Sittwe, MINA – Seorang warga Muslim Rohingya yang selamat dari serangan terhadap desanya, mengungkapkan bahwa tentara Myanmar membakar rumah-rumah mereka, menewaskan sekitar 100 warga sipil dan menuduh mereka sebagai “teroris Bengali”.
Pemerintah dan warga Buddha Myanmar menamai warga Muslim Rohingya dengan nama Bengali, sebagai tanda bahwa warga minoritas itu adalah imigran asal Bangladesh, meski fakta sejarah mengungkapkan bahwa etnis Rohingya sudah berabad-abad tinggal di Rakhine.
“Militer datang ke desa kami dan mulai menembaki kami pada tanggal 26 Agustus 2017. Kami semua berlari untuk menyelamatkan hidup kami. Kemudian, tentara membakar rumah kita,” kata seorang guru sekolah menengah bernama U Maung Ni dari ThihoKyun, Maungdaw Utara kepada Arakan Times pada Senin (28/8) yang dikutip MINA.
Ia mengatakan, rezim Myanmar telah memberi label kepada mereka sebagai “teroris Bengali” sejak tahun 1990.
Baca Juga: Putin Punya Kebijakan Baru, Hapus Utang Warganya yang Ikut Perang
“Kami bukan teroris. Kami adalah korban Genosida sejak tahun 1990. Saya mengutuk serangan gerilyawan ARSA (Tentara Keselamatan Arakan Rohingya) di Pos Penjaga Perbatasan pada 9 Oktober 2016,” katanya.
Alih-alih menemukan penyerang, Maung Ni menambahkan, penjaga militer dan perbatasan hanya menargetkan warga sipil pada bulan Oktober, November dan Desember.
Ia mengisahkan, pada bulan November, militan ARSA datang ke desanya, memaksa penduduk desa menyiapkan makanan untuk mereka.
Seorang warga menginformasikan kepada militer tentang militan tersebut. Ketika tentara datang, mereka justru menangkap orang-orang yang memberi makan militan, karena militan telah pergi lebih dahulu.
Baca Juga: Jadi Buronan ICC, Kanada Siap Tangkap Netanyahu dan Gallant
“Kini, ARSA kembali menyerang pos polisi. Meski kami tidak mendukung mereka, kami menjadi sasaran militer. Mengapa? Kami bukan teroris. Kami adalah korban genosida,” tegasnya. (T/RI-1/RI-1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Rusia Serang Ukraina Pakai Rudal Korea Utara