Tujuan pernikahan antara lain menciptakan keluarga yang sakinah (tenang, nyaman, menggembirakan), mawaddah (penuh cinta) dan rahmah (penuh kasih sayang) dalam ridha Allah.
Dengan terbentuknya keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah diharapkan akan dapat meneruskan keturunan yang shalihin dan shalihah. Maka diperlukan akhlak berumah tangga, di antaranya memperlakukan isteri dengan baik.
Sepasang suami-isteri dipersatukan dengan ikatan yang kokoh (mitsaqan ghalidza) atas nama Allah oleh ikatan pernikahan. Karena itu, perlu menyadari bahwa keluarga yang sedang dibinanya adalah lembaga yang memiliki aturan dari Allah dan tuntunan dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam pelaksanaannya. Suami-isteri harus memahami hak dan kewajiban dirinya atas pasangannya dan anggota keluarga lainnya sesuai syariat.
Sepasang suami-isteri dalam berinteraksi dalam rumah tangganya pun sudah sepatutnya melandasi hubungan mereka dengan semangat mencari keseimbangan, menegakkan keadilan, menebar kasih sayang, dan mendahulukan menunaikan kewajiban daripada menuntut hak. Tidak boleh terjadi adanya kezaliman, ketidakadilan, kebencian, perselingkuhan, dan hal-hal buruk lainnya.
Baca Juga: Belajar dari Ibunda Khadijah RA, Teladan untuk Muslimah Akhir Zaman
Allah mengingatkan keluarga terutama suami sebagai pemimpin dalam rumah tangga dalam ayat:
يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا يَحِلُّ لَكُمۡ أَن تَرِثُواْ ٱلنِّسَآءَ كَرۡهً۬اۖ وَلَا تَعۡضُلُوهُنَّ لِتَذۡهَبُواْ بِبَعۡضِ مَآ ءَاتَيۡتُمُوهُنَّ إِلَّآ أَن يَأۡتِينَ بِفَـٰحِشَةٍ۬ مُّبَيِّنَةٍ۬ۚ وَعَاشِرُوهُنَّ بِٱلۡمَعۡرُوفِۚ فَإِن كَرِهۡتُمُوهُنَّ فَعَسَىٰٓ أَن تَكۡرَهُواْ شَيۡـًٔ۬ا وَيَجۡعَلَ ٱللَّهُ فِيهِ خَيۡرً۬ا ڪَثِيرً۬ا
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mewarisi perempuan-perempuan dengan jalan paksaan dan janganlah kamu menyakiti mereka (dengan menahan dan menyusahkan mereka) kerana kamu hendak mengambil balik sebahagian dari apa yang kamu telah berikan kepadanya, kecuali (apabila) mereka melakukan perbuatan keji yang nyata dan bergaullah kamu dengan mereka (isteri-isteri kamu itu) dengan cara yang baik. Kemudian jika kamu (merasa) benci kepada mereka (disebabkan tingkah-lakunya, janganlah kamu terburu-buru menceraikannya), karena boleh jadi kamu bencikan sesuatu, sedang Allah hendak menjadikan pada apa yang kamu benci itu kebaikan yang banyak (untuk kamu)”. (Q.S. An-Nisa [4]: 19).
Berkaitan dengan ayat ini, di dalam Kitab Li Yaddabbaru Ayatih, Syaikh Prof. Dr. Umar bin Abdullah al-Muqbil, professor fakultas syari’ah Universitas Qashim, Saudi Arabia menjelaskan, di antara perbuatan ma’ruf dan terpuji kepada pasangan adalah mengucapkan kalimat manis penuh kasih sayang kepada isteri tercinta yang akan menyirami hatinya. Maka dari itu, haram bagi seorang suami mengeluarkan kata-kata dingin tak berperasaan yang menyakiti seorang isteri dengan alasan apapun.
Baca Juga: Muslimah: Kekuatan Lembut Penggerak Perubahan
Suami juga harus senantiasa menjaga hubungan pernikahannya, meskipun dengan perasaan berkecamuk penuh dengan keterpaksaan, karena di sana ada kebaikan-kebaikan yang begitu banyak, karena hal itu merupakan ketaatan kepada Allah.
