Ali Abdullah Saleh Satu-Satunya Presiden Yaman Bersatu

Mantan (Foto: Emirate247)

Mantan Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh mengambil alih Yaman Utara pada tahun 1978. Ia menjadi presiden seluruh republik setelah dua bagian wilayah Yaman disatukan pada tahun 1990.

Saleh menjadi satu-satunya orang yang menjabat sebagai presiden dari Yaman bersatu. Dia terbukti sebagai operator politik yang cerdas, bisa ramah dengan sistem kesukuan dan menaklukkan pemberontakan berkelanjutan di utara dan selatan.

Saleh sering menggambarkan dirinya sebagai satu-satunya orang yang bisa membuat Yaman tetap bersatu.

Di hari-hari awal kampanye populer selama berbulan-bulan untuk melengserkannya, dia menggambarkan oposisi sebagai sebuah persekongkolan untuk menghancurkan negara tersebut. Sebuah tema yang sering dia hadapi selama berpuluh-puluh tahun berkuasa. Hal itu ia tegaskan kepada sekelompok perwira militer senior.

Namun pemerintahan Saleh telah lekat dengan tuduhan korupsi dan salah urus.

Pada permulaan pemberontakan terhadap kekuasaannya, Yaman adalah salah satu negara termiskin di dunia, dengan tingkat pengangguran yang meluas dan inflasi yang terus-menerus. Miliaran dolar pendapatan minyak Yaman digelapkan atau disia-siakan. Empat puluh persen penduduk Yaman hidup dengan kurang dari US$ 2 per hari.

Setelah berbulan-bulan melakukan demonstrasi di tahun 2011, masa pemerintahan Saleh berakhir setelah dia menandatangani kesepakatan yang diperantarai oleh Dewan Kerja Sama Teluk (GCC), yang berisi persetujuannya untuk mengundurkan diri.

Namun, beberapa tahun kemudian, dia bangkit saat secara resmi bersekutu dengan kelompok Houthi pada tahun 2015.

Pada bulan Desember 2017, dia secara resmi memutuskan hubungan dengan Houthi dan mengungkapkan keterbukaannya untuk berdialog dengan Koalisi Pimpinan Arab Saudi yang memerangi Houthi selama konflik Yaman.

Baca Juga:  Renungan Hardiknas 2024: Pendidikan Bermutu untuk Memperkuat Daya Saing Bangsa

Beberapa hari kemudian, Saleh terbunuh pada tanggal 4 Desember 2017 pada usia 75 tahun. Kematiannya diperkirakan memiliki pengaruh besar bagi perang di Yaman.

Karir Politik Saleh

Saleh lahir pada tahun 1946 di kota Bayt Al-Ahmar dan bersuku Sanhan.

Awal karirnya dihabiskan di militer. Dia berjuang untuk pemerintah republik dalam perang sipil Yaman Utara, yang mengepung sisa-sisa kerajaan yang didukung Arab Saudi.

Pada tahun 1978, dari militer ia pindah ke dunia politik. Dia mengambil alih Yaman setelah mantan presiden terbunuh.

Saleh kemudian memimpin penyatuan Yaman Utara dengan Komunis Selatan yang kehilangan pelindung utamanya saat Uni Soviet ambruk.

Perang saudara pecah pada pertengahan 1994. Selatan memisahkan diri pada Mei tahun itu. Namun, perpisahannya berlangsung dua bulan saja. Militer Selatan hancur oleh Utara yang kemudian menempatkan Saleh sekali lagi sebagai pimpinan Yaman bersatu.

Saleh adalah sekutu mendiang Saddam Hussein Irak. Keputusannya mendukung Irak selama Perang Teluk pertama berkonsekuensi serius bagi ekonomi Yaman. Arab Saudi menanggapi dengan mengusir lebih dari satu juta pekerja Yaman dari Kerajaan, merampas pengiriman uang penting untuk keluarga Yaman yang tak terhitung jumlahnya.

Setelah serangan 11 September 2001, Saleh mencoba memposisikan dirinya sebagai sekutu penting Amerika Serikat.

Dia melakukan kunjungan resmi ke Washington pada tahun 2007. Dia bertemu dengan Presiden George W Bush di Gedung Putih. Dia mengizinkan pesawat-pesawat tak berawak AS beroperasi di Yaman untuk membunuh militan Al-Qaeda. Sebagai imbalannya, pemerintah Yaman menerima bantuan puluhan juta dolar AS.

