DI SEBUAH sudut Astoria, Queens, suara-suara riuh warga yang berbaur dalam puluhan bahasa adalah pemandangan sehari-hari. Di kawasan inilah Zohran Kwame Mamdani tumbuh, mendengar kisah-kisah perjuangan para imigran, menyaksikan kota besar yang tak pernah tidur tetapi kerap lupa pada suara rakyat kecil.
Kini, sejarah mencatat nama Mamdani sebagai salah satu figur paling segar dalam politik Amerika Serikat. Putra imigran Muslim itu memahat tonggak baru setelah terpilih memimpin New York City, kota kosmopolitan yang kerap disebut miniatur dunia.
Kisahnya bukan sekadar tentang kemenangan politik; ia adalah potret harapan, tentang bagaimana keberanian anak muda dan suara minoritas dapat mengubah panggung global.
Zohran lahir di Kampala, Uganda, sebelum keluarganya memilih Amerika Serikat sebagai rumah baru. Ayahnya seorang intelektual politik, ibunya sutradara film ternama. Lingkungan akademik dan seni melingkupinya sejak kecil, namun yang melekat justru nilai-nilai kesetaraan, keadilan, dan keberanian bicara.
Baca Juga: Mengenal Sosok Hemedti Komandan RSF dan Sudan yang Terbelah
Saat remaja, ia menyaksikan orang-orang yang bekerja keras tetap sulit membayar sewa rumah. Ketidakadilan ekonomi bukan sekadar angka baginya, tapi wajah-wajah yang ia temui setiap hari di Queens.
Dari situ kesadarannya tumbuh: politik bukan sekadar kursi kekuasaan, melainkan ruang untuk memperjuangkan martabat manusia.
Jejak Perjuangan di Kerasnya Politik Amerika
Karier politiknya dimulai dari garis depan advokasi sosial. Sebelum berkantor di gedung legislatif, Zohran bekerja mendampingi warga yang nyaris kehilangan tempat tinggal karena krisis ekonomi. Pengalaman itu menjadi fondasi empati sekaligus bahan bakar aktivismenya.
Baca Juga: Hassan al-Turabi Pemikir Kontroversial dari Sudan
Pada 2020 ia mengejutkan banyak pihak: menumbangkan petahana dalam pemilihan anggota Assembly New York dari Distrik 36. Sejak saat itu, Mamdani menjelma suara lantang bagi isu-isu rakyat pekerja—perumahan, transportasi publik, hingga kesejahteraan keluarga kelas menengah bawah.
Mamadani bukan politisi biasa. Ia menolak politik basa-basi, lebih memilih turun ke jalan, memimpin kampanye bus gratis, memperjuangkan pembekuan sewa, hingga menegaskan posisi mendukung komunitas minoritas dan imigran.
Kemenangan yang Menggema hingga Dunia Islam
Kemenangan Zohran di New York tak hanya menjadi headline media Amerika. Bagi komunitas Muslim global—termasuk Indonesia, ia adalah simbol. Bukan karena agamanya semata, tetapi karena ia membuktikan bahwa generasi Muslim muda bisa berdiri di panggung demokrasi modern tanpa kehilangan identitas, sembari memperjuangkan nilai universal: keadilan sosial.
Baca Juga: Sunan Drajat: Dakwah Kasih Sayang yang Menyentuh Hati
Ia menunjukkan bahwa menjadi Muslim bukan penghalang untuk memimpin kota paling plural di dunia, justru menjadi modal moral.
Dalam banyak kesempatan, Mamdani menyampaikan pesan sederhana namun tegas: warga harus mampu hidup layak, membayar sewa, membesarkan anak, naik transportasi publik yang terjangkau. Politik yang ia usung punya sisi emosional kuat: ia bicara tentang kebutuhan dasar manusia, bukan statistik kampanye.
Di balik gaya komunikasinya yang lugas, Zohran menghadirkan harapan baru: bahwa politik dapat kembali dimaknai sebagai alat kepedulian, bukan sekadar perebutan kekuasaan.
Babak Baru Peran Muslim di Barat
Baca Juga: Tiga Ulama, Satu Napas Keilmuan Pesantren Lirboyo
Perjalanan Zohran adalah cermin tentang perubahan zaman. Generasi imigran yang dulu hanya bermimpi tentang kursi perwakilan kini memimpin kota global. Ia tampil dengan identitas Muslim yang tidak defensif, tidak apologetik—melainkan percaya diri, modern, progresif, dan berakar pada nilai moral universal.
Di tengah meningkatnya Islamofobia dan politik polarisasi, kisah Mamdani menjadi pengingat: suara keberagaman tidak bisa dibungkam, justru semakin menguat.
Perjalanan Zohran Kwame Mamdani belum selesai. Ia baru memulai babak panjang memimpin kota yang gemerlap sekaligus penuh tantangan. Namun satu hal telah ia buktikan, bahwa mimpi seorang anak imigran Muslim dari Kampala bisa menjangkau gedung pemerintahan di New York.
Dan di balik kisahnya, umat Islam di seluruh dunia menemukan satu lagi alasan untuk percaya: peradaban bergerak, sejarah berpihak pada mereka yang berjuang, dan kemenangan moral selalu datang bagi mereka yang sabar, tekun, dan tulus mengabdi. []
Baca Juga: Sunan Bonang, Sang Penuntun Jiwa yang Mengharmonikan Cahaya Islam dan Budaya Nusantara
Mi’raj News Agency (MINA)
















Mina Indonesia
Mina Arabic