Oleh : Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Kantor Berita MINA (Mi’raj News Agency), Pembina Sekolah Tahfidz DTI (Daarut Tarbiyah Indonesia)
Kalender Islam atau Kalender Hijriyah masih belum sepopuler Kalender Masehi. Kalender yang terpampang di ruang-ruang tamu atau di kantor-kantor, pada umumnya adalah Kalender Masehi. Kalender Hijriyah masih jarang dipasang.
Padahal kalau kita menyimak sejarah perjuangan peradaban Islam, penanggalan Kalender Hijriyah merupakan sunnah dari Khalifah Umar bin Khattab dalam penentuan agenda kerja dua belas bulan dalam setahun.
Baca Juga: Ini Doa Terbaik Dari Keluarga untuk Jamaah Yang Pulang Umrah
Khalifah Umar adalah salah satu dari Khalifah Rasyidin, yang kita diminta oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam untuk mengikuti sunnahnya.
Adapun sejarah Kalender Islam (Hijriyah) dihitung berdasarkan pada peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam beserta para sahabatnya dari Mekkah ke Madinah (waktu itu Yatsrib) memenuhi perintah Allah.
Adapun perputaran waktunya dihitung menurut perjalanan bulan, yaitu terbit dan tenggelamnya bulan ketika mengedari bumi yang lamanya 29 hari, 12 jam, 44 menit, 9 detik. Setiap bulan lamanya berselang-seling antara 29-30 hari.
Adapun urutan nama-nama dua belas bulan dalam Kalender Hijriyah tersebut meliputi : (1) Muharram (2) Shafar (3) Rabi’ul Awwal (4) Rabi’ul Akhir (5) Jumadil Awwal (6) Jumadil Akhir (7) Rajab (8) Sya’ban (9) Ramadhan (10) Syawal (11) Dzulqa’dah (12) Dzulhijjah.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-21] Tentang Istiqamah
Adapun urgensi Kalender Hijriyah adalah kepentingan ibadah kepada Allah. Umpamanya, dalam penentuan pelaksanaan puasa Ramadhan, yang diperhatikan adalah awal bulan Ramadhan dalam Kalender Hijriyah.
Demikian pula penetapan Hari Raya Idul Fitri berlandaskan pada awal bulan Syawal. Penetapan ‘Idul Adha 10 Dzulhijjah pun demikian. Pengamalan puasa Asyura pada tanggal 10 Muharram, puasa Arafah tanggal 9 Dzulhijjah, dan khutbah akhir Sya’ban, patokannya juga adalah Kalender Hijriyah.
Pergi haji ke tanah suci Mekkah al-Mukarramah pun patokannya pada bulan Dzulhijjah Kalender Hijriyah.
Peristiwa-peristiwa bersejarah yang seringkali diulang kembali peringatannya tiap tahun, pun menurut perhitungan Kalender Hijriyah. Sebut saja Peringatan Isra Mi’raj pada 27 Rajab, Nuzulul Quran 17 Ramadhan, dan Maulid Nabi pada 12 Rabiul Awwal.
Baca Juga: Makna Mubazir dalam Tafsir Al-Isra’ Ayat 27, Mengapa Pelaku Pemborosan Disebut Saudara Setan?
Mengenai bilangan bulan ini, Allah menyebutkan di dalam firman-Nya,
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ ۚ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ ۚ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً ۚ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ
Artinya : ”Sesungguhnya bilangan bulan di sisi (hukum) Allah ialah dua belas bulan (yang telah ditetapkan) dalam kitab Allah semasa Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan yang dihormati. Ketetapan yang demikian itu ialah agama yang betul lurus, maka janganlah bulan yang dihormati itu (dengan melanggar larangan-Nya). Dan perangilah kaum kafir musyrik seluruhnya sebagaimana mereka memerangi kamu seluruhnya. Dan ketahuilah sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa”. (Q.S. At-Taubah [9] : 36 ).
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menguraikan bulan-bulan itu di dalam hadits:
الزَّمَانُ قَدْ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللَّهُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ثَلَاثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ
Artinya : “Zaman (ini) telah bergulir sebagaimana keadaannya pada hari Allah Ta’ala menciptakan langit dan bumi, setahun itu dua belas bulan, di antaranya adalah empat bulan haram (suci), yang tiga (di antaranya) berurutan, (yaitu) Dzulqa’dah, Dzulhijjah dan Muharram, (sementara) Rajab Mudhar yang terletak di antara Jumada dan Sya’ban.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Baca Juga: [Hadits Arbain Ke-20] Malu Bagian dari Iman
Karena itu, dalam rangka beribadah kepada Allah dan demi syi’ar dakwah Islam, maka sudah saatnya kaum Muslimin di manapun berada untuk bersama-sama menggunakan Kalender Hijriyah dalam setiap kegiatannya. Atau paling tidak kalaupun mencantumkan tanggal Masehi, maka tanggal Hijriyahnya pun jangan sampai lupa.
Dalam pelaksanaan ta’lim, kegiatan tarbiyah, kalender di rumahnya, catatan di buku harian, dan dalam surat-menyurat, pun seyogyanya kita menggunakan tanggalan Islam ini. Minimal kalau menyebut tanggal Masehi, jangan lupa sebutkan tanggal Hijriyahnya, atau sebaliknya lebih baik, Hijriyahnya terlebih dahulu, baru kemudian Masehinya.
Para umara (pemimpin Muslimin), ulama, dan asatidz, pun seyogyanya mengagendakan penjelasan kepada umat, mustami’ dan pelajar akan makna dan peristiwa bersejarah pada hitungan Kalender Hijriyah tersebut.
Misalnya pada momentum Tahun Baru 1 Muharram 1442 ini, perlu kiranya pemberian penjelasan (ta’lim) tentang peristiwa Hijrah itu sendiri, baik di masjid, kelas, pemutaran film, penerbitan buku, acara pentas Hijriyah, dsb. Demikian pula keutamaan ibadah, seperti puasa Asysyura pada tanggal 10 Muharram.
Baca Juga: Malu Kepada Allah
Kaum muslimin juga hendaknya mengenalkan dan mengajarkan Kalender Hijriyah ini kepada anak-anak muslim. Sehingga dengan demikian lambat laun pemakaian kalender Hijriyah ini akan merata.
Dengan menggunakan Kalender Hijriyah yang diamanatkan pertama kali oleh Khalifah Umar bin Khattab, berarti kita menghargai sekaligus mentaati apa yang telah diputuskan oleh Khalifah serta para sahabat lainnya. Wallahu a’lam bishshawwab. (A/RS2/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-19] Jagalah Allah, Pasti Allah akan Menjagamu