Havana, MINA – Usai menimbulkan ketegangan bagi Amerika Serikat (AS), kapal perang Rusia yang berlayar ke pelabuhan Havana di Kuba meninggalkan negara kepulauan itu pada Senin (17/6) setelah kunjungan lima hari.
Dikutip dari Anadolu, Fregat Laksamana Gorshkov, kapal tunda penyelamat, kapal bahan bakar dan Kazan, kapal selam bertenaga nuklir, memasuki pelabuhan Havana pada Rabu pekan lalu untuk memberi hormat dengan 21 senjata.
Presiden Kuba Miguel Diaz-Canel mengunjungi fregat tersebut pada hari Ahad (16/6), yang mampu menembakkan rudal hipersonik dengan kecepatan lebih dari 6.000 mil (9.656 kilometer) per jam.
“Ini adalah ekspresi dari ikatan persahabatan, persaudaraan dan kerja sama yang solid dan bersejarah yang terjalin antara rakyat, pemerintah, dan Angkatan Bersenjata kita,” kata Presiden Kuba.
Baca Juga: Inggris Hormati Putusan ICC, Belanda Siap Tangkap Netanyahu
Kementerian Pertahanan Kuba dan AS mengatakan, kapal-kapal tersebut tidak mewakili “ancaman terhadap kawasan.” Namun, Pentagon mengirim kapal selam serangan cepat bertenaga nuklir ke pangkalan angkatan laut AS di Teluk Guantanamo, sekitar 500 mil (804 kilometer) tenggara dari tempat kapal-kapal Rusia berlabuh.
Para pejabat AS mengatakan mereka memantau dengan cermat kunjungan tersebut.
Wakil Menteri Luar Negeri Kuba Carlos Fernandez de Cossio mengatakan, pemerintah Kuba tidak setuju dengan kedatangan kapal selam AS.
“Kunjungan angkatan laut ke suatu negara biasanya merupakan hasil undangan, padahal kenyataannya tidak demikian,” kata Fernandez de Cossio.
Baca Juga: Guido Crosseto: Kami akan Tangkap Netanyahu Jika Berkunjung ke Italia
“Kami tidak menyukai kehadiran (kapal selam) di wilayah kami milik kekuatan yang mempertahankan kebijakan resmi dan praktis yang memusuhi Kuba,” tambahnya.
Baik Kuba maupun Rusia mengatakan, operasi tersebut “sesuai dengan sejarah hubungan persahabatan” antara kedua negara dan terjadi dalam “kerangka kerja sama internasional” yang terjalin di antara mereka.
Rusia dan Kuba telah lama menjadi sekutu. Namun, pengerahan kapal perang di perairan sekitar negara kepulauan tersebut dipandang sebagai unjuk kekuatan oleh Moskow.
Langkah Rusia ini terjadi pada saat hubungan antara Washington dan Moskow sedang sangat tegang, beberapa pekan setelah Presiden AS Joe Biden setuju untuk mengizinkan Ukraina menyerang wilayah Rusia menggunakan senjata Amerika. []
Baca Juga: Militer Israel Akui Kekurangan Tentara dan Kewalahan Hadapi Gaza
Mi’raj News Agency (MINA)