Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Warga Muslim Tatar Krimea Juga Jadi Sasaran Aksi Rusia di Ukraina

Rudi Hendrik - Ahad, 13 Maret 2022 - 19:40 WIB

Ahad, 13 Maret 2022 - 19:40 WIB

10 Views

Etnis Tatar yang terdepak dari Krimea menuntut keadilan. (Foto/EPA)

Pada pukul 6 pagi pada hari Kamis, 10 Maret 2022, tujuh tentara Rusia menggerebek rumah Leila Ibragimova di Melitopol di tenggara Ukraina.

Ibragimova adalah seorang etnis Tatar Krimea. Ia tokoh terkenal di kota yang telah jatuh di bawah kendali tentara Rusia itu, setelah invasi Rusia ke Ukraina.  Ia juga seorang wakil Dewan Regional Zaporizhzhia dan Direktur Museum Kota Melitopol.

Ibragimova telah menjadi pendukung kuat untuk konstituennya, termasuk penduduk lokal sekitar 12.000 orang Tatar Krimea – sebuah kelompok Muslim yang berasal dari dekat Krimea, wilayah yang dianeksasi Rusia pada 2014.

Para prajurit itu dilaporkan meletakkan tas di atas kepala Ibragimova dan memaksanya masuk ke dalam mobil, berkeliling sebentar sebelum mereka membawanya ke lokasi yang tidak diketahui untuk diinterogasi.

Baca Juga: ICC Perintahkan Tangkap Netanyahu, Yordania: Siap Laksanakan

Mereka bertanya kepadanya tentang Azad, sebuah organisasi Tatar Krimea lokal, serta nama dan alamat para aktivis di daerahnya. Ibragimova menolak memberikan informasi apa pun kepada orang-orang itu. Ia mengatakan kepada tentara Rusia bahwa tindakan mereka ilegal. Ini masih Ukraina, katanya, dan hukum Rusia tidak berlaku.

Ibragimova dibebaskan hari itu dan pasukan pendudukan Rusia memutuskan untuk tidak mengajukan tuntutan apa pun terhadapnya.

“Tujuan penahanan adalah untuk mengancam Ibragimova, mendapatkan informasi paling banyak tentang kontaknya, dan mengidentifikasi orang dan organisasi yang harus menjadi target pasukan Rusia selanjutnya. Ini adalah metode terkenal dari badan keamanan Rusia. Mereka telah melakukan hal yang sama di Krimea sejak 2014,” kata Nedim Useinow, seorang ilmuwan politik di fakultas Islam Eropa, Universitas Warsawa, kepada Al Jazeera.

Useinow mengatakan, rencana Rusia tampaknya merebut wilayah yang memungkinkannya untuk secara permanen memotong akses Ukraina ke laut, dan menghubungkan wilayah Donetsk dan Luhansk yang memisahkan diri dengan daratan Rusia dan Krimea.

Baca Juga: Iran dan Arab Saudi Tegaskan Komitmen Perkuat Hubungan di Bawah Mediasi Tiongkok

“Mereka juga ingin mengamankan akses air dari Sungai Dnipro karena mereka masih belum menyelesaikan masalah kelangkaan air di Krimea,” katanya. “Mereka juga mulai membawa beberapa kolaborator Tatar Krimea untuk mengorganisir agitasi di wilayah Kherson.”

Pria Tatar Krimea menunggu awal salat Jumat di sebuah masjid di Sary-Su, Krimea. [File: Alexander Zemlanichenko/AP Photo]

Penganiayaan terhadap aktivis

Melihat lebih dekat pada kebijakan Rusia di Krimea yang dicaplok terhadap warga Tatar dapat memberikan indikasi tentang apa yang dapat terjadi dengan para aktivis, pejabat, dan pemimpin masyarakat di wilayah Ukraina selatan lainnya yang baru-baru ini berada di bawah kendali Rusia, kata para analis.

