Oleh : Nur Rohim, S.Ag, M.S.I (Wali Jawa Tengah Utara)
الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَتْلُونَهُ حَقَّ تِلَاوَتِهِ أُولَٰئِكَ يُؤْمِنُونَ بِهِ ۗ وَمَن يَكْفُرْ بِهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ
“Orang-orang yang telah Kami berikan Al-kitab kepada mereka, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman kepadanya. Dan barang siapa yang ingkar kepadanya maka mereka itulah orang-orang yang rugi.” (QS. Al-Baqarah [2]: 121)
Sebagai seorang Muslim, bacaan harian yang tidak boleh ditinggalkan adalah Al-Qur’an. Di samping sebagai bacaan, ternyata Al-Qur’an ini sarat dengan berbagai kemuliaan sekaligus memuliakan pembacanya. Al-Qur’an bukanlah karya Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam sebagaimana dituduhkan orang-orang kafir yang tidak mampu berinteraksi dengannya, namun ia adalah Kalam Allah sebagai petunjuk bagi umat manusia dari kegelapan menuju terang-benderang.
Baca Juga: Masih Kencing Sambil Berdiri? Siksa Kubur Mengintai Anda
Al-Qur’an selalu sesuai dengan kepentingan zaman sebagai penawar dari segala bentuk dan macam penyakit, kapanpun dan di manapun sesuai dengan sifatnya mashalih fi kulli zaman wa makan ( مصالح فى كل زمان ومكان ). Meski ditantang dengan ilmu pengetahuan modern dengan tuntutan ilmiahnya, ia tetap memberikan solusi tanpa tertandingi.
Bahkan saat Al-Qur’an dinistakan oleh kuffar yang hendak memadamkan cahayanya karena ketidaksukaannya, ia justru memuliakan sahabat-sahabatnya untuk makin mendekat dengannya. Sebaliknya, para penghinanya akan dihinakan sendiri oleh seluruh makhluk-Nya sehingga mendapat siksaan di dunia dan akhirat.
Al-Qur’an selalu terjaga kesuciannya, ternyata Allah sendiri yang menjaganya karena manusia tidak mampu mengemban tugas seagung itu. Bahkan Al-Qur’an yang menjaga hamba-Nya yang mau berinteraksi dengannya. Allah SWT berfirman:
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
“Sesungguhnya Kami yang menurunkan Adz-Dzikr (Al-Qur’an) dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (Al-Hijr [15]: 9)
Baca Juga: [Hadits Arbain Ke-13] Mencintai Milik Orang Lain Seperti Mencintai Miliknya Sendiri
Ayat tersebut memberikan jaminan tentang kesucian dan kemurnian Al-Qur’an untuk selama-lamanya. Allah menggunakan redaksi “Innaa” yang bermakna kami dua kali, pada konteks “tanzil” (penurunan Al-Qur’an) dan “tahfizh” (penjagaan Al-Qur’an), serta redaksi “lahaafizhuun” menggunakan jamak mudzakar salim yang berarti jamak; seolah dilakukan bersama-sama.
Keseluruhan dari penggunaan berbagai kata ganti memiliki maksud yang sama, yaitu Allah. Penggunaan redaksi “Kami” atau yang sejenisnya menyiratkan pesan bahwa Allah hendak menunjukkan sifat Maha Sempurna-Nya. “Nun” ini disebut oleh para ‘alim sebagai “nun ‘adhamah” yang bertujuan untuk mengagungkan; li al-ta’dhim.
Namun dalam proses kehendak-Nya dalam menurunkan dan menjaga Al-Qur’an, Allah melibatkan makhluk sebagai “asbab” atau cara; proses. Artinya, dalam prosesnya Allah menakdirkan makhluk-Nya untuk “terlibat” di dalamnya. Namun bukan berarti yang menurunkan dan menjaganya itu makhluk karena tidak layak, hanyalah Allah semata secara hakiki sebagai penjaganya.
Dengan membuat sebagian hamba-Nya menghafal, mengkaji, mengamalkan dan mendakwahkannya itu menunjukkan cara Allah menjaga Al-Qur’an. Maka sungguh anugerah dan suatu kehormatan yang tiada tara bagi hamba-Nya yang Allah jadikan “asbab” terjaganya Al-Qur’an.
Baca Juga: Memilih Pemimpin dalam Islam
Di antara upaya yang perlu kita lakukan adalah dengan senantiasa membaca Al-Qur’an setiap harinya atau tadarus Al-Qur’an. Membaca Al-Qur’an sebaiknya dengan bacaan yang sebenarnya. Firman Allah:
الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَتْلُونَهُ حَقَّ تِلَاوَتِهِ أُولَٰئِكَ يُؤْمِنُونَ بِهِ ۗ وَمَن يَكْفُرْ بِهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ
“Orang-orang yang telah Kami berikan Al-kitab kepada mereka, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman kepadanya. Dan barang siapa yang ingkar kepadanya maka mereka itulah orang-orang yang rugi.” (QS. Al-Baqarah [2]: 121)
Membaca Al-Qur’an dengan bacaan yang sebenarnya ( يتلونه حق تلاوته ) melibatkan tiga komponen, yaitu dengan lisan, akal dan hati.
