Surakarta, MINA – Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Zulfa Mustofa menegaskan Muhammadiyah merupakan kakak kandung PBNU.
Zulfa menyebut, Muhammadiyah didirikan pada tahun 1912, sedangkan NU pada tahun 1926. Sejak berdiri hingga saat ini, kedua Ormas Islam ini memiliki komitmen yang kuat untuk merawat serta membangun Indonesia menjadi negara yang berkeadaban.
”NU dan Muhammadiyah merupakan dua organisasi kemasyarakatan, sosial, budaya dan keagamaan yang konsen dalam dakwah sehingga memiliki kesamaan dalam membangun Indonesia,” ujar Zulfa saat bertemu Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof Abdul Mu’ti dalam acara Mata Najwa di Surakarta, Jawa Tengah, Kamis (10/11).
Seperti dikutip dari Muhammadiyah.or.id, Jumat (11/11/, acara Mata Najwa digelar untuk memeriahkan Muktamar Muhammadiyah-Aisyiyah ke-48 di Surakarta.
Baca Juga: Cuaca dan Kepadatan Ekstrem, Jamaah Diminta Waspada untuk Puncak Haji
Zulfa menambahkan, pendiri Muhammadiyah dan NU yakni KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asyari memiliki sanad keilmuan yang sama.
Keduanya merupakan murid dari seorang ulama besar asal Nusantara yaitu Syaikh Nawawi Al Bantani. Hal ini semakin memperkuat tali persaudaraan antar kedua Ormas Islam ini.
Jika Zulfa menganggap Muhammadiyah sebagai kakak kandung, Mu’ti mengatakan bahwa NU merupakan adik bongsor.
Pasalnya, kata Mu’ti, meski Muhammadiyah lebih dulu lahir, populasi jamaah NU lebih banyak dari Muhammadiyah.
Baca Juga: Layanan Istimewa untuk Jamaah Haji Berkursi Roda di Jeddah
Hal tersebut salah satu indikasinya dibuktikan dengan banyaknya kader-kader NU yang kuliah di kampus Muhammadiyah.
“Bagi kami NU ini adik bongsor, karena pengikutnya lebih banyak,” ucapnya yang kemudian disambut dengan gemuruh tawa dan tepuk tangan dari penonton.
Muti menambahkan, Muhammadiyah dan NU mampu menjaga kerukunan, yaitu kesadaran dalam menjaga keutuhan bangsa Indonesia.
“Yang membuat Muhammadiyah dan NU semakin rukun. Pertama, kita memiliki kesadaran atas nilai yang sama. Kedua, bersedia mengadopsi nilai yang diperlukan agar kita dapat hidup berdampingan dengan damai, Nilai toleransi dan kebangsaan adalah bentuk adopsi yang kita lakukan,” kata Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah ini. (R/R5/P2)
Baca Juga: Jelang Puncak Haji, Ribuan Jemaah Indonesia di Saudi Terserang ISPA
Mi’raj News Agency (MINA)