Jakarta, MINA – Ketua Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Bekasi, Wildan Hasan. menanggapi wacana penghapusan atau mereview materi perang di kurikulum Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) oleh Direktur Kurikulum Sarana Prasarana Kesiswaan dan Kelembagaan (KSKK) Madrasah Kementerian Agama.
Menurutnya, baik buruknya peristiwa di masa lampau adalah bagian dari fakta sejarah. Sejarah itu tidak melulu soal kebaikan dan kejayaan tapi juga keburukan dan keterpurukan.
“Kita harus jujur terhadap sejarah. Sejarah terjadi bukan untuk ditutup-tutupi tapi untuk dipelajari dan diambil ibrohnya, agar kebaikan dan kejayaan masa lampau bisa terulang dan terus berlanjut atau keburukan masa lampau tidak terulang kembali di masa depan,” kata Wildan, dalam pernyataan yang diterima MINA, Senin (16/9).
Ia menilai alasan yang dikemukakan Kemenag tidak objektif, bahwa umat Islam selalu dihubungkan dengan perang atau kekerasan, sama sekali tidak ada korelasinya dengan materi ajar perang di Mapel SKI.
Baca Juga: Program 100 Hari Kerja, Menteri Abdul Mu’ti Prioritaskan Kenaikan Gaji, Kesejahteraan Guru
“Tidak pernah ada sampai sekarang orang menuduh Islam suka berperang dan kekerasan akibat mereka baca buku SKI. Tuduhan Islam disebarkan dengan perang (kekerasan) adalah tuduhan yang sudah lama sekali sejak masa para orientalis melakukan kerja-kerja ‘intelektual’nya untuk melemahkan umat Islam,” jelasnya.
“Jadi semestinya Kementerian Agama tidak termakan oleh stigma yg dilakukan oleh pihak-pihak yang memang benci terhadap Islam,” tegasnya.
Ia melanjutkan, perang adalah sesuatu yang ‘jamak’ terjadi dalam kehidupan manusia. Seolah sudah menjadi keniscayaan salah satu bentuk konflik antar manusia adalah perang. Di semua peradaban bangsa dari zaman ke zaman dihiasi dengan adanya peperangan demi peperangan.
“Oleh karena itu yang harus dilakukan Kemenag bukan menghapus materi ajar soal perang karena itu fakta sejarah. Tapi tampilkan kisah perang itu dalam bentuk kisah hikmah. Kisahkan bagaimana adab berperang dalam Islam, apa motivasi perang dalam Islam, lalu apa saja hikmah yang bisa diambil dan lain sebagainya,” paparnya.
Baca Juga: Delegasi Indonesia Raih Peringkat III MTQ Internasional di Malaysia
Ia menambahkan, jika tidak dilakukan, seolah Kemenag beranggapan bahwa perang dalam sejarah Islam itu buruk dan tidak beradab.
“Lalu apakah Kemenag juga beranggapan bahwa Rasulullah, para Sahabat, Ulama dan umat Islam nusantara yang berjihad mengusir penjajah kafir, mereka semua berakhlak buruk dan tidak beradab karena berperang?,” ujarnya.
“Kemudian tidak ada korelasinya antara penghapusan materi ajar tentang perang dengan meningkatnya toleransi beragama. Karena kesimpulan itu perlu data dari hasil penelitian dan pengkajian, apakah ada data yang ditemukan bahwa karena ada materi ajar tentang perang, siswa muslim bersikap tidak toleran kepada siswa beragama lain?,” tambahnya. (L/R10/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Matahari Tepat di Katulistiwa 22 September