Suami juga harus berusaha untuk mempertahankan ikatan pernikahan, walau misalnya tanpa rasa cinta kepada pasangannya, seakan-akan memerangi hawa nafsu yang menjerumuskan pada perbuatan maksiat dan telah menghiasi dirinya dengan akhlak yang begitu mulia.
-Semua kebencian dan keterpaksaan dalam mempertahankan ikatan suci ini bisa saja berubah dan membalik menjadi rasa kasih sayang penuh cinta, seperti banyak yang terjadi di masyarakat.
Dalam upaya mewujudkan akhlak berumah tangga, di antaranya memperlakukan isteri dengan baik. maka, ada kewajiban seorang suami memperlakukan isterinya dengan baik tersebut, berikut beberapa hal yang perlu menjadi perhatian.
Baca Juga: Di Balik Hijab, Ada Cinta
- Memperlakukan isteri dengan baik
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengingatkan para suami akan tanggung jawabnya dalam sabdanya:
فَاتَّقُوا اللَّهَ فِي النِّسَاءِ فَإِنَّكُم أَخَذتُمُوهُنَّ بِأَمَانَةِ اللَّهِ وَاستَحلَلتُم فُرُوجَهُنَّ بِكَلِمَةِ اللَّهِ
Artinya: “Bertakwalah kepada Allah dalam memperlakukan para perempuan, karena kalian telah mengambil mereka (sebagai isteri) dengan perjanjian Allah dan menghalalkan hubungan suami isteri dengan kalimat Allah.” (H.R. Muslim dari Jabir Radhiyallahu ’Anhu).
- Memberikan perlindungan kenyamanan kepada isteri
Hal pokok bagi seorang isteri bukanlah sekedar pemberian nafkah materi berupa uang, makanan, pakaian dan keperluan hidup lainnya. Namun jauh lebih penting adalah perlunya rasa aman dan nyaman bagi isteri.
Baca Juga: Menjadi Pemuda yang Terus Bertumbuh untuk Membebaskan Al-Aqsa
Sang isteri merasa nyaman bila ada suami di rumah, bukan sebaliknya merasa gelisah, takut, tersakiti atau terpaksa. Kalau secara fisik misalnya sang isteri sakit, namun dia tetap nyaman sebab ada sang suami yang selalu siaga (siap antar jaga).
Walau hidup di rumah sewa sederhana dan peralatan rumah yang belum terpenuhi semuanya. Namun hati sang isteri tetap bahagia, sebab ada suami tercinta yang murah senyum penuh canda tawa, selalu menghiburnya, turun tangan membantu pekerjaan rumah, dan memberi teladan kebaikan.
Demikian juga sang suami selalu melihat pada sisi positif isterinya. Seperti peringatan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam sabdanya:
لاَ يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِىَ مِنْهَا آخَرَ
Baca Juga: Muslimat Pilar Perubahan Sosial di Era Kini
Artinya: “Janganlah seorang mukmin membenci seorang mukminah. Jika si pria tidak menyukai suatu akhlak pada si wanita, hendaklah ia melihat sisi lain yang ia ridai.” (H.R. Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu).
- Mengajak isteri untuk rajin beribadah
Allah mengingatkan kita dalam firman-Nya:
وَأۡمُرۡ أَهۡلَكَ بِٱلصَّلَوٰةِ وَٱصۡطَبِرۡ عَلَيۡہَاۖ لَا نَسۡـَٔلُكَ رِزۡقً۬اۖ نَّحۡنُ نَرۡزُقُكَۗ وَٱلۡعَـٰقِبَةُ لِلتَّقۡوَىٰ
Artinya: “Dan perintahkanlah keluargamu untuk mengerjakan shalat dan hendaklah engkau tekun bersabar menunaikannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, (bahkan) Kamilah yang memberi rezeki kepadamu dan (ingatlah) kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa”. (Q.S. Thaha [20]: 132).
