Oleh: Imam Shamsi Ali/ Presiden Nusantara Foundation
Salah satu bukti kelabilan manusia adalah ketika rasa emosi (emotional state) dan nalarnya dengan mudah terhanyut ke dalam situasi emosi lingkungan sesaat (temporary environmental emotional state) yang terjadi dan berubah dari masa ke masa.
Salah satu emosi yang saat ini sedang meninggi adalah emosi politik dan dukung mendukung. Kita saksikan di musim politik saat ini tumbuh kecenderungan memahami segala sesuatu dengan rasa dan dan nalar politik. Bahkan yang sangat fundamental sekalipun; agama.
Pandangan dan penilaian keagamaan seringkali terbangun di atas “rasa politik” atau “inklinasi dukungan politik”. Bahayanya ketika benar salah, haq dan batil didefenisikan dengan rasa dan pertimbangan politik yang memanas.
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Maka ketika seseorang nampak agamis, agamanya boleh jadi dinilai atau memang ditujukan untuk memenuhi rasa dan nalar politik itu. Ketika berdoa, maka doa itu dipahami atau dirasakan sebagai doa dan rasa politik. Sholawat akan jadi sholawat dengan rasa dan nalar politik. Demikian seterusnya.
Ironinya kemudian, politik itu penuh intrik kepentingan dan seringkali penuh dengan kepura-puraan. Hal itu memaksa pandangan hidup mendasar manusia dipenuhi pula oleh intrik dan kepura-kepuraan. Maka tidak mengejutkan ketika intrik-intrik kepentingan dan kepura-kepuraan menghantui kehidupan manusia, bahkan dalam beragama sekalipun.
Konsekwensi berbahaya dari tendensi itu bagi masyarakat luas yang sesungguhnya lugu dan apa adanya (jujur) dalam menjalani hidup terpaksa ikut-ikutan atau “diikutkan” dalam lingkaran intrik dan kepura-puraan pula.
Yang mengkhawatirkan kemudian adalah ketika masyarakat menerima “kepura-puraan” atau ketidak jujuran itu menjadi sebauh jalan hidup yang seolah normal. Jadilah bangsa ini bangsa yang penuh kepalsuan.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Karenanya diingatkan kepada semua politisi untuk selalu menghadirkan “sense of moral responsibility” (kesadaran tanggung jawab moralitas) dalam politiknya. Jangan halalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Secara moral keagamaan kebaikan dan kesuksesan itu hanya dapat diraih dengan cara yang halal (benar).
Remember, this life is too short for the game!
Jalani hidup ini dengan kesadaran penuh akan tanggung jawab duniawi dan ukhrawi. Setiap langkah politik yang anda ambil, akan berdampak tidak saja bagi diri anda sendiri. Tapi bagi rakyat luas dan masa depan bangsa.
Dan tanggung jawab anda tidak saja kepada rakyat yang memilih dan menggaji anda untuk memberikan pelayanan (khidmah) kepada mereka. Melainkan tanggung jawab ukhrawi kelak di hadapan Mahkamah Ilahi, Tuhan yang merajai langit dan bumi.
Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?
Semoga Allah menjaga!
(R07/RS2)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang