Oleh: Nelly, M.Pd. Akademisi dan Pemerhati Kebijakan Publik
Mendambakan kesehatan yang mudah, murah dan gratis tentu saja menjadi harapan seluruh rakyat bangsa ini. Hal ini pasti bisa terwujud, sebab Indonesia adalah negeri yang Allah SWT anugrahkan kekayaan yang melimpah ruah. Dengan segala kekayaan ini, tentulah segala kebutuhan rakyat dapat dipenuhi oleh negara bukan saja kesehatan yang gratis, namun juga pendidikan dan kebutuhan pokok lainnya.
Namun bagai punuk merindukan bulan, jangankan murah apalagi gratis, rakyat malah disusahkan dengan berbagai aturan yang berebelit hanya untuk mendapatkan haknya. Sudah jatuh ketimpa tangga adalah slogan yang sangat cocok untuk menggambarkan karut-marut persoalan BPJS.
Warga tidak mendapat jaminan dan kenyamanan dalam pengurusannya melainkan ancaman-ancaman denda dan kesulitan saat membutuhkan pelayaan kesehatan. Cara cepat dari calo dijadikan peluang tipu-tipu orang tak bertanggung jawab, adakah respon negara? Lagi-lagi rakyat tanggung sendiri akibatnya.
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Seperti dilansir dari TRIBUN-MEDAN.com, sejumlah warga Medan yang mengurus administrasi di Kantor BPJS Kesehatan Medan mengaku kerap menjumpai praktik percaloan di depan kantor BPJS Cabang Medan. Salah satu warga bernama Eli (25) warga Medan Perjuangan yang sedang mengurus administrasi pergantian tanggungan BPJS-nya merasa terganggu atas keberadaan para calo tersebut.
Pasalnya, ia bolak-balik didatangi para calo yang mengiming-imingi pengurusan jasa administrasi BPJS secara cepat dan mudah. Menurutnya di depan kantor BPJS banyak sekali calo yang menawarkan pengurusan administrasi. “Saya lihat banyak warga yang enggak mengerti mengurus online jadinya menggunakan jasa mereka, terus mengeluh karena bayarnya mahal,” katanya Ahad (13/12/2020).
Sementara itu Rahman (56) yang juga merupakan warga Medan Perjuangan mengatakan dirinya pernah menggunakan jasa calo untuk mengurus administrasi BPJS. Namun ia mengaku menyesal dikarenakan adanya biaya tambahan sebagai jasa membantu mengurus administrasi. Ia mengaku pernah satu kali pakai jasa mereka, tapi menyesal karena bayarnya mahal, sampai kena 250 ribu rupiah waktu itu.
Menurutnya, faktor lainnya yang membuat praktik calo masih ada di Kantor BPJS Kesehatan adalah karena ramainya jumlah warga yang mengurus administrasi setiap harinya.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Menurutnya petugas seharusnya menertibkan, tapi kita mau bilang apa namanya juga mereka cari rezeki. Kalau bisa BPJS Kesehatan lebih melayani dengan baik dan menerapkan sistem antre yang rapi, jadi warga tidak ramai sekali mengantre di depan halaman yang juga berpotensi membuat praktik calo semakin menjadi.
Kasus ini sebenarnya hanya salah satu dari problem betapa susahnya rakyat di negeri ini mendapatkan haknya, kemudahan dan pelayanan kesehatan dari negara. Padahal urusan kesehatan adalah masalah vital yang mesti dipenuhi oleh negara, sebab ini menyangkut hajat hidup rakyat. Andai saja negara menjalankan fungsinya sebagai pengurus urusan rakyat, bertanggungjawab dan amanah tentu saja rakyat tak akan kesusahan seperti saat ini. Harusnya tak ada urusan sulitnya mengurus administrasi apalagi sampai ada calo saat urusan rakyat betul-betul diprioritaskan oleh negara.
Akar Masalah Kesehatan
Karut-marut persoalan kesehatan di negeri ini sebenarnya tak lepas dari tata kelola pengaturan negara. Urusan administrasi yang ribet, pemimpin yang tak amanah, abainya negara terhadap kepentingan rakyat, itu semua terjadi akibat dari sistem aturan yang diadopsi bangsa ini. Sejak merdeka hukum aturan penjajahlah yang diadopsi bangsa ini, hingga makin ke sini terlihat kecondongan sistem aturan lebih mengarah pada sistem Kapitalisme-liberal. Hal ini juga banyak disampaikan oleh pengamat, tokoh partai seperti Surya Paloh, Rocky Gerung, Rizal Ramli dan banyak tokoh lainnya.