Baca Juga: Tujuh Peran Muslimah dalam Membela Palestina
Bahkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menyebutkan dalam sabdanya:
رَحِمَ اللهُ رَجُلاً قَامَ مِنَ اللَّيْلِ ، فَصَلَّى وَأيْقَظَ امْرَأَتَهُ ، فَإنْ أبَتْ نَضَحَ في وَجْهِهَا المَاءَ ، رَحِمَ اللهُ امْرَأَةً قَامَتْ مِنَ اللَّيْلِ ، فَصَلَّتْ وَأيْقَظَتْ زَوْجَهَا ، فَإن أبَى نَضَحَتْ فِي وَجْهِهِ المَاءَ
Artinya: “Allah merahmati seorang lelaki (suami) yang bangun pada malam hari, lalu ia shalat (tahajud) dan membangunkan isterinya. Jika istrinya menolak, ia memercikkan air pada wajahnya. Allah merahmati seorang perempuan (isteri) yang bangun pada malam hari, lalu ia shalat (tahajud) dan membangunkan suaminya. Jika suaminya menolak, ia memercikkan air pada wajahnya.” (H.R. Abu Dawud An-Nasai, Ibnu Majah, dan Ahmad dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu).
- Meluruskan perilaku isteri dengan cara yang santun
Dalam hal ini Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berwasiat:
Baca Juga: Muslimah dan Masjidil Aqsa, Sebuah Panggilan untuk Solidaritas
اسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ، فَإِنَّ المَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ، وَإِنَّ أَعْوَجَ شَيْءٍ فِي الضِّلَعِ أَعْلاَهُ، فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهُ كَسَرْتَهُ، وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ، فَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ
Artinya: “Berwasiatlah (dalam kebaikan) pada perempuan, karena perempuan itu diciptakan dari tulang rusuk, dan yang paling bengkok dari tulang rusuk adalah pangkalnya. Jika kamu coba meluruskan tulang rusuk yang bengkok itu, maka dia bisa patah. Namun bila kamu biarkan maka dia akan tetap bengkok. Untuk itu nasihatilah para wanita”. (H.R. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu).
- Menjauhi kedekatan dengan pertempuan lain yang bukan mahram
Kepercayaan isteri kepada suami hendaklah dijaga dengan sebaik-baiknya. Sang isteri yang percaya seratus persen di mana suaminya bekerja dan beraktivitas. Maka, jalan terbaik untuk menjaga keharmonisan rumah tangga adalah dengan berkata jujur, berperilaku shalih, tidak berdekatan atau bercanda kepada wanita lain yang bukan mahram apalagi isteri orang lain.
Terlebih kalau sampai berbuat selingkuh, bermaksiat dan bermain cinta di belakang sepengetahuan isterinya. Maka, di sinilah timbulnya keretakan rumah tangga. Hingga kalau tidak dihentikan, tidak segera bertaubat, maka keretakan itu lama-kelamaan akan pecah. Na’udzubillah.
Baca Juga: Penting untuk Muslimah, Hindari Tasyabbuh
Canda suami adalah untuk isteri dan anak-anaknya, waktu luang bermain, bercengkerama suami adalah untuk isteri dan anak-anaknya. Isterinya adalah belahan jiwanya, separuh hatinya, sebagian kehidupannya. Adapun belahan, paruh dan sebagian lainnya ada ada pada diri suami itu sendiri.
Begitulah, bagaimana akhlak Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam terhadap isteri-isterinya. Beliau mengingatkan para suami dalam sabdanya:
أَكْمَل الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهمْ خُلُقًا، وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ … رواه الترمذي وغيره
Artinya: “Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya, dan sebaik-sebaik kamu adalah orang yang paling baik kepada istrinya”. (H.R. At-Tirmidzi, Ahmad, dan Ibnu Hibban, dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu).
Baca Juga: Peran Muslimat dalam Menjaga Kesatuan Umat
Dalam hal ini, Ibnu Katsir menjelaskan agar pasangan saling memperbaiki ucapan, perbuatan, penampilan sesuai dengan kemampuan, sebagaimana kamu menginginkan dari mereka (pasanganmu), maka lakukanlah untuk mereka.
Imam Al-Qurthubi menerangkan dalam kalimat, “Pergaulilah isteri kalian sebagaimana perintah Allah dengan cara yang baik, yaitu dengan memenuhi hak-haknya berupa mahar dan nafkah, tidak bermuka masam tanpa sebab, baik dalam ucapan dan tidak kasar.
