Turki-Inggris Bahas Al-Quds

Perdana Menteri Theresa May (kanan) dan Presiden Turki Recep Tayyip (kiri) Foto: AA

Ankara, MINA – Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan Perdana Menteri Inggris Theresa May melakukan percakapan melalui telepon pada hari Senin (18/12) malam.

“Kedua pemimpin tersebut membahas perkembangan baru-baru ini di dan hubungan bilateral,” kata sumber kepresidenan Turki.

Erdogan dan May mengatakan ketegangan yang muncul di wilayah tersebut setelah presiden Amerika Serikat Donald Trump memberikan keputusan bahwa (Yerusalem) ibu kota Israel ini sangat mengkhawatirkan dunia Islam. Erdogan dan May menekankan bahwa solusi dua negara adalah jalur paling rasional untuk proses perdamaian.

Mereka juga berbicara tentang AS memveto draf Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) yang menolak keputusan Presiden Donald Trump untuk mengakui Al-Quds sebagai ibu kota Israel. Demikian Anadolu Agency melaporkan dikutip Mi’raj News Agency (MINA).

Mereka mengatakan ketegangan baru yang bisa membuat proses perdamaian di wilayah ini berisiko harus dihindari, ia menekankan peran masyarakat internasional.

Erdogan dan May juga menyoroti bahwa kedua negara senang dengan kerja sama yang membaik antara Inggris dan Turki, terutama di industri pertahanan.

Amerika Serikat pada Senin (18/12) memveto draf Resolusi DK PBB. Langkah tersebut dilakukan kurang dari dua minggu setelah Washington pindah untuk mengenali kota suci tersebut sebagai ibu kota Israel dan memulai proses untuk memindahkan kedutaannya dari Tel Aviv – kota tempat semua negara lain memiliki fasilitas diplomatik utama mereka.

Empat belas anggota dewan memilih resolusi yang dimediasi Mesir yang akan menuntut agar Donald Trump membalikkan putusan tersebut.

Turki pada hari Senin menyesalkan hak veto Uni Eropa atas resolusi PBB di Al-Quds, dengan mengatakan bahwa ini adalah indikasi “objektivitas”.

“Kami menyesalkan bahwa rancangan resolusi yang diajukan Palestina ke Dewan Keamanan PBB diveto dengan satu suara tanpa kecuali 14 suara,” kata sebuah pernyataan Kementerian Luar Negeri Turki.

Inggris, satu anggota tetap, memilih untuk menyetujui resolusi dewan tersebut, kata utusannya, karena hal itu sesuai dengan posisi London yang telah lama berdiri pada status Yerusalem.

“Pandangan kami adalah bahwa isu Al-Quds adalah masalah status akhir, bahwa Al-Quds harus menjadi ibu kota bersama untuk orang Israel dan Palestina, dan Kedutaan Besar Inggris, untuk saat ini, akan tetap berada di Tel Aviv,” kata Duta Besar Inggris untuk PBB, Matthew Rycroft kepada wartawan sebelum memberikan suara. (T/R03/RS3)

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.