Bangkok, MINA – Badan Pengungsi PBB (UNHCR) mendesak masyarakat internasional untuk tetap fokus pada penderitaan rohingya/">pengungsi Rohingya, di tengah krisis pendanaan dan kurangnya solusi jangka panjang agar mereka bisa kembali dengan selamat ke Myanmar, Selasa (17/10).
Hampir satu juta Muslim Rohingya melarikan diri dari tindakan keras yang dipimpin militer Myanmar dengan mayoritas penduduknya beragama Buddha, pada tahun 2017 dan sekarang tinggal di kamp-kamp di Bangladesh.
The New Arab melaporkan, Komisaris Tinggi UNHCR Filippo Grandi, menggambarkan pengungsian tersebut sebagai ‘kamp pengungsi kemanusiaan terbesar di dunia’, saat ia menjadi tuan rumah pertemuan dengan para pejabat tinggi di Bangkok mengenai masalah Rohingya, mencari janji dan dukungan dari pemerintah dan sektor swasta menjelang Forum Pengungsi Global pada bulan Desember.
Grandi mengatakan PBB hanya berhasil mendapatkan 42% dari $875,9 juta yang dibutuhkan untuk rohingya/">pengungsi Rohingya tahun ini, sehingga membuat dukungan jangka pendek bagi populasi pengungsi di kamp-kamp menjadi sulit.
Baca Juga: Inggris Hormati Putusan ICC, Belanda Siap Tangkap Netanyahu
“Penurunan bantuan kemanusiaan ini membuat upaya terus menerus, misalnya, memperbarui tempat penampungan menjadi lebih sulit,” kata Grandi.
“Anda harus menginvestasikan uang setiap saat dan jumlah uang tersebut semakin berkurang, sehingga kondisi sekarang mulai mengalami kemunduran,” tambahnya.
Grandi memuji Bangladesh atas kerja “ajaib” dalam memelihara kamp-kamp Rohingya, memberikan pendidikan bagi anak-anak Rohingya, dan mengatakan bahwa PBB saat ini sedang berdiskusi dengan Bangladesh mengenai izin para pengungsi untuk bekerja guna menunjang penghidupan mereka di kamp-kamp tersebut.
“Perbaikan situasi kemanusiaan di Myanmar, khususnya dalam meningkatkan hubungan antara komunitas Budha dan Muslim serta pembangunan ekonomi, sangat penting untuk memastikan kepulangan Rohingya dengan aman ke rumah mereka,” ucap Grandi.
Baca Juga: Guido Crosseto: Kami akan Tangkap Netanyahu Jika Berkunjung ke Italia
Myanmar berada di bawah kekuasaan militer sejak kudeta tahun 2021 dan junta tidak menunjukkan kecenderungan untuk menerima kembali warga Rohingya yang selama bertahun-tahun dianggap sebagai penyelundup asing di Myanmar, ditolak kewarganegaraannya serta menjadi sasaran pelecehan.
“Kudeta Myanmar juga telah memicu konflik dengan gerakan perlawanan dan kelompok etnis bersenjata di seluruh negeri yang menyebabkan lebih dari satu juta orang mengungsi,” kata PBB.
Ia mengatakan, negara-negara tetangga Myanmar dapat berbuat lebih banyak untuk menekan pemerintah militer mengenai masalah kemanusiaan.
“Mereka adalah tempat terbaik untuk menyampaikan pesan dan memastikan bahwa keprihatinan kemanusiaan didengar,” ujarnya.
Baca Juga: Militer Israel Akui Kekurangan Tentara dan Kewalahan Hadapi Gaza
“Masyarakat sangat menderita di Myanmar, tidak hanya warga Rohingya, dan mereka berhak mendapatkan masa depan yang lebih baik,” kata Grandi. (T/Mil/R7/RS2)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: ICC Keluarkan Surat Perintah Penangkapan Netanyahu dan Gallant