Sedangkan di dalam Tafsir Al-Manar diterangkan bahwa, “Wajib atas suami yang beriman berbuat baik terhadap isteri mereka, menggauli dengan cara yang baik, memberi mahar dan tidak menyakiti baik ucapan maupun perbuatan, dan tidak bermuka masam dalam setiap perjumpaan, karena semua itu bertentangan dalam pergaulan yang baik dalam keluarga.”
Di antara bentuk perlakuan yang baik adalah melapangkan nafkah, meminta pendapat dalam urusan rumah tangga, menutup aib isteri, menjaga penampilan, dan membantu tugas-tugas isteri di rumah.
Baca Juga: Derita Ibu Hamil di Gaza Utara
Sehingga dengan hal itu terjalinlah hubungan keluarga yang harmonis serta mendapatan kebahagiaan dan ketenangan dalam hidup.
Jaga keutuhan rumah tangga
Ppara suami yang mendambakan kebaikan dalam rumah tangganya perlu mendalami dan memaklumi tabiat isterinya. Sehingga, jika menemukan ada sesuatu yang dibenci dalam diri isterinya, maka demi kebaikan keluarga pasti akan temukan lebih banyak kebaikan-kebaikannya.
Suami juga harus tahu apa perannya dalam rumah tangga, dan memahami kelemahan isterinya. Sehingga ia tidak akan pernah mencelakakan isterinya dengan kekerasan, baik secara fisik maupun mental. Ia tidak akan pernah terburu-buru menggauli isterinya sebagai nafkah batin, sebelum isterinya merasa senang, nyaman dan puas.
Ketika seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam,” Apa hak isteri terhadap suaminya?” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menjawab, “Memberi makan apa yang kamu makan, memberi pakaian apa yang kamu pakai, tidak menampar mukanya, tidak membencinya, serta tidak boleh menjauhinya.”
Kalaupun terjadi perselisihan hingga cekcok antara suami-isteri, itu adalah hal yang manusiawi. Akan tetapi ada batas toleransi waktu tiga hari bagi dua orang muslim jika saling mendiamkan satu sama lain. Maka, alangkah baiknya, jika suami-isteri saling mendiamkan di pagi hari, di malam harinya sudah bisa saling senyum lagi dan bergaul lagi.
Sebab, pasangan suami-isteri muslim dan muslimah paham betul bahwa perselisihan mereka adalah gangguan iblis. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah menerangkan kepada para sahabat, “Sesungguhnya Iblis meletakkan singgasananya di atas air, kemudian dia mengirim pasukannya, maka yang paling dekat kepadanya, dialah yang paling besar fitnahnya. Lalu datanglah salah satu dari mereka seraya berkata: ‘aku telah melakukan ini dan itu’, Iblis menjawab, ‘kamu belum melakukan apa-apa’. Kemudian datang lagi yang lain melapor, ‘aku mendatangi seorang lelaki dan tidak akan membiarkan dia, hingga aku menceraikan antara dia dan isterinya’, lalu Iblis mendekat seraya berkata, “Sangat bagus kerjamu”. (HR Muslim).
Begitulah, iblis menjadikan perceraian pasangan suami-isteri sebagai prestasi tertinggi tentaranya. Karena itu, Islam mencegah perbuatan yang bisa menyebabkan perselisihan suami-isteri tersebut.
Maka, jika ada cekcok dengan pasangan hidup, segeralah selesaikan masalahnya. Upayakan selesaikan masalah rumah tangga sendiri. Jangan menghadirkan pihak ketiga. Jika belum selesai juga, hadirkan seseorang yang bisa menjadi hakim yang bisa diterima kedua belah pihak, terutama dari pihak orang tua atau ahli agama/ustadz yang mampu memberikan nasihat terbaik.
Maka, dengan mewujudkan akhlak berumah tangga, di antaranya memperlakukan isteri dengan baik, insya-Allah akan terwujud rumah tangga yang sakinah, mawaddah warahmah.
Semoga terjalin selalu keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah pada keluarga kita masing-masing. Aamiin. []
Mi’raj News Agency (MINA)