“Situasi Tatar Krimea di Krimea telah sulit sejak awal pendudukan. Rusia telah menganiaya semua aktivis yang menentang pendudukan dan pembersihan terorganisir,” Lenur Kerymov dari Yayasan Hak Asasi Manusia Polandia Helsinki mengatakan kepada Al Jazeera.

Baca Juga: Kemlu Yordania: Pengeboman Sekolah UNRWA Pelanggaran terhadap Hukum Internasional

Namun, para analis mengatakan, penangkapan itu dapat memberikan wawasan tentang rencana jangka panjang Rusia ketika datang ke wilayah yang dikuasainya dalam dua pekan terakhir, dan taktik yang mungkin digunakan untuk mencapainya.

“Hingga saat ini, sekitar 20 orang hilang di Krimea. Mereka diculik oleh petugas keamanan dan kemungkinan besar mereka tewas. Hal ini sangat mempengaruhi moral masyarakat. Kebijakan Rusia terhadap Tatar Krimea adalah kebijakan terror,” kata Kerymov.

Analis mengatakan bahwa di saat penindasan Tatar Krimea sebagian disebabkan oleh agama yang mereka anut, itu juga karena banyak masyarakat telah memprotes pencaplokan Rusia dan mengkritiknya di media.

Selama delapan tahun terakhir kehadiran Rusia di Krimea, rumah para aktivis telah digeledah, hampir semua media independen Tatar Krimea ditutup, dan jurnalis lokal dipaksa untuk pergi atau mengubah fokus mereka dari politik ke hiburan. Ada sensor penuh dari media lokal.

Baca Juga: Parlemen Arab Minta Dunia Internasional Terus Beri Dukungan untuk Palestina

Politik Russifikasi juga telah berlangsung dengan kekuatan penuh. Sementara di atas kertas Krimea memiliki tiga bahasa resmi, yaitu Rusia, Tatar Krimea dan Ukraina, para aktivis dan pakar lokal mengatakan bahwa sekolah-sekolah dilarang mengajar dalam bahasa Tatar Krimea dan Ukraina.

Kerymov mengatakan, kebijakan itu bertujuan menghapus semua jejak identitas dan budaya Tatar dan menggagalkan setiap gerakan sipil.

“Ada lebih dari 100 Tatar Krimea yang kami anggap sebagai tahanan hati nurani di penjara Rusia dengan hukuman penjara yang lama. Mayoritas dari orang-orang ini adalah Muslim yang religius,” kata Kerymov.

Rusia mengklaim bahwa mereka adalah anggota Hizbut Tahrir [partai politik Islam], yang dilarang di Rusia. Di Ukraina, partai itu legal dan tidak ada bukti bahwa anggota mereka di Ukraina atau Krimea terkait dengan kegiatan kriminal, terorisme, atau ekstremisme. Ini hanyalah orang-orang yang percaya secara berbeda.”

Baca Juga: Ribuan Warga Yordania Tolak Pembubaran UNRWA

Dalam beberapa kasus, orang dipenjara hanya karena memiliki Al-Quran, kata Kerymov.

Prediksi Kerymov tentang apa yang mungkin terjadi selanjutnya di wilayah yang baru diduduki Ukraina jauh dari optimis.

“Semua aktivis dan orang-orang yang bisa memimpin protes massa akan diancam, akan ada penjara. Saya berharap tidak akan ada pembunuhan, tetapi kita harus bersiap untuk itu juga,” katanya.

“Ini adalah metode khas yang digunakan Rusia untuk menghukum dan mengancam penduduk lokal.” (AT/RI-1/P1)

Baca Juga: Wasekjen MUI Ingatkan Generasi Muda Islam Tak Ikuti Paham Agnostik

 

Sumber: Tulisan Agnieszka Pikulicka-Wilczewska di Al Jazeera

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Iran: Referendum Nasional Satu-satunya Solusi Demokratis bagi Palestina

Rekomendasi untuk Anda

Internasional
Eropa
Asia
Palestina
Internasional