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Akibat mengambil sistem aturan kapitalis-liberal, segala persoalan menghimpit negeri termasuk dalam pengelolaan kesehatan rakyat. BPJS sendiri adalah sebuah kebijakan yang menjadikan negara lepas tangan terhadap mengurusi rakyatnya. Hingga permasalahan melebar, dan terlihat jelas bahwa sistem kapitalis-liberal yang negara adopsi telah gagal dalam menjamin kebutuhan kesehatan rakyat dengan murah, mudah dan cepat bagi rakyat.
Sejatinya dalam pengelolaan negara yang mengambil sistem kapitalis sekuler akan menerapkan kebijakan yang akan menyengsarakan rakyat.
Segala hak dan kebutuhan rakyat tidak akan ditanggung negara, yang ada malah rakyat yang akan dipalak atas nama iuran BPJS.
Harusnya kesehatan itu merupakan hak rakyat dan wajib untuk di berikan oleh negara, namun lain halnya dengan negeri kapitalis sekuler. Apalagi saat ini rakyat dalam kondisi kesusahan, rakyat membutuhkan layanan kesehatan gratis, berkualitas di masa wabah dan kondisi buruk ekonomi.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Pandangan Islam atas Kesehatan
Sangat berbeda dengan sistem Islam dalam melayani kesehatan dan meringankan beban rakyat. Pandangan Islam tentang kesehatan jauh melampaui pandangan dari peradaban manapun.
Islam telah menyandingkan kesehatan dengan keimanan, sebagaimana sabda Rasulullah Saw. “Mintalah oleh kalian kepada Allah ampunan dan kesehatan. Sesungguhnya setelah nikmat keimanan, tak ada nikmat yang lebih baik yang diberikan kepada seseorang selain nikmat sehat.” (HR Hakim).
Rasulullah Saw. juga bersabda yang artinya, “Orang Mukmin yang kuat itu lebih baik dan disukai Allah daripada Mukmin yang lemah.” (HR Muslim). Dalam Islam, kesehatan juga dipandang sebagai kebutuhan pokok publik, Muslim maupun non-Muslim.
Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?
Karena itu, Islam telah meletakkan dinding yang tebal antara kesehatan dan kapitalisasi serta eksploitasi kesehatan.
Dalam Islam, negara (Khilafah) bertanggung jawab menjamin pemenuhan kebutuhan layanan kesehatan semua warga negara. Rasulullah saw. bersabda, “Imam (Khalifah) yang menjadi pemimpin manusia laksana penggembala. Hanya dialah yang bertanggungjawab terhadap (urusan) rakyatnya.” (HR al-Bukhari).
Tugas ini tidak boleh dilalaikan negara sedikitpun karena akan mengakibatkan kemadaratan, yang tentu diharamkan dalam Islam.
Pandangan Islam yang tinggi terhadap kesehatan itu sesungguhnya bagian integral dari totalitas sistem kehidupan Islam. Sistem ini didesain Allah SWT secara unik untuk diterapkan pada institusi politik yang Dia desain secara unik pula, yakni sistem Islam.
Keberhasilan Rasulullah Saw. melakukan upaya preventif-promotif dalam melayani kesehatan dalam bernegara direfleksikan oleh sebuah peristiwa yang terukir indah dalam catatan sejarah, yaitu saat dokter yang dikirim Kaisar Romawi selama setahun berpraktik di Madinah kesulitan menemukan orang yang sakit.
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Sistem Kesehatan Gratis dan Berkualitas
Will Durant dalam The Story of Civilization menyatakan, “Islam telah menjamin seluruh dunia dalam menyiapkan berbagai rumah sakit yang layak, sekaligus memenuhi keperluannya. Contohnya, Bimaristan yang dibangun oleh Nuruddin di Damaskus tahun 1160 telah bertahan selama tiga abad dalam merawat orang-orang sakit, tanpa bayaran dan menyediakan obat-obatan gratis.
Para sejarahwan berkata, bahwa cahayanya tetap bersinar tidak pernah padam selama 267 tahun.” Bimaristan, rumah sakit pertama dalam Peradaban Islam.
Kesehatan adalah kebutuhan dasar rakyat
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Negara bertanggung jawab untuk memenuhinya secara optimal dan terjangkau oleh masyarakat. Khalifah memposisikan dirinya sebagai penanggungjawab urusan rakyat, termasuk urusan kesehatan.
