Jakarta, 8 Jumadil Awwal 1438/6 Februari 2017 (MINA) – Pemerintah dipandang perlu merumuskan perundangan terkait dengan penyadapan, untuk melindungi hak privasi masyarakat dalam melakukan kegiatan komunikasi melalui telepon.
Ahli IT dan Kriptografi Pratama Persadha menjelaskan, saat ini belum ada payung hukum yang jelas terkait dengan prosedur penyadapan kepada target sasaran. Hal ini menyebabkan terjadi celah yang dapat dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu untuk berbuat menyimpang dari tugasnya.
“Saat ini yang berkewenangan melakukan intercept adalah instansi pemerintah dan penegak hukum, namun belum ada aturan khusus tentang berapa lama, sampai kapan, berapa orang dan lain-lain,” ujar Pratama Persadha dalam pernyataannya di Jakarta, demikian Info Publik melaporkan.
Menurut dia, penyadapan yang dilakukan saat ini sudah dapat dilakukan tanpa diketahui oleh target sasaran, jadi mereka tidak merasakan komunikasinya telah di sadap. “Kalau dulu ketika menelpon ada bunyi ‘kresek-kresek’ itu tandanya sedang disadap, kalau saat ini sudah tidak ada,” imbuhnya.
Baca Juga: Syeikh Palestina: Membuat Zionis Malu Adalah Cara Efektif Mengalahkan Mereka
Pratama menyarankan, pemerintah dapat merumuskan perundangan yang menugaskan satu lembaga khusus untuk melakukan penyadapan sehingga pengawasan prosedur penyadapan dapat dilakukan dengan maksimal.
“Ada pusat intercept hanya satu lembaga yang melakukan penyadapan, kalau penyadapan melalui sistem akan ketahuan sesuai dengan jumlah penyadapan,” pungkas Pratama. (T/R06/RI-1)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)