Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Yahya Jammeh Pemimpin Dari Kudeta Tanpa Darah

Rudi Hendrik - Senin, 14 Desember 2015 - 20:56 WIB

Senin, 14 Desember 2015 - 20:56 WIB

1017 Views

Presiden Gambia Yahya Jammeh mengangkat sebuah kitab Al-Quran di depan tentaranya. (Reuters)
<a href=

YAHYA JAMMEH 2" width="348" height="230" /> Presiden Gambia Yahya Jammeh. (Foto: dok.Okayafrica.com)

Oleh Rudi Hendrik, wartawan Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Nama panjangnya adalah Yahya Abdul Aziz Jemus Junkung Jammeh. Kini ia adalah Presiden Gambia yang memakai nama singkat Yahya Jammeh.

Baru-baru ini, pemimpin yang menduduki kekuasaan dengan cara kudeta militer pada 1994 itu menjadi pusat pujian kalangan Islam dan mendapat kritikan dari oposisi politik Gambia dan negara-negara Barat. Hal itu disebabkan, secara sepihak Jammeh mendeklarasikan negara yang dipimpinnya sebagai Republik Islam.

Ketika isu penderitaan Muslim Rohingya di Asia Tenggara, khususnya di Myanmar, menyulut reaksi dunia internasional, Jammeh adalah salah satu pemimpin yang dengan terbuka seratus persen siap menampung pengungsi Muslim Rohingya.

Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa

Ketika pangkatnya sebagai perwira tentara muda, pria kelahiran 25 Mei 1965 itu memimpin kudeta militer pada 1994. Selanjutnya ia terpilih sebagai presiden pada 1996, selanjutnya terpilih kembali pada 2001, 2006, dan 2011.

Karir militer Jammeh bermula saat ia bergabung dengan Tentara Nasional Gambia pada 1984. Pada 1989 ia berpangkat letnan dan pada 1992 menjadi Komandan Polisi Militer Gambia.

Jammeh menerima pelatihan militer yang luas di negara tetangga Senegal dan di Sekolah Angkatan Darat Amerika Serikat.

Kudeta Tanpa Darah

Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat

Pada tanggal 22 Juli 1994, sekelompok perwira muda di Tentara Nasional Gambia merebut kekuasaan dari Presiden Sir Dawda Jawara dalam kudeta militer dengan mengambil kendali fasilitas kunci di ibukota Banjul.

kudeta berlangsung tanpa pertumpahan darah dan sangat sedikit adanya perlawanan. Kelompok militer ini menamakan dirinya sebagai Angkatan Bersenjata Dewan Hukum Sementara (AFPRC) dengan Jammeh (29 tahun) sebagai pemimpinnya.

AFPRC kemudian membekukan konstitusi, menyegel perbatasan, dan memberlakukan jam malam.

Pemerintahan sementara yang dipimpin Jammeh telah mengutuk korupsi dan kurangnya demokrasi di bawah rezim Jawara. Di bawah pimpinannya, personil militer telah puas dengan gaji mereka, kondisi hidup, dan prospek untuk promosi.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat

Jammeh lalu mendirikan Aliansi untuk Reorientasi Patriotik dan Konstruksi sebagai partai politiknya. Dia terpilih sebagai presiden pada pemilu September 1996, tapi pengamat asing tidak menganggap pemilu itu bebas dan adil.

Sebuah upaya kudeta terhadap Jammeh dilaporkan berhasil digagalkan pada 21 Maret 2006.

Kepala Staf Angkatan Darat Kolonel Ndure Cham yang diduga pemimpin plot, dikabarkan melarikan diri ke negara tetangga Senegal, sementara terduga anggota komplotan lainnya ditangkap. Pada April 2007, sepuluh mantan perwira dituduh terlibat dan diberikan hukuman penjara.

Presiden Jammeh sama seperti mayoritas warga Gambia lainnya yang mempraktekkan Islam.

Baca Juga: Tertib dan Terpimpin

Pada Juli 2010, Jammeh menekankan bahwa manusia harus percaya pada Tuhan.

“Jika Anda tidak percaya pada Tuhan, Anda tidak pernah bisa berterima kasih kepada manusia dan Anda bahkan lebih rendah dari babi,” kata Jammeh.

Pada tahun 2011 ia mengatakan kepada BBC, “Saya akan memberi kepada rakyat Gambia dan jika saya harus memerintah negara ini selama satu miliar tahun, saya akan lakukan, jika Allah mengatakan demikian.”

Pada hari Sabtu 12 Desember 2015, Presiden Jammeh mendeklarasikan negara berpenduduk mayoritas Muslim itu sebagai sebuah Republik Islam.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat

Presiden Jammeh mengatakan kepada televisi nasional bahwa proklamasi itu sejalan dengan “identitas dan nilai-nilai agama” Gambia. Dia menambahkan bahwa akan ada aturan berpakaian bagi Muslim dan warga agama lain akan diizinkan secara bebas. (T/P001/R02)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?

Rekomendasi untuk Anda

Kolom
Kolom
Khadijah