Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

10 Rahasia Menjadi Suami Sholeh

Bahron Ansori - Ahad, 5 Februari 2017 - 11:06 WIB

Ahad, 5 Februari 2017 - 11:06 WIB

1758 Views

suami-sholeh-300x202.jpg" alt="" width="331" height="222" />Oleh Bahron Ansori, jurnalis MINA

Allah Ta’ala menjadikan seorang suami penuh dengan segala kelebihan. Hanya saja semua itu sangat tergantung bagaimana si suami tersebut untuk mengamalkan 10 rahasia bagaimana menjadi seorang suami yang sukses dalam membina hubungan denga para istrinya.

Pertama, menjaga hubungan dengan cara yang baik. Tidak sedikit suami yang sudah menikah bertahun-tahun tapi masih sering melukai hati istrinya. Bisa jadi karena ia belum memahami kiat dan langkah bagaimana menjadi suami yang baik sehingga bisa membuat istrinya merasa nyaman dan damai bila ada di sisinya. Bergaul yang baik kepada para istri adalah salah satu kiat pertama kali yang harus dipahami dan diamalkan seorang suami.

Allah Subhanahu Wa ta’ala berfirman yang artinya, “Dan bergaullah dengan mereka(para istri) dengan baik.” (QS. an-Nisa’: 19). Ibnu Katsir berkata, “Berkatalah yang baik kepada istri kalian, perbaguslah amalan dan tingkah laku kalian kepada istri. Berbuat baiklah sebagaimana kalian suka jika istri kalian bertingkah laku demikian.” (Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, Ibnu Katsir).

Baca Juga: Tertib dan Terpimpin

Kedua, memberi nafkah, pakaian dan tempat tinggal yang baik. Memberi nafkah adalah kewajiban mutlak seorang suami, termasuk melengkapinya dengan sandang (pakaian) dan papan (rumah). Allah berfirman yang artinya, “Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada istrinya dengan cara ma’ruf.” (Qs. al-Baqarah: 233).

Dalam firman-Nya yang lain disebutkan, “Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya.” (Qs. ath-Thalaq: 7).

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam  bersabda, ketika haji wada’, “Bertakwalah kepada Allah pada (penunaian hak-hak) para wanita (istri), karena kalian sesungguhnya telah mengambil mereka dengan amanah Allah dan kalian menghalalkan faraj (kemaluan) mereka dengan kalimat Allah. (Sampai perkataan beliau) Kewajiban kalian kepada istri kalian adalah memberi mereka nafkah dan pakaian dengan cara yang ma’ruf.” (HR. Muslim no. 1218).

Ibnu Katsir berkata, “Bapak dari si anak punya kewajiban memberi nafkah pada ibu si anak, termasuk pula dalam hal pakaian dengan cara yang ma’ruf (baik). Yang dimaksud dengan cara yang ma’ruf adalah dengan memperhatikan kebiasaan masyarakat tanpa berlebih-lebihan dan tidak pula pelit. Hendaklah ia memberi nafkah sesuai kemampuannya dan yang mudah untuknya, serta bersikap pertengahan dan hemat.” (Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, Ibnu Katsir).

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat

Ketiga, mengajari istri ilmu syar’i. Wajib hukumnya seorang istri mendaptkan pengajaran agama (syar’i) dari suaminya. Lalu bagaimana jika suaminya adalah orang yang awam (tidak mengerti) ilmu agama? Maka wajib bagi suami istri itu untuk mendatangi para ulama demi mempelajari ilmu syar’i.

Masih ada saja istri dari kaum muslimin yang tidak menjalankan syariat Allah seperti berjilbab, puasa Ramadhan, zakat, infaq dan sedekah serta menghadiri majelis-majelis ilmu karena kebodohan mereka. Karena itu semua kebodohan istri yang kelak bisa menyebabkannya masuk neraka menjadi tanggung jawab mutlak seorang suami yang telah bertekad bulat untuk menikahinya sejak pertama kali.

Karena itu, seorang suami harus lebih dulu memiliki pemahaman yang luas tentang agama Allah ini agar ia bisa menjaga istri dan anak-anaknya dari api neraka. Allah berfirman yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (Qs. at-Tahrim: 6).

‘Ali bin Abi Thalib, menantu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam  mengatakan, “Ajarilah adab dan agama kepada mereka.” Ibnu ‘Abbas berkata, “Lakukanlah ketaatan kepada Allah dan waspadailah  maksiat. Perintahkanlah keluargamu untuk mengingat Allah (berdzikir), niscaya Allah akan menyelamatkan kalian dari jilatan api neraka.”

Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?

Mujahid berkata,“Bertakwalah kepada Allah dan nasihatilah keluargamu untuk bertakwa kepada-Nya.” Adh-Dhahak dan Maqatil berkata, “Kewajiban bagi seorang muslim adalah mengajari keluarganya, termasuk kerabat, budak laki-laki atau perempuannya perkara wajib yang Allah perintahkan dan larangan yang Allah larang.” (Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, Ibnu Katsir).

Keempat, meluangkan waktu untuk bercanda dengan istri tercinta. Salah satu bentuk romantisme rumah tangga Nabi SAW adalah karena ada canda dan tawa disana. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam   biasa dan senang bercanda dengap para istrinya selama itu tidak berlebihan. Aisyah, pernah bersama Nabi dalam bepergian. ‘Aisyah lantas berlomba lari bersama beliau. ‘Aisyah berkata, Akupun mengalahkan beliau. Tatkala aku sudah bertambah gemuk, aku berlomba lari lagi bersama Rasul, namun kala itu beliau mengalahkanku. Lantas beliau bersabda, “Ini balasan untuk kekalahanku dahulu.” (HR. Abu Daud no. 2578).

Untuk lebih memahami bagaimana romantisme kehidupan rumah tangga Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam  silahkan klik link: suami-istri.html">http://mirajnews.com/2015/08/romantisme-suami-istri.html

Kelima, mengajak istri dan anak untuk rajin beribadah. Ini adalah salah satu kiat untuk menjadi suami yang baik; mengajak anak istri tercinta untuk senantiasa mengibadahi Allah Ta’ala. Hal ini seperti dalam firman Allah yang artinya, “Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya.” ( Qs. Thaha : 132).

Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang

Dalam sebuah hadis disebutkan, “Perintahkanlah anak-anak kalian untuk melaksanakan shalat ketika mereka berumur 7 tahun. Dan pukullah mereka jika telah berumur 10 tahun.” (HR. Abu Daud, no. 495). Tentu saja yang dimaksud pukul dalam hadis di atas bukan diartikan memukul atas dasar amarah. Memukul yang dimaksud adalah memukul dengan kasih sayang agar anak mau melaksankana perintah Allah.

Dalam sebuah hadis lain Nabi SAW bersabda, “Semoga Allah merahmati seorang lelaki yang bangun di waktu malam lalu mengerjakan shalat dan ia membangunkan istrinya lalu si istri mengerjakan shalat. Bila istrinya enggan untuk bangun, ia percikkan air di wajah istrinya…” (HR. Abu Daud, no. 1450).

Keenam, melihat sisi positif istri. Sebagai suami, sebisa mungkin jauhkan setiap rasa egoisme yang melekat. Jauhkan rasa kesal bahkan benci kepada istri. Jika Anda sedang emosi pada istri Anda, maka usahakanlah lihat segala kelebihan yang dimilikinya dan hilangkan semua sisi buruk yang melekat pada istri. Dengan begitu, cinta suami kepada istrinya akan selalau menyala setiap waktu.

Tentang kebencian seorang suami kepada istri ini, ada sebuah sabda Nabi SAW yang perlu dihayati, “Janganlah seorang mukmin membenci seorang mukminah. Jika seorang suami tidak menyukai satu akhlak pada istrinya, maka hendaklah ia melihat sisi lain yang ia ridhai (senangi).” (HR. Muslim, no. 1469).

Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat

Ketujuh, jangan memukul istri tanpa alasan syar’i. Sungguh terlalu bila ada seorang suami yang dengan kejamnya memukul istrinya. Apalah arti pernikahan suci itu bila harus dirusak dengan pukulan seorang suami kepada istrinya. Apalah arti kata dari “suami” tanpa punya makna kasih sayang. Tapi bisa dipastikan, bila ada suami yang tega memukul istrinya, maka sungguh ia memang bukan lelaki yang faham tentang aturan Allah dan Nabinya.

Kalaupun seorang suami harus memukul istrinya, maka janganlah ia sampai memukul wajah istrinya serta menjelek-jelekkannya. Mu’awiyah al Qusyairi, pernah bertanya kepada Rasulullah mengenai kewajiban suami pada istri, lalu Rasulullah SAW bersabda, “Engkau memberinya makan sebagaimana engkau makan. Engkau memberinya pakaian sebagaimana engkau berpakaian -atau engkau usahakan-, dan jangan engkau memukul wajah, dan jangan pula menjelek-jelekkannya serta jangan pula mendiamkannya (dalam rangka nasihat) selain di rumah.” (HR. Abu Daud, no. 2142).

