Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

WAMENAG: TINGKATKAN PROGRAM PEMBEKALAN REMAJA USIA NIKAH

Admin - Sabtu, 17 Agustus 2013 - 11:56 WIB

Sabtu, 17 Agustus 2013 - 11:56 WIB

557 Views ㅤ

Jakarta, 11 Syawal 1434/18 Agustus 2013 (MINA) – Wakil Menteri Agama, Nasaruddin Umar prihatin dengan tingginya angka perceraian. Oleh karenanya, Wamenag meminta agar program pembekalan remaja usia nikah terus ditingkatkan.

“Untuk menekan terjadinya kasus perceraian, perlu  antisipasi cermat. Upaya pembekalan kepada remaja usia nikah harus terus diberikan secara arif dan bijak,” tegas Nasarudin Umar seperti dilaporkan situs Menag yang dilansir Mi’raj News Agency (MINA), Sabtu (17/8).

Angka perceraian hingga saat ini terbilang tinggi. Menurut data Peradilan Agama (PA), pada tahun 2010, secara nasional angka perceraian mencapai 314.354 tingkat pertama.

Dari jumlah tersebut, yang masuk bidang perceraian mencapai 284.379 perkara. “Cerai gugat sangat mendominasi karena mencapai 190.280 kasus, sedang cerai talak mencapai 94.009 kasus,” jelas Nasaruddin Umar.

Baca Juga: Workshop Kemandirian untuk Penyandang Disabilitas Dorong Ciptakan Peluang Usaha Mandiri

Menurutnya, salah satu akar penyebab perceraian terbesar adalah rendahnya pengetahuan dan kemampuan suami isteri mengelola dan mengatasi berbagai permasalahan rumah tangga.

Hampir 80 persen dari jumlah kasus perceraian, terjadi pada perkawinan di bawah usia lima tahun.

“Ketidakmampuan pasangan suami isteri menghadapi kenyataan hidup yang sesungguhnya, mengakibatkan mereka kerap menemui kesulitan dalam melakukan penyesuaian atas berbagai permasalahan di usia perkawinan yang masih “dini”,” ungkapnya.

Sehingga akibat hal tersebut, lanjut Nasarudin Umar, perselisihan sulit diselesaikan secara domistik di internal keluarga. Tidak jarang intensitas perselisihan justru meningkat dan ironisnya, drama pertengkaran suami-isteri tersebut acap kali disaksikan secara langsung oleh anak-anak.

Baca Juga: Update Bencana Sukabumi:  Pemerintah Siapkan Pos Pengungsian

Pada tingkat tertentu, tandas Nasaruddin Umar, ia menambahkan media terkadang juga ikut andil dalam persoalan rumah tangga para publik figur.

Dia khawatir fenomena yang tidak sehat ini lama-kelamaan akan menggeser dari norma dan cara pandang masyarakat terhadap institusi perkawinan ke arah negatif. Akibatnya, masyarakat tidak lagi memandang perkawinan sebagai suatu lembaga yang seharusnya dipertahankan keutuhannya.

“Pertengkaran kecil suami-isteri bukan lagi antara “bumbu” dan “bunga” perkawinan yang dapat menambah instensitas kemesraan, manakala hilangnya kemesraan memperbaikan kembali,” ujar Wamenag.

Selain itu, tambah Nasaruddin Umar, pertengkaran karena masalah “kecil” pun dapat menjelma menjadi percekcokan hebat. Di beberapa kasus, hal itu bahkan menjadi “entry point” untuk melakukan perselingkuhan, dan tindakan kekerasan dalam rumah tangga.

Baca Juga: PSSI Anggarkan Rp665 M untuk Program 2025

Yang dikhawatirkan lagi adalah ketika perceraian kemudian tidak lagi dinilai sebagai aib keluarga, tapi dianggap kewajaran, sebagai solusi sah pemecahan masalah rumah tangga. “Upaya pembekalan kepada remaja usia nikah, harus terus diberikan secara arif dan bijak,” ujar Nasaruddin Umar. (T/P012/P02)

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Naik 6,5 Persen, UMP Jakarta 2025 Sebesar Rp5,3 Juta

Rekomendasi untuk Anda