1.Lisan ( باللسان )
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-12] Tinggalkan yang Tidak Bermanfaat
Lisan mendapat bagian untuk membaca dengan menetapi hukum tajwid, makhrarij al-huruf maupun sifat-sifatnya karena setiap huruf memiliki hak untuk dibaca secara adil. Belajar membaca Al-Qur’an harus dibimbing oleh seorang guru (talaqi) tidak boleh belajar mandiri (otodidak). Guru Al-Qur’an yang terbaik adalah yang memiliki sanad yang sampai (nyambung) kepada Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam.
Perhatikanlah atsar sahabat berikut ini :
عبد الله بن مسعود رضي الله عنه : والذي نفسي بيده ، إن حق تلاوته : أن يحل حلاله ويحرم حرامه ، ويقرأه كما أنـزله الله ، ولا يحرف الكلم عن مواضعه ، ولا يتأول منه شيئا على غير تأويله
“Abdullah bin Mas’ud ra berpendapat: Demi Dzat yang diriku dalam kekuasaan-Nya, bacaan yang sebenarnya adalah menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram, membacanya sebagaimana Allah turunkan, tidak mengubah kalimat dari tempatnya, dan tidak menafsirinya di luar tafsir yang dimaksud.”
2. Akal ( بالعقل )
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-11] Ragu-ragu Mundur!
Tugas akal adalah memahami pesan yang terkandung di dalamnya, serta memetik ilmunya. Kajian tafsir Al-Qur’an, misalnya secara mufradat (arti per kata), asbabun nuzul, sampai dengan pendekatan nahwu shorof sebagai suatu wilayah yang harus dikaji.
Perhatikanlah hadis dan atsar berikut ini:
وقد روي هذا المعنى عن النبي صلى الله عليه وسلم : كان إذا مر بآية رحمة سأل , وإذا مر بآية عذاب تعوذ
“telah diriwayatkan makna (bacaan yang sebenarnya) ini dari Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam: jika melewati ayat yang mengandung rahmat hendaklah ia memohon (rahmat) dan jika melawati ayat yang mengandung siksa hendaklah ia berlindung darinya (siksa).”
وعن عمر بن الخطاب رضي الله عنه : هم الذين إذا مروا بآية رحمة سألوها من الله وإذا مروا بآية عذاب استعاذوا منها
“Diriwayatkan dari Umar bin Khatab ra : mereka (yang membaca dengan bacaan yang sebenarnya) adalah apabila melawati ayat yang mengandung rahmat, mereka memohon rahmat dari Allah dan apabila mereka melawati ayat yang mengandung azab, mereka berlindung darinya.”
Baca Juga: Enam Prinsip Pendidikan Islam
3. Hati ( بالقلب )
Hati bertugas menyelami khazanah iman dan menerima perintah maupun larangan yang terkandung di dalamnya. Beberapa atsar sahabat menjelaskan, antara lain:
قال عكرمة ” يتلونه حق تلاوته ” : يتبعونه حق اتباعه , باتباع الأمر والنهي , فيحللون حلاله ويحرمون حرامه , ويعملون بما تضمنه
“Ikrimah berkata bahwa membaca dengan bacaan yang sebenarnya adalah mengikuti Al-Qur’an dengan sebenar-benar mengikuti perintah dan larangan, menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram serta mengamalkan isi kandungannya.”
عن ابن عباس رضي الله عنه يتلونه حق تلاوته يتبعونه حق اتباعه
“Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra berkata bahwa membaca dengan bacaan yang sebenarnya adalah mengikuti Al-Qur’an dengan sebenar-benar mengikutinya.”
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-10] Makanan dari Rezeki yang Halal
Mari kita amalkan doa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam yang layak diamalkan agar Al-Qur’an menjadi belahan jiwa kita. Doa yang dimaksud adalah:
اللَّهُمَّ إِنِّي عَبْدُكَ ابْنُ عَبْدِكَ ابْنُ أَمَتِكَ نَاصِيَتِي بِيَدِكَ مَاضٍ فِـيَّ حُكْمُكَ عَدْلٌ فِـيَّ قَضَاؤُكَ، أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ، سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِي كِتَابِكَ أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَداً مِنْ خَلْقِكَ أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِي عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِيْعَ قَلْبِي وَنُوْرَ صَدْرِي وَجَلاَءَ حُزْنِي وَذَهَابَ هَمِّي
“Ya Allah, sesungguhnya aku adalah hamba-Mu, anak dari hamba-Mu, ubun-ubunku (nasib-ku) ada di tangan-Mu, telah lalu hukum-Mu atasku, adil ketetapan-Mu atasku, aku mohon kepada-Mu dengan perantara semua nama milik-Mu yang Engkau namakan sendiri, atau Engkau turunkan dalam kitab-Mu, atau Engkau ajarkan seseorang dari hamba-Mu, atau Engkau rahasiakan dalam ilmu ghaib disisi-Mu. Jadikanlah Al Qur’an sebagai penawar hatiku, cahaya dalam dadaku, penghapus dukaku dan pengusir keluh kesahku“.
Jika Al-Qur’an telah menjadi bagian hidup kita, mudah-mudahan kita telah menyambut seruan Imaamul Muslimin tentang terlaksananya hukum-hukum Allah di muka bumi. Hukum-hukum Allah itu direpresentasikan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah yang perlu terus dikaji. Hanya ulama’ yang mampu menjelaskanya secara ilmiah (shahih dan sharih) dengan otoritas keilmuannya. Disitulah tanggung jawab ‘ulama untuk menebarkan hukum-hukum Allah agar diperoleh nilai-nilai kemanfaatan.
Wa Allahu a’lam . . . (P004/R01)
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-9] Jalankan Semampunya
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat