diwaspadai selama musim haji. Tidak sekali ini saja musibah terjadi, tragedi terdahsyat di Terowongan Mina terjadi pada 2 Juli 1990. Dilaporkan 1.426 jemaah haji meninggal karena berdesak-desakan dan terinjak dalam terowongan Al Maaisim. Terowongan itu menghubungkan Mekkah ke Mina dan Arafat. Peristiwa ini dikenal dengan tragedi terowongan Mina.
Tragedi Mina 2015 bisa jadi merupakan kedua terburuk setelah kejadian serupa 25 tahun silam tersebut ketika para jamaah haji berdesak-desakan di terowongan Haratul Lisan, Mina. Korban waktu itu kebanyakan orang lanjut usia. Kabarnya, lebih dari 600 korban tewas merupakan jamaah asal Indonesia pada kejadian 1990 tersebut.
Baca Juga: Bukit Grappela Puncak Eksotis di Selatan Aceh
Tahun 1994, kasus serupa kembali terjadi. Sekira 270 jamaah dilaporkan tewas terinjak-injak saat melempar jumrah di Mina. Empat tahun kemudian, sekitar 180 jemaah haji juga menjadi korban tewas. Jamaah yang panik saat melontar jumrah berujung pada saling injak di Mina. Beberapa dari mereka terjatuh dari atas jembatan layang.
Pada 2001, 35 jamaah terinjak pada ritual serupa di tempat yang sama. Kemudian pada 2004 sekira 244 jamaah tewas karena terinjak. Lalu pada 2006, 360 jamaah juga tewas karena terinjak. Inilah rentetan kematian dengan pola kejadian yang sama. Ribuan jamaah itu tewas hanya karena berdesakan, kemudian terinjak.
Tersesat
Jalan Arab 204 adalah jalan yang tidak biasa digunakan jamaah haji Indonesia yang tinggal di Mina Jadid. Jalan yang biasa mereka gunakan adalah Jalan King Fahd. Jalan Arab 204 terletak di sebelah kiri Jalan King Fahd. Jadi lokasi kejadian bukan berada pada jalur yang biasa ditempuh jamaah haji Indonesia.
Jamaah haji Indonesia di Mina terbagi dalam dalam 52 maktab, 45 maktab di Harratul Lisan (Mina), tujuh maktab di Mina Jadid. Jamaah yang tinggal di Harratul Lisan tidak akan melalui jalur Arab 204, tapi melalui terowongan Muashim ketika akan ke Jamarat. Jadi sangat kecil sekali untuk terjadinya korban yang lebih banyak.
Baca Juga: Masjid Harun Keuchik Leumik: Permata Spiritual di Banda Aceh
Tentang tiga jamaah haji Indonesia yang tewas, Kepala Panitia Haji Daker Makkah Arsyad Hidayat menduga, mereka tersesat sebelum akhirnya tewas. Sebab, mereka tewas di Jalan Arab 204, lokasi tragedi Mina, padahal jalur itu bukan yang biasa digunakan jamaah Indonesia untuk melempar jumroh.
Peristiwa Mina diduga terjadi karena adanya jamaah yang akan melakukan Jumrah Aqabah tiba-tiba terhenti di Jalan Arab. Karena terhenti, jamaah yang berada pada barisan belakang mendorong jamaah yang di depan sehingga berdesakan dan banyak perempuan dan orang tua yang jatuh menjadi korban.
Seorang jamaah haji Indonesia mengaku beruntung karena kendati mengalami kesulitan akibat berjejalnya jamaah yang berebut melempar jumroh, dia sempat pulang ke tendanya dengan selamat.
Inne Badriani Erawati-jamaah (74 tahun) dari Cimahi, Jawa Barat, akhirnya berhasil dihubungi keluarganya yang mendengar berita tentang tragedi Mina. “Untung saya cepat-cepat kembali, dan memang kan perginya (ke lokasi jumroh) sudah dari subuh. Jadi sedikit kurang padat,” katanya.
Baca Juga: Temukan Keindahan Tersembunyi di Nagan Raya: Sungai Alue Gantung
“Sesudah melempar jumroh, ya tunailah rukun haji. Bersama sesama jamaah serombongan, sekitar jam 9 pagi itu, kami memutuskan pulang saja ke tenda karena sudah sangat padat, berdesakan. Susah payah pulang ke tenda. Di jalan ada saja orang yang jatuh kecapaian, atau pingsan. Mungkin terjepit juga, tapi belum terjadi kecelakaan itu.”
Akibat Jamaah Tak Disiplin
Menteri Kesehatan Arab Saudi, Khaled Al Falih seperti dikutip channel Al Jazeera Internasional menyebutkan, salah satu penyebab tragedi itu adalah karena para jamaah haji yang tak disiplin. ”Tragedi tersebut sebenarnya dapat dihindari bila para jamaah mengikuti instruksi yang diberikan oleh otoritas Arab Saudi.”
Menurut dia, ada banyak jamaah haji memasuki Jalan Arab 204 yang tak sesuai dengan jadwal yang telah diberikan otoritas setempat. “Jadwal pergerakan jamaah haji di sana sebenarnya telah dibuat sedemikian rupa oleh otoritas setempat agar tidak terjadi situasi bottle neck di jalur tersebut. Namun, para jamaah haji tak disiplin, dan situasi bottle neck pun terjadi.”
Baca Juga: Kisah Perjuangan Relawan Muhammad Abu Murad di Jenin di Tengah Kepungan Pasukan Israel
Al Falih menambahkan, fokus Kementerian Kesehatan Arab Saudi saat ini adalah menangani secepat mungkin para korban yang masih bisa diselamatkan. “863 jamaah haji dilaporkan mengalami luka-luka dalam tragedi itu. Kami saat ini telah mengerahkan 220 ambulans untuk mengangkut mereka menuju empat rumah sakit terdekat.”
Sementara itu Putra Mahkota Arab Saudi, Pangeran Mohammed bin Nayef, telah memerintahkan dibentuknya komite investigasi tingkat tinggi untuk menyelidiki penyebab tragedi Mina pada musim haji 2015.
Mohammed bin Nayef yang juga menjabat Menteri Dalam Negeri Arab Saudi, seperti dikutip Kuwait News, telah mengadakan pertemuan luar biasa dengan para petinggi Komite Haji rab Saudi untuk membahas serangkaian rencana dalam proses investigasi tragedi Mina di musim haji ini.
Pihak otoritas berwenang Arab Saudi telah mengerahkan sekitar 4.000 personil tim penyelamat dan 220 ambulans untuk membantu para korban tragedi Mina.
Baca Juga: Pejuang Palestina Punya Cara Tersendiri Atasi Kamera Pengintai Israel
Sementara itu Ketua Tim Pengawas Haji DPR RI, Fahri Hamzah dari Mekkah, mendorong pemerintah Indonesia untuk memelopori pembicaraan dengan pemerintah Arab Saudi terkait perbaikan pelayanan haji.
Wakil Ketua DPR ini mengakui, pemerintah Saudi memang sudah membangun banyak jalur setelah kejadian Mina tahun 1990. Tetapi, rasanya pergerakan jamaah masih sangat tidak terkendali dan juga tidak terfasilitasi.
“Setelah tragedi jatuhnya crane dan tragedi Mina yang berulang maka selayaknya Indonesia mengambil inisiatif untuk mendesak pemerintah Arab Saudi agar membicarakan penyelenggaraan haji secara bersama-sama,” kata Fahri.
Hal ini penting, kata Fahri, mengingat Indonesia sebagai negara dengan jumlah jamaah haji terbesar. Karena itu, Indonesia patut menjadi pelopor pembicaraan dengan pemerintah Arab Saudi tentang pelayanan haji.
Baca Juga: Catatan Perjalanan Dakwah ke Malaysia-Thailand, Ada Nuansa Keakraban Budaya Nusantara
Di sisi lain, dia mengapresiasi bahwa amirul haj dan Menteri Agama RI sebelumnya cukup berani menyentil pemerintah Saudi dalam sambutan menjelang wukuf di Arafah, sehingga dengan tragedi Mina dan jatuhnya crane, maka langkah tersebut harus diteruskan.
“Menteri Agama saat itu menyatakan bahwa Saudi harusnya bisa membangun fasilitas yang lebih baik bagi jamaah haji karena Saudi punya segala kemampuan untuk itu,” kata Fahri.
Maka tidaklah berlebihan dan menjadi kewajiban anggota dewan ini untuk mendorong pemerintah Indonesia berinisiatif membuka pembicaraan dengan pemerintah Arab Saudi. Apalagi tragedi Mina seperti kata Menkes Arab Saudi, merupakan musibah yang seharusnya bisa diantisipasi.(R01/P2)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Pengabdian Tanpa Batas: Guru Honorer di Ende Bertahan dengan Gaji Rp250 Ribu
Baca Juga: RSIA Indonesia di Gaza, Mimpi Maemuna Center yang Perlahan Terwujud