Oleh Bahron Ansori, jurnalis MINA
ANEH, banyak pemuda pemudi yang gemar memilih jalan menyimpang dengan cara PACARAN daripada harus menyegerakan nikah. Padahal menikah adalah cara sesuai fitrah manusia yang telah dicontohkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersama para sahabatnya. Tapi, kenapa pula masih ada pemuda yang lebih ‘nyaman’ berlama-lama pacaran daripada bersegera menikah.
Memang, menikah itu perlu persiapan ekstra, tapi bukan berarti karena alasan mempersiapkan persiapan ekstra itu akhirnya jalan yang tidak dibenarkan ditabrak. Misalnya, ah, sambil mengumpulkan modal, gak apa-apalah pacaran dulu sebelum menikah. Itung-itung mengenal karakter calon istri atau suami. Hal seperti itu (mengenal karakter calon) melalui pacaran tidaklah dibenarkan dalam Islam.
Norak dong hari gini gak pacaran? Tentu jika hari gini seorang pemuda pemudi masih senang pacaran, itulah sebenarnya yang norak. Norak karena budaya pacaran itu sebenarnya bukan dari budaya Islam. Sebaliknya, pacaran itu akan terasa indah jika dilakukan setelah menikah. Apa bedanya dong pacaran pra nikah dan pasca nikah? Oh, tentu saja beda. Pacaran pra nikah, itu artinya semua aktifitasnya full maksiat. Sebaliknya, pacaran pasca nikah, maka semuanya menjadi halal dan sudah tentu dapat pahala. Kalau gitu, enak mana, pacaran pra nikah atau pacaran pasca nikah?
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Bersegera menikah merupakan sebuah kewajiban. Seorang pemuda dan pemudi tidak boleh menunda-nunda menikah karena alasan kuliah. Menikah tidak dibatasi hal tersebut, bahkan dimungkinkan seorang pemuda menikah untuk menjaga dirinya, agamanya, akhlaknya serta menundukkan pandangannya sementara ia terus melanjutkan kuliahnya. Begitu pula dengan pemudi yang diberikan kecukupan dan kemudahan kepada Allah, wajib bagi dirinya untuk bersegera menikah meskipun ia masih sekolah –baik ia berada dijenjang SMA atau perguruan tinggi- karena hal tersebut bukanlah penghalang.
Merupakan sebuah kewajiban untuk bersegera menikah bagi siapapun yang telah memiliki kemampuan dan kuliah bukanlah penghalang terjadinya sebuah pernikahan. Meskipun engkau memutuskan kuliahmu, maka hal tersebut tidaklah mengapa, karena yang terpenting adalah engkau belajar ilmu-ilmu yang bermanfaat bagi agamamu dan selebihnya merupakan tambahan semata.
Di dalam pernikahan terdapat mashlahat yang besar, terlebih lagi di zaman ini dan mengakhirkannya akan menimbulkan banyak mudarat kepada para pemuda dan pemudi. Oleh karena itu, semua pemuda dan pemudi wajib menyegerakan diri untuk menikah bila si pelamar telah mampu mencukupi kebutuhan yang akan dilamar. Jika seorang yang dilamar dirasa cocok, maka bersegeralah menikah dalam rangka mengamalkan perkataan Nabi Shalallahu’alaihi Wa Sallam dalam hadits shahih, yang artinya, “Wahai sekalian pemuda, apabila kalian mampu (lahir dan batin) untuk menikah, maka menikahlah. Hal tersebut akan menjaga pandangan dan kemaluan. Namun, bila kalian belum mampu berpuasalah. Karena di dalam puasa tersebut terdapat pengekang.” (Muttafaqun ‘Alaihi). Di dalam hadits tersebut terdapat keumuman dari kalangan pemuda dan pemudi untuk menikah. Tidak ada kekhususan di dalamnya.