Baca Juga:  Renungan Hardiknas 2024: Pendidikan Bermutu untuk Memperkuat Daya Saing Bangsa

Setelah Saleh lengser, Dewan Keamanan PBB menemukan bahwa dia mengumpulkan antara 32 dan 60 miliar dolar AS melalui korupsi selama 33 tahun berkuasa. Laporan tahun 2015 menyatakan bahwa aset Saleh disimpan di setidaknya 20 negara.

Pemberontakan

Kegagalan Saleh sebagai presiden setelah 33 tahun memicu berbulan-bulan demonstrasi populer yang dimulai pada Januari 2011, tak lama setelah pelengseran Presiden Tunisia Zine El Abidine Ben Ali.

Para pemrotes menghabiskan waktu berbulan-bulan berkemah di depan Universitas Sanaa, tempat mereka mendirikan tenda dan meneriakkan pengunduran diri Saleh. Demonstrasi juga menyebar ke beberapa kota Yaman lainnya.

Beberapa perwira militer berpangkat tinggi meninggalkan Saleh setelah tindakan kerasnya yang brutal pada 18 Maret. Saat itu setidaknya 50 demonstran di Sanaa dibunuh oleh penembak jitu.

Jenderal Ali Mohsen Saleh adalah orang pertama yang berpisah dari Saleh. Dia memerintahkan pasukan di bawah komandonya untuk melindungi demonstran.

Protes tersebut pada awalnya dipimpin oleh mahasiswa dan kaum muda, tapi akhirnya mereka berhasil memasukkan sebagian besar kalangan oposisi yang merugikan Yaman.

Houthi, pemberontak Syiah di Utara mendukung gerakan demonstrasi tersebut, begitu pula kelompok separatis Gerakan Selatan.

Protes tersebut juga menguatkan posisi keluarga Ahmar, rekan anggota konfederasi suku Hashed Saleh yang telah muncul sebagai lawan politik utamanya. Hamid Al-Ahmar, seorang pengusaha terkemuka, dipandang sebagai penerus Saleh. Sementara saudaranya, Hussein Al-Ahmar, keluar dari partai berkuasa dan secara terbuka melawan Saleh.

Baca Juga:  Renungan Hardiknas 2024: Pendidikan Bermutu untuk Memperkuat Daya Saing Bangsa

Saleh mencoba menegosiasikan jalan keluar dari demonstrasi dengan menawarkan membentuk “pemerintah persatuan” dan mengusulkan sebuah komite untuk merombak konstitusi. Namun, kelompok oposisi menganggap tawaran Saleh sebagai “pemborosan waktu”.

Saleh kemudian menawarkan diri untuk mundur, berjanji menyerahkan kekuasaan kepada pemerintah sipil. Pihak oposisi menolak tawaran tersebut dan menuntut pengunduran dirinya lebih cepat.

Presiden juga mencoba keluar dari masalah dengan menawarkan puluhan ribu dolar dan mobil baru kepada para tetua suku. Namun, dukungan kesukuannya yang merupakan basis kekuatan utamanya telah terkikis.

Negara tetangga kemudian mencoba untuk menjadi perantara jalan keluar yang damai bagi Saleh. Sebuah proposal yang dinegosiasikan oleh GCC akan memberinya kekebalan dari tuntutan dengan imbalan mengundurkan diri. Tapi dia menolak – dalam tiga kesempatan berbeda – untuk menandatangani kesepakatan tersebut.

Di bawah kesepakatan dari GCC, Saleh kemudian mengalihkan kekuasaan ke wakilnya sebelum pemilu awal. Sebagai gantinya, dia menerima kekebalan dari penuntutan.

Saleh meninggalkan sebuah pemerintahan yang tidak dilengkapi kekuatan untuk menangani serangkaian tantangan yang dihadapi Yaman, termasuk berkurangnya cadangan minyak dan air serta populasi pemuda pengangguran yang tumbuh pesat.

Pemerintahan Saleh digolongkan sebagai salah satu yang paling korup di dunia.

Jaringan patronase Saleh mulai menyusut saat cadangan minyak Yaman mulai mengering. Produksi minyak negara itu mencapai puncaknya pada tahun 2001 setelahnya menurun. Beberapa kerusuhan suku di suku Saleh yang terjadi tepat sebelum lengsernya disebabkan karena ketidakmampuannya untuk “menyebarkan kekayaan” seperti dulu.

Dia juga gagal menyelesaikan konflik yang sedang berlangsung antara Houthi maupun Gerakan Selatan. (A/RI-1/RS2)

Sumber: Al Jazeera

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.