MILITER Zionis Israel tiba-tiba melancarkan serangan skala besar-besaran dengan 100 pesawat tempur membombardir wilayah Iran pada Jumat dini hari, 13 Juni 2025.
Sekitar 200 pesawat tempur dikerahkan untuk menargetkan apa yang mereka sebut fasilitas nuklir dan rudal jarak jauh Iran. Beberapa pejabat militer senior Iran dan ilmuwan nuklir dikabarkan tewas dalam serangan itu.
Operasi yang dijuluki Rising Lion (Singa yang sedang bangkit) itu memiliki dua tujuan: serangan udara intensif di lokasi pengayaan Iran dan serangan yang lebih terarah di Teheran untuk melenyapkan pimpinan militer rezim tersebut.
Netanyahu rupanya ingin menghentikan apa yang ia gambarkan sebagai “kemajuan cepat Teheran dalam mengembangkan senjata nuklir.”
Baca Juga: Semesta Bergerak untuk Gaza
Serangan Israel itu menyusul ancaman selama bertahun-tahun dan spekulasi yang berkembang selama berhari-hari, tetapi tanpa persetujuan AS.
Pemerintahan Trump menegaskan bahwa Israel bertindak secara sepihak dan bahwa Washington “tidak terlibat.” Walaupun Trump tetap menegaskan dukungan negaranya terhadap Israel.
Tidak mungkin rasanya kalau Trump tidak tahu rencana serangan itu. Bagaimana tidak tahu? AS ternyata diam-diam telah mengirimkan ratusan rudal Hellfire ke Israel sebelum serangan itu.
AS mengirim sekitar 300 rudal Hellfire ke Israel pada Selasa (10/6/2025) dalam persediaan besar-besaran sebelum serangannya.
Baca Juga: Berikut Daftar 12 Aktivis Kemanusiaan di Atas Kapal Madleen
Pemindahan sejumlah besar Hellfire menunjukkan, pemerintahan Trump mendapat informasi lengkap tentang rencana Israel untuk menyerang Iran, kata pejabat, tanpa bersedia disebutkan namanya.
Hellfires adalah rudal udara-ke-darat berpemandu laser. Namun bom jenis ini tidak dapat merusak fasilitas nuklir Iran, tetapi hanya untuk serangan presisi.
Netanyahu mengatakan operasi akan terus berlanjut selama beberapa hari yang diperlukan untuk menghilangkan ancaman nuklir Iran. Sementara Teheran bersikeras bahwa program nuklirnya bersifat damai, dan bersikeras bahwa “tidak punya pilihan selain membalas serangan itu”.
Iran pun segera meresponnya beberapa jam kemudian dengan serangan balasan, dengan meluncurkan antara 150 dan 200 rudal ke Israel, Jumat malamnya.
Baca Juga: Teladan Adalah Dakwah Terbesar, Tanpa Itu Dakwahmu Hampa
Iran menanggapi dengan operasi yang dijuluki True Promise 3 (Janji sejati 3) yang menargetkan puluhan sasaran, pangkalan, dan infrastruktur militer Israel.
Radio Israel melaporkan, beberapa roket jatuh di sembilan tempat di Kota Tel Aviv dan sekitarnya. Kebakaran pun terjadi di dekat Markas Besar Kementerian Pertahanan. Sirine tanda bahaya meraung-raung sepanjang malam.
Lalu, apa alasan di balik serangan Israel ke Iran?
Pengamat Timur Tengah Andrei Ontikov berpendapat, tujuan di balik serangan Israel bukanlah program nuklir Iran, seperti klaim Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Baca Juga: Kapal Kemanusiaan Madleen Aksi Menembus Blokade Gaza
Menurut Ontikov, saat ini Teheran tidak memiliki tingkat uranium yang cukup untuk memproduksi senjata nuklir.
Sementara serangan Israel itu bertepatan dengan pertemuan Dewan Gubernur Badan Tenaga Atom Internasional, dan menjelang putaran perundingan berikutnya antara Iran dan Amerika Serikat mengenai program nuklir, yang membuat serangan ini semakin ironis.
Ontikov mengatakan kepada Al Jazeera, tujuan sebenarnya Netanyahu terletak pada upayanya untuk melepaskan diri dari krisis internal, karena operasi militer Israel di Jalur Gaza telah menemui jalan buntu. Di samping tekanan yang dihadapinya dari oposisi dan demonstrasi dari warga Israel sendiri terhadap kebijakan Netanyahu.
“Netanyahu menemukan jalan keluar dengan menggunakan eskalasi melalui serangan terhadap Iran, dan dengan mengamankan konflik jangka panjang yang akan memungkinkannya untuk tetap berkuasa,” ujarnya,
Baca Juga: Tiada Perayaan Idul Adha di Gaza, Ketika Pengorbanan Terputus dari Keadilan
Sementara itu, pakar strategi Roland Begamov mengatakan bahwa serangan Israel dilakukan untuk melemahkan kemampuan dan potensi militer Teheran. Israel juga sekaligus sedang berupaya memengaruhi situasi politik dalam negeri di Iran .
Bejamov menggambarkan peran Direktur Jenderal Badan Tenaga Atom Internasional Rafael Grossi sebagai negatif, dengan mengutip pernyataannya sebelum serangan Israel, di mana ia mengatakan bahwa Teheran kini mampu memproduksi senjata nuklir.
Ucapan itu memberikan tekanan politik tidak langsung untuk serangan tersebut dan berpotensi menggagalkan negosiasi AS-Iran di Kesultanan Oman.
Begamov meramalkan bahwa respons Iran akan sebanding dengan skala serangan Israel, dan bahwa Teheran akan menemukan cara untuk mencapainya.
Baca Juga: Qurban Bukan Sekadar Menyembelih Binatang, Tapi Wujudkan Solidaritas
Sementara itu, pakar keamanan Nikolai Babkin menggambarkan eskalasi antara Israel dan Iran sebagai sangat berbahaya, yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Babkin mengatakan kepada Al Jazeera bahwa meskipun kedua belah pihak mengklaim bahwa mereka tidak menginginkan perang habis-habisan, risiko salah perhitungan atau siklus pembalasan yang tidak terkendali telah menjadi sangat tinggi.
Menurutnya, menghancurkan program nuklir Iran secara menyeluruh melalui serangan udara adalah hal yang mustahil, karena program tersebut “tersebar, terkubur dalam di bawah tanah, dan dibentengi, dan kemungkinan besar memiliki kemampuan cadangan dan rencana darurat.”
Serangan itu menurut Babkin, justru memungkinkan Iran membangun kembali programnya dan bahkan kemungkinan memperkuat tekadnya untuk mengembangkan senjata nuklir sebagai pertahanan.
Baca Juga: 58 Tahun Naksa: Al-Aqsa dan Gaza, Ujian Kemanusiaan Tak Kunjung Usai
Ia berpendapat, Teheran ia prediksi akan menanggapi serangan Israel secara serius, karena jika tidak, hal itu akan menjadi pukulan telak bagi reputasi dan pengaruhnya, yang telah rusak akibat peristiwa di Suriah dan Lebanon.
Ia menilai bahwa operasi Israel tersebut secara serius dapat merusak prospek dimulainya kembali perundingan nuklir, karena Teheran akan memandang serangan apa pun, terutama jika didukung atau atas persetujuan Barat, sebagai bukti kesia-siaan diplomasi dan bahwa keamanannya hanya dapat dijamin melalui pencegahan nuklir.
Ia menambahkan bahwa meskipun mengalami kesulitan ekonomi, Iran telah membuktikan kemampuannya untuk bertahan dari tekanan selama puluhan tahun dan telah membangun keamanan yang kuat dan efektif dalam menghadapi ancaman oposisi internal.
Serangan-serangan itu justru memobilisasi dukungan domestik Teheran “setidaknya untuk sementara,” dan mengonsolidasikan posisinya. Dalam konteks ini, perubahan rezim bukanlah tujuan militer yang realistis bagi Israel.
Baca Juga: Haji untuk Palestina
Yang jelas apapun alasan di balik serangan Israel ke Iran, atau ke manapun, hanya akan meningkatkan ketegangan dan konflik kawasan, yang itu semua akan berpengaruh dan berdampak langsung atau tidak langsung ke dunia global.
Jadi, serangan militer bukan solusi damai, tapi justru hanya akan merugikan kedua belah pihak, dan berpotensi memicu konflik kawasan berkepanjangan dan dampak global yang mengikutinya. []
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Teladan Nabi Ibrahim dalam Cahaya Idul Adha