Tunis, MINA – Tunisia menyatakan keprihatinan mendalam setelah pengumuman Amerika Serikat (AS) untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan itu berarti AS telah melanggar resolusi dan kesepakatan PBB.
Terlebih keinginan AS untuk memindahkan kedutaannya ke sana, pernyataan Kementerian Luar Negeri Tunisia beberapa saat setelah pengumuman Trump, Rabu (6/12).
“Ini merupakan pelanggaran mendasar atas situasi hukum dan historis kota tersebut serta melanggar resolusi dan kesepakatan PBB yang relevan antara pihak Palestina dan Israel,” bunyi pernyataan, seperti dilaporkan Quds Press.
Pernyataan pemerintah Tunisia menambahkan, “keputusan ini secara serius mengancam dan melemahkan dasar-dasar proses perdamaian dan upaya untuk melanjutkan perundingan perdamaian.”
Baca Juga: Lima Paramedis Tewas oleh Serangan Israel di Lebanon Selatan
Keputusan AS juga akan mendorong wilayah tersebut ke dalam situasi ketegangan dan ketidakstabilan, serta provokasi perasaan bangsa Arab dan Islam, mengingat Yerusalem adalah simbol wilayah dan dunia Islam.
Kemenlu Tunisia menegaskan kembali prinsip kokohnya asas yang mendukung perjuangan Palestina yang adil dan menyerukan kepada semua pihak dan masyarakat internasional untuk tidak mengambil langkah atau tindakan yang merupakan pengakuan terhadap penggabungan Israel atas Yerusalem.
“Yerusalem merupakan bagian integral dari wilayah Palestina yang diduduki sejak tahun 1967,” pernyataan menegaskan.
Pengalihan kedutaan adalah pengakuan AS atas legitimasi pendudukan Yerusalem.
Baca Juga: Militer Israel Akui Kekurangan Tentara dan Kewalahan Hadapi Gaza
Pada tahun 1995, Kongres AS mengeluarkan undang-undang yang mewajibkan presiden untuk memindahkan kedutaan negara tersebut ke Yerusalem dan mengakui kota tersebut sebagai ibukota terpadu pendudukan Israel.
Namun, undang-undang yang sama mengizinkan Presiden AS untuk menunda pelaksanaannya sesuai dengan kepentingan keamanan nasional AS pada risiko mengingat kepekaan subjek Yerusalem bagi orang Arab dan Muslim di seluruh dunia.
Presiden Amerika Serikat selama ini selalu menandatangani sebuah memorandum untuk menunda pelaksanaan undang-undang tersebut. (T/RS2/R01)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Netanyahu Akan Tetap Serang Lebanon Meski Ada Gencatan Senjata