Oleh: Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Kantor Berita MINA (Mi’raj News Agency)
Media online The Times edisi 9 Desember 2017 lalu menyebutkan, Presiden AS Donald Trump mendapat apresiasi luar biasa pada sebuah resepsi dalam rangka Festival Yahudi, Hanukkah, yang diadakan di Gedung Putih, pusat pemerintahan AS, di mana Trump tinggal dan berkantor.
Perayaan Hanukkah atau Kenisah merupakan festival sepanjang 8 hari dalam bulan Desember, memperingati penyucian kembali rumah Tuhan, dengan mempersembahkan kurban dan bernyanyi diiringi alat musik.
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa
Trump berbicara bersama dengan Louise Lawrence-Israels, seorang korban Holocaust, dan Rabbi Meir Soloveichik.
Di pesta itu, Trump dengan tertawa mengatakan bahagia “semua tentang Yerusalem”, katanya kepada 250 tamu undangan.
Sheldon Adelson, tokoh utama perhotelan dan donor Zionis, legislator Republik Yahudi, dan Wakil Presiden Mike Pence, sebagai wakil evangelis, termasuk di antara mereka yang hadir di kursi kehormatan dan ikut serta makan daging domba, kue cokelat cair dan puding.
Mort Klein, Ketua Organisasi Zionis Amerika, mengatakan, “Semua orang berbicara tentang Yerusalem dan bagaimana keputusan Presiden Trump akan diingat selama seribu tahun, dan betapa kami sangat bersyukur.”
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Media Israel Haaretz pada edisi 15 Desember 2017, memuat artikel tentang ‘Menyambut Deklarasi Presiden Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel’. Israel menyebut itu sebagai pernyataan yang cukup adil, dan merupakan sebuah pencapaian signifikan untuk diplomasi Israel.
Lebih dari itu, hal tersebut adalah hasil kampanye yang sangat sukses oleh orang-orang Kristen Evangelis di Amerika Serikat.
Kolumnis Ofri Ilany menyebut, itu adalah pemberian Trump kepada Israel, dan itu adalah proklamasi dan hadiah dari Trump kepada para pemilihnya, khususnya di Amerika Selatan dan Midwest.
“Lima ratus tahun setelah reformasi, Trump telah mempresentasikan pendukung Protestannya dengan sebuah tambang emas. Di Washington dia telah mendirikan kerajaan Zionis-Protestan untuk Yerusalem”, tulisnya.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Deklarasi Trump adalah salah satu puncak misi Protestan untuk mewujudkan visi “Kembali ke Sion”, dengan bantuan orang-orang Yahudi.
Ofri Ilany menyebut Trump, kelanjutan dari Jenderal Edmund Allenby saat ‘menaklukkan’ Yerusalem 100 tahun lalu, pada bulan Desember 1917, dan tokoh di belakangnya, Arthur Balfour.
Balfour, yang kemudian diikuti Trump, saat itu ia Menteri Luar Negeri Britania Raya (Inggris), pada tanggal 2 November 1917 menyatakan Deklarasi Balfour, dan memberikannya kepada Lord Walter Rothschild, pemimpin Komunitas Yahudi Britania.
Tentu berbeda dengan Ortodhok Katolik Perancis dan negara-negara lainnya yang dekat dengan Alkitab, yang menentang kembalinya orang Yahudi ke tanahnya. Ini justru dianggap sebagai sebuah pemberontakan melawan hukum.
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Mentalitas Zionis
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menilai Presiden AS Donald Trump sebagai orang yang memiliki “mentalitas Zionis”, setelah mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
“Pemilik sebenarnya dari tanah ini, Yerusalem, adalah Palestina. Namun Trump rupanya menginginkan semuanya menjadi Israel, sebuah mentalitas Zionis,” kata Erdogan terang-terangan pada saat berbicara dalam forum pertemuan puncak Luar Biasa Organisasi Kerjasama Islam (OKI) di Istanbul, 13 Desember 2017.