Sistem tidak akan menyerahkan urusan kesehatan pada lembaga asuransi seperti BPJS. Lembaga asuransi bertujuan mencetak untung, bukan melayani rakyat. Islam meletakkan dinding tebal antara kesehatan dengan kapitalisasi, sehingga kesehatan bisa diakses oleh semua orang tanpa ada kastanisasi secara ekonomi.
Dikutip dari helpsharia.com, dalam Islam, sistem kesehatan tersusun dari tiga unsur sistem. Pertama, peraturan, baik peraturan berupa syariah Islam, kebijakan maupun peraturan teknis administratif. Kedua, sarana dan peralatan fisik seperti rumah sakit, alat-alat medis, dan sarana prasarana kesehatan lainnya.
Ketiga, sumber daya manusia (SDM) sebagai pelaksana sistem kesehatan, yang meliputi dokter, perawat, dan tenaga medis lainnya. (S. Waqar Ahmed Husaini, Islamic Sciences, hlm. 148)
Agar kebutuhan rakyat terhadap layanan kesehatan gratis terpenuhi, Khilafah banyak mendirikan institusi layanan kesehatan. Di antaranya adalah rumah sakit di Kairo yang didirikan pada tahun 1248 M oleh Khalifah al-Mansyur, dengan kapasitas 8.000 tempat tidur, dilengkapi dengan masjid untuk pasien dan chapel untuk pasien Kristen. Rumah sakit dilengkapi dengan musik terapi untuk pasien yang menderita gangguan jiwa. Setiap hari melayani 4.000 pasien.
Baca Juga: Dentuman Perang Memisahkan Sepasang Calon Pengantin
Layanan diberikan tanpa membedakan ras, warna kulit, dan agama pasien, tanpa batas waktu sampai pasien benar-benar sembuh.
Selain memperoleh perawatan, obat, dan makanan gratis tetapi berkualitas, para pasien juga diberi pakaian dan uang saku yang cukup selama perawatan. Hal ini berlangsung selama tujuh abad. Sekarang, rumah sakit ini digunakan untuk opthalmology dan diberi nama Rumah Sakit Qalawun.
Negara juga tidak luput melaksanakan tanggung jawabnya kepada orang-orang yang mempunyai kondisi sosial khusus, seperti yang tinggal di tempat-tempat yang belum mempunyai rumah sakit, para tahanan, orang cacat, dan para musafir.
Untuk itu, negara mendirikan rumah sakit keliling tanpa mengurangi kualitas pelayanan. Ini seperti pada masa Sultan Mahmud (511-525 H). Rumah sakit keliling ini dilengkapi dengan alat-alat terapi kedokteran, dengan sejumlah dokter. Rumah sakit ini menelusuri pelosok-pelosok negara.
Dari manakah dana untuk menggratiskan layanan kesehatan di Khilafah Islam?
Dalam Khilafah, kesehatan merupakan salah satu bidang di bawah divisi pelayanan masyarakat (Mashalih an-Nas). Pembiayaan rumah sakit seluruhnya ditanggung oleh negara. Dananya diambil dari baitulmal yakni, pertama, dari harta zakat, sebab fakir atau miskin (orang tak mampu) berhak mendapat zakat.
Kedua, dari harta milik negara baik fai’, ghanimah, jizyah, ‘usyur, kharaj, khumus rikaz, harta ghulul pejabat dan aparat, dsb. Ketiga, dari harta milik umum seperti hutan, kekayaan alam dan barang tambang, dsb.
Baca Juga: Bela Masjid Al-Aqsa Sepanjang Masa
Jika semua itu belum cukup, barulah negara boleh memungut pajak (dharibah) hanya dari laki-laki muslim dewasa yang kaya.
Demikianlah, layanan kesehatan dalam khilafah yang begitu bagus kualitasnya dan juga gratis pelayanan pengobatannya. Layanan kesehatan seperti ini hanya ada dalam sistem Islam.
Solusi Islam ini akan efektif mengatasi polemik BPJS Kesehatan yang saat ini menyengsarakan rakyat.
Sudah saatnya kembali pada sistem aturan Allah SWT yaitu sistem Islam yang akan membawa kesejahteraan dan keberkahan hidup yang akan dirasakan baik muslim maupun non muslim. (A/R/R8/P1)
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati
Mi’raj News Agency (MINA)