Tiga Alasan Ini Anda Boleh Menunda Nikah
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Hanya dengan tiga (3) hal yang boleh dilakukan untuk menunda menikah antara lain sebagai berikut.
Pertama, jika menikah itu mengakibatkan ke zhaliman pada salah satu pihak. Kalau menikah tapi pernikahan itu menzhalimi salah satu pihak maka pernikahan tersebut sudah semestinya ditunda atau dibatalkan sama sekali. Contohnya ada laki-laki yang memiliki dendam dengan satu keluarga, laki-laki menikahi wanita keluarga tersebut dengan niat membalas dendam, menyakiti wanita atau mungkin menceraikannya setelah dinikahi. Hal seperti ini tentu tidak diperbolehkan dalam Islam.
“Wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya Aku telah mengharamkan kezhaliman atas diri-Ku, dan Aku jadikan ia (kezhaliman itu) haram di antara kalian. Maka janganlah kalian saling menzhalimi.” (HR. Muslim, dalam Jami’ul Ulum hadits no. 24)
Contoh kasus lain ada seorang wanita yang dipaksa menikah oleh orang tuanya dengan alasan harta sementara laki-laki yang akan menikahinya jauh sekali dari kesan laki-laki taat dan shaleh. Hal seperti ini jika terjadi maka boleh untuk menunda dan membatalkan pernikahan tersebut.
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Kedua, Memaksakan Menikah Tapi Belum Mampu. Keinginan untuk menikah boleh saja meledak-ledak. Tapi, tentu saja harus berfikir realistis. Jangan hanya karena ingin segera memenuhi hasrat biologis, lalu tidak mempertimbangkan hal lain yang jika ditinggalkan akan membuat fatal sebuah pernikahan.
Memaksakan menikah, banyak terjadi dalam masyarakat hari ini, padahal sebenarnya belum mampu, baik itu secara finansial maupun izin dan restu dari keluarga. Memilih “nikah lari” karena belum dapat izin dari orang tua dengan dalih sudah terlanjur cinta tentu hal yang sangat tidak di anjurkan dalam Islam. Di kasus lain yang sering terjadi adalah memaksakan menikah dan resepsi padahal sejatinya tidak mampu secara ekonomi alih-alih ujungnya adalah berhutang untuk biaya menikah dan resepsi, bahkan sampai malah berhutang ke renteiner (riba).
Ketiga, Menikah Saat Hamil. Sebagian besar masyarakat negeri ini tidak tahu, sehingga dengan seenaknya saja melanggar larangan Allah, yakni segera menikahkan wanita yang sudah hamil; entah itu karena hamil di luar nikah atau hamil setelah dicerai suaminya. Padahal, Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan perempuan-perempuan yang hamil waktu ‘iddah mereka sampai mereka melahirkan kandungannya.” (QS. Ath-Tholaq: 4). Maka jika dalam kondisi hamil mesti ditunggu dulu sampai bayinya lahir (habis masa iddahnya) baru dinikahkan.
Jadi, untuk Anda para pemuda dan pemudi Islam, bersegeralah menikah jika masa itu sudah tiba. Jangan tunda nikah itu, jika Anda memang sudah mempunyai calon suami atau istri. Mintalah kepada orang tua untuk segera membantu mewujudkan impian Anda itu. Sebab, jika menikah itu semakin ditunda-tunda, maka bisa jadi akan tiba rasa psikologis jenuh, dimana Anda akan merasa kehilangan semangat untuk membangun rumah tangga.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Pesan saya, jika rasa hati sudah merindukan untuk menikah, maka jangan lagi ditunda-tunda. Apa dan bagaimana pun caranya, selama itu baik dan tidak melanggar syariat Allah dan Nabi-Nya, maka wujudkanlah. Sebab disaat perasaan menggebu ingin menikah itu muncul, lalu Anda menikah, maka kebahagiaan akan terasa lebih sempurna, wallahua’lam.(RS3/P2)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?