“Nasib Yerusalem tidak bisa ditinggalkan di tangan sebuah negara yang sedang minum darah, memperluas perbatasannya dengan membunuh anak-anak, warga sipil dan wanita dengan kejam,” ujar Erdogan dengan tegas memperingatkan.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Dunia Islam diingatkan, dengan sikap terang-terangan AS yang hendak memindahkan Kedubesnya dari Tel Aviv ke Yerusalem yang diduduki, ini berarti hanya akan memperkuat pendudukan ilegal Israel atas kota tersebut.
Palestina dan Dunia Arab selama ini rupanya telah terlena, tertipu dan terselingkuhi di siang bolong, telah menyerahkan penengah perdamaiahn Palestina-Israel, di tangan AS.
Lingkaran Dalam
Langkah Trump tentu telah direkayasa sebelumnya oleh faksi Zionis yang berada di antara lingkaran dalam kepresidenan Trump. Terutama yaitu dua tokoh sentral yakni Wapres Michael Richard Mike Pence dan Penasihat Presiden, Jared Corey Kushner yang adalah juga mantunya Trump.
Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?
Mike Pence sebelumnya, sudah menjanjikan rencana AS untuk memindahkan Kedubesnya dari Tel Aviv ke Yerusalem. Tinggal tunggu waktu saja.
Ia pernah menyatakan saat berpidato dalam pertemuan Christians United for Israel (CUFI) di Washington, pada 17 Juli 2017 lalu, seperti dikutip dari CNN News.
Pence memang dikenal memiliki hubungan yang erat dengan organisasi Persatuan Kristen Pendukung Israel itu, dan telah berlangsung lama. Ia bekerjsama dengan CUFI sejak menjabat sebagai anggota Kongres dan ketika menjabat sebagai Gubernur Indiana. Saat itu ia bekerja sama melawan gerakan boikot, divestasi dan sanksi yang bertujuan memberikan tekanan terhadap Israel atas perlakuan mereka terhadap rakyat Palestina.
“Di bawah Presiden Donald Trump, AS berdiri bersama Israel, sekarang dan selamanya,” ujar Pence saat itu.
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Sebelum Pence berbicara, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah lebih dulu menjadi pembicara melalui jarak jauh (teleconference) dalam pertemuan tersebut. Netanyahu waktu itu fokus mendefinisikan Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel.
“Ibu Kota Israel adalah Yerusalem. Kedubes harusnya berada di Yerusalem. Saya tahu persis itu. Saya tahu Anda meyakini itu dan saya berterima kasih atas dukungannya,” ungkap Netanyahu, seperti dikutip Liputan 6.
Tokoh sentral lainnya di lingkaran Trump tidak lain adalah Jared Kushner, yang juga menantu Trump, suami dari Ivanka Trump.
Jared Corey Kushner, pria kelahiran tahun 1981 (usia 36 tahun), sejatinya adalah seorang investor, pengembang properti, dan pemilik bisnis penerbitan. Ia juga memiliki keahlian khusus bi bidang pengembangan strategi media digital.
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Dengan jaringan Observer Media dam New York Observer, ia pun masuk dalam jajaran Penasihat Senior Gedung Putih.
Keluarga Kushner sudah lama dikenal sebagai orang-orang yang telah memberikan sumbangan penting ke permukiman Israel, karena sangat pro-Israel.
Sebagai orang komunikasi media, dia menyimpulkan bahwa Kerajaan Arab Saudi adalah kunci untuk membuka seluruh kawasan Arab dalam program-program AS. Maka, tak heran belum setahun menjabat di Gedung Putih, ia sudah melakukan tiga kunjungan ke Arab Saudi. Sekali dia mengajak ayah mertuanya, Trump, untuk melakukan perjalanan luar biasa menemui Raja Salman dan pangeran mahkota, Mohammed bin Salman.
Ini adalah perubahan yang menakjubkan dalam hubungan AS-Arab Saudi. Meskipun kedua negara adalah sekutu dan memiliki hubungan kontroversial terkait Tragedi 9/11 di mana warga Arab Saudi yang menjadi aktor utamanya.