Kedelapan, jangan menghajr (pisah ranjang dalam rangka mendidik) selain di dalam rumah. Allah berfirman yang artinya, “Dan hajr-lah (pisahkanlah mereka) di tempat tidur mereka.”(Qs. an-Nisa: 34). Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di mengatakan bahwa maknanya adalah tidak satu ranjang dengannya dan tidak berhubungan intim dengan istri sampai ia sadar dari kesalahannya (Taisir al-Karimir Rahman, ibn Sa’di).

Kesembilan, membenahi kesalahan istri dengan baik. Bila melihat istri ada kesalahan, maka sebaiknya seorang suami harus membenahinya dengan penuh kelembutan. Mengapa harus lemah lembut? Karena hati wanita itu sensitif dan sangat halus. Salah berkata, atau berkata dengan sedikit keras saja, maka itu akan melukai perasaannya. Nabi SAW bersabda, “Dan berwasiatlah kepada wanita dengan kebaikan, karena sesungguhnya dia diciptakan dari tulang rusuk, dan bagian yang paling bengkok adalah tulang rusuk yang paling atas, jika kamu berusaha untuk meluruskannya, niscaya akan patah, jika kamu membiarkannya, niscaya tetap bengkok, maka berwasiatlah terhadap wanita dengan kebaikan.” (HR. Muslim, no.3720).

Baca Juga: Dentuman Perang Memisahkan Sepasang Calon Pengantin

Kesepuluh, memberikan nafkah batin. Nafkah batin, tak kalah penting dari nafkah lahir. Seorang istri akan menjadi lebih penyayang ketika nafkah batinnya terpenuhi. Nafkah batin bukan sekedar kepuasan dalam soal hubungan suami istri saja. Tapi juga berkata dengan lemah lembut sambil membisikkan kata-kata cinta penuh kemesraan merupakan salah satu dari sekian banyak nafkah batin.

Dalam sebuah hadis diceritakan Nabi SAW mempersaudarakan Salman dan Abu Darda’. Suatu saat Salman mengunjungi –saudaranya- Abu Darda’. Ketika itu Salman melihat Ummu Darda’, dalam keadaan tidak gembira. Salman pun berkata kepada Ummu Darda’, “Kenapa keadaanmu seperti ini?” “Saudaramu, Abu Darda’, seakan-akan ia tidak lagi mempedulikan dunia,” jawab wanita tersebut.

Ketika Abu Darda` tiba, dia membuatkan makanan untuk Salman lalu berkata, “Makanlah karena aku sedang berpuasa.” Salman menjawab, “Saya tidak akan makan hingga kamu ikut makan.” Akhirnya Abu Darda’ pun makan.

Ketika tiba waktu malam, Abu Darda’ beranjak untuk melaksanakan shalat tapi Salman berkata kepadanya, ‘Tidurlah.’ Abu Darda` pun tidur, tidak berapa lama kemudian dia beranjak untuk mengerjakan shalat, tapi Salman tetap berkata, ‘Tidurlah.’ Akhirnya dia tidur.

Baca Juga: Bela Masjid Al-Aqsa Sepanjang Masa

Ketika di akhir malam, Salman berkata kepadanya, ‘Sekarang bangunlah,’ Abu Juhaifah berkata, ‘Keduanya pun bangun dan melaksanakan shalat, setelah itu Salman berkata, ‘Sesungguhnya Rabbmu memiliki hak, dan badanmu memiliki hak, istrimu memiliki hak atas dirimu, maka berikanlah hak setiap yang memiliki hak.’” Selang beberapa saat Nabi datang, lalu hal itu diberitahukan kepada beliau, Nabi SAW bersabda, “Salman benar.” (HR. al-Bukhari, no. 968).

Menurut pendapat Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad dan pilihan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, seorang suami wajib menyetubuhi istrinya sesuai dengan kemampuan suami dan kecukupan istri. Semoga bermanfaa. Wallahua’lam. (RS3/RS2)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

 

Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati

Rekomendasi untuk Anda

Khadijah
Khadijah
Kolom
Kolom
Tausiyah
Tausiyah