Jakarta, 2 Rabi’ul Awwal 1435/3 Januari 2014 (MINA) – Wakil Menteri Agama Nasaruddin Umar mengatakan, pencantuman agama dalam e-KTP penting, misalnya untuk pelayanan masyarakat (kelahiran, pernikahan, kematian) dan pemberian remisi pada hari-hari raya agama bagi narapidana penganut agama yang merayakan hari raya-nya masing-masing.
“Pencantuman agama dalam e-KTP perlu dimunculkan, tetapi itu bukan dimaksudkan sebagai tindakan diskriminasi bagi agama-agama di luar Islam, Katholik, Protestan, Hindu, Buddha dan Konghucu,” kata Wamenag kepada pers seusai upacara peringatan Hari Amal Bhakti (HAB) Kementerian Agama ke-68 di Jakarta, Jumat (03/01), sebagaimana dilaporkan portal resmi Kemenag.
Menurut Umar, penghapusan kolom agama dalam e-KTP lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya. Dari sisi undang-undang perkawinan saja misalnya, jika seorang muslim tidak mengetahui agama yang dianut calon pasangannya kemudian menikah, perkawinannya menurut fikih tidak sah. Bahkan anak yang lahir dari buah perkawinan itu disebut “anak zina”, tegasnya.
Jika dipaksakan tidak mencantumkan agama dalam e-KTP, menurut Umar, bisa menabrak aturan dan undang-undang lainnya. Belum lagi terkait masalah hak perlindungan dan hak asuh anak. Seorang anak muslim harus diasuh oleh keluarga yang menganut agama yang sama.
Baca Juga: Menteri Yusril Sebut ada Tiga Negara Minta Transfer Napi
Belum lama ini Rancangan Undang-Undang Administrasi Kependudukan (RUU Adminduk) disetujui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menjadi UU Adminduk dalam rapat paripurna pada 26 November 2013. UU tersebut merupakan revisi dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Adminduk.
Meski sudah disetujui dewan, polemik atas pencantuman agama dalam e-KTP masih mengemuka. Dalam UU Adminduk disebutkan setiap warga harus memilih dan mencantumkan agama yang diakui pemerintah. Agama yang diakui pemerintah, menurut Kementerian Agama adalah Islam, Kristen, Protestan, Hindu, Buddha, dan Konghuchu.
Umar menambahkan, pencantuman agama dalam e-KTP jangan dimaknai sebagai menghalangi warga untuk melaksanakan agama dan ibadahnya. Justru jika dihilangkan bisa menimbulkan kekacauan hukum, hak orang lain diabaikan.
Senada dengan itu, Sekjen Kementerian Agama Bahrul Hayat menyatakan, justru dengan mencantumkan agama dalam e-KTP fungsi pelayanan agama dari pemerintah dapat maksimal. Khususnya bagi umat Islam, seperti dalam mengurus perkawinan, kelahiran dan kematian. Termasuk pula bagi pemerintah ketika memberikan remisi bagi narapidana, yang biasanya diberikan saat hari besar agama, seperti Idul Fitri dan Natal.
Baca Juga: ICMI Punya Ruang Bentuk Kader-kader Indonesia Emas 2045
Kepala Pusat Informasi Masyarakat Kementerian Agama, Zubaidi menambahkan, Kementerian Agama tidak akan memberikan hak istimewa ataupun memperlakukan diskriminasi dalam memberi pelayanan terhadap pemeluk agama seperti yang tertera dalam kolom e-KTP. “Setiap pemeluk agama di Tanah Air bebas melaksanakan dan mengamalkan agama yang dianutnya masing-masing,” kata Zubaidi.(T/P03/IR)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Antisipasi Kerawanan Pangan, Wamendes PDT Wacanakan Satu Provinsi Satu Desa ICMI