Baca Juga: Dentuman Perang Memisahkan Sepasang Calon Pengantin
Maka, terjadilah pertemuan itu, kunjungan Trump menemui Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud pada tanggal 20 Mei 2017. Termasuk Jared Kushner sang menantu tentu ada di dalam rombongan utama.
Bahkan saat itu, dalam acara resmi kenegaraan, Raja Salman menganugerahkan Medali Kehormatan Tertinggi kepada Trump. Pemerintah Arab Saudi menyatakan Trump dihormati atas upayanya untuk meningkatkan keamanan dan stabilitas di Timur Tengah dan di seluruh dunia.
Kehormatan serupa juga pernah diberikan Raja Salman kepada Presiden Rusia Vladimir Putin, Perdana Menteri Inggris Theresa May, dan pendahulu Trump, Barack Obama.
Secara simultan, Kushner pun berkeliling dan berbicara dengan putera Mahkota Saudi, Mohamed bin Salman, lalu mengunjungi Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Jerusalem dan berjumpa Presiden Palestina Mahmoudh Abbas.
Baca Juga: Bela Masjid Al-Aqsa Sepanjang Masa
Maka, media Israel pun menyebut Jared Kushner sebagai orang paling potensial untuk Israel (Potential Player on Israel) di AS.
Ron Dermer, Duta Besar Israel untuk Amerika Serikat, yang telah menjalin hubungan dekat dengan Kushner, pun memberikan pernyatannya.
“Tidak diragukan lagi bahwa dia membawa komitmen yang kuat untuk keamanan Israel dan masa depan Israel,” kata Dermer.
Masihkan Dipercaya?
Donald Trump terlihat tidak akan menarik pernyataannya soal Yerusalem sebagai ibukota Israel, dan soal rencana pemindahan Kedubesnya ke kota suci itu. Walaupun sebagian besar dunia mengucilkannya pada sidang umum PBB atas resolusi menolak Yerusalem ibukota Israel.
Mark Glenn, seorang penulis Amerika dan analis politik, pernah menyatakan pada Press TV, tentang analisisnya bahwa Trump akan terus dikendalikan Zionis Israel. Zionis Israel dapat saja melakukan apa saja, termasuk membunuhnya seperti ketika Presiden John F. Kennedy dibunuh, karenan menentang program senjata nuklir Tel Aviv.
Menurutnya, dan dunia juga tahu, semua poros berbagai kekuatan yang mengorganisir kepentingan Zionis Yahudi beroperasi di Amerika Serikat. Baik itu melalui jalur politik, kebijakan luar negeri, militer, ekonomi, dan semuanya.
“Semua dioperasikan untuk kepentingan Zionis Yahudi, “kata Glenn.
Jadi, kalau begitu, masihkah dunia pada umumnya dan orang-orang Arab pada khususnya, dan bangsa Palestina lebih khusus lagi, masih percaya pada Trump sebagai penengah perdamaian. Sementara ia dalam genggaman Zionis Israel.
Para wartawan dan aktivis HAM Mesir dalam aksi bersama menentang Trump beberapa waktu lalu mengingatkan para pendukung perjuangan bangsa Palestina, akan langkah-langkah Zionis pasca pernyataan Trump.
Mereka memprotes itu dan menuntut pemerintah Mesir dan negara-negara Arab untuk membekukan hubungan dengan Israel, mengusir duta besar Israel dan menutup kedutaannya.
Bukan malah seperti dalam beberapa bulan ini rame-rame negara-negara Arab membokiot rekannya sendiri sesama negara Arab, Qatar.
Mereka para jurnalis dan aktivis itu mengkritik negara-negara Arab, dan menyerukan, “Para pemimpin pengecut, pilih melawan atau berkhianat, jatuhkan setiap antek-antek Zionis.”
“Maaf Palestina, kami dikendalikan oleh Zionis,” sindir mereka.
Mereka juga menyerukan secara resmi untuk memboikot produk-produk AS sebagai protes atas keputusan itu.
Barulah dunia Arab dan Islam memiliki ‘bergaining position’ (posisi tawar) yang kuat terhadap AS dan Israel. (A/RS2/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)