Sentul, MINA – Aliansi Pemuda Lintas Agama untuk Iklim (Interfaith Youth Climate Alliance) menyelenggarakan “Warung Belajar: Transisi Energi dan Ketahanan Pangan” melalui pelatihan di kelas alam dan lapangan di Komunitas Iklim Sungai Cikeas (KISUCI), Sentul, Bogor, Ahad (29/9).
Hayu Prabowo, selaku Fasilitator Nasional Interfaith Rainforest Initiative (IRI) Indonesia, menyampaikan pentingnya peran pemuda dalam mendorong transisi energi dan ketahanan pangan sebagai langkah krusial menghadapi tantangan perubahan iklim global.
“Semangat inovasi dan kolaborasi, pemuda lintas agama diharapkan menjadi agen perubahan yang mampu menghadirkan solusi nyata untuk transisi menuju energi terbarukan, peningkatan ketahanan pangan, dan pelestarian hutan tropis, guna mewujudkan masa depan yang lebih berkelanjutan” ungkap Hayu
Ketua Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), Widi Pancono, memaparkan perkembangan dan potensi energi terbarukan di Indonesia.
Baca Juga: Ketua MPR RI Salurkan Bantuan untuk Korban Erupsi Gunung Lewotobi
Dia menyoroti pentingnya transisi energi menuju sumber yang lebih bersih dan berkelanjutan dalam rangka menghadapi perubahan iklim dan memastikan ketahanan energi nasional.
“Indonesia memiliki potensi besar dalam pemanfaatan energi terbarukan, seperti biomasa, tenaga surya, angin, dan hidro. Dengan dukungan inovasi teknologi dan kebijakan yang tepat, transisi energi ini tidak hanya akan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, tetapi juga membuka peluang ekonomi baru dan menciptakan lapangan kerja yang lebih hijau,” jelas Widi.
Dia juga menekankan perlunya kolaborasi antara pemuda, masyarakat, akademisi, praktisi, pemerintah dan media untuk mempercepat transisi menuju masa depan energi yang lebih berkelanjutan.
Asisten Program Ekosistem Pertanian KEHATI, Imroatul Mukhlishoh, membahas tantangan dan strategi ketahanan pangan di Indonesia.
Baca Juga: HGN 2024, Mendikdasmen Upayakan Kesejahteraan Guru Lewat Sertifikasi
Ia menyoroti bahwa ketahanan pangan menjadi semakin krusial di tengah dampak perubahan iklim, yang mengganggu produksi pangan dan mengancam ketersediaan sumber daya.
“Untuk mencapai ketahanan pangan yang berkelanjutan, kita harus menerapkan praktik pertanian yang ramah iklim, mengintegrasikan teknologi, dan memberdayakan petani lokal. Hal ini akan memastikan ketersediaan pangan sekaligus menjaga kelestarian lingkungan,” ujar Imroatul.
Ia juga menekankan, kolaborasi lintas sektor, termasuk peran aktif pemuda, sangat diperlukan dalam menciptakan sistem pangan yang lebih tangguh di masa depan.
Aliansi Pemuda Lintas Agama untuk Iklim (Interfaith Youth Climate Alliance) dibentuk dalam rangka mendorong pengembangan solusi berbasis alam untuk menghadapi ancaman bencana akibat perubahan iklim.
Baca Juga: Hari Guru, Kemenag Upayakan Sertifikasi Guru Tuntas dalam Dua Tahun
Pembentukan aliansi tersebut dideklarasikan pada pertemuan kepemimpinan iklim pemuda lintas agama IRI Indonesia yang berfokus pada pengembangan solusi berbasis alam di kawasan eco-eduwisata KISUCI, Sentul, Bogor pada 6 Juli 2024.
Sementara Komunitas Iklim Sungai Cikeas (KISUCI) adalah sebuah kelompok yang berdedikasi untuk menjaga keberlanjutan Sungai Cikeas melalui kolaborasi, kegiatan pelestarian, dan peningkatan kesadaran masyarakat.
Melalui berbagai program dan kegiatan, komunitas ini bertujuan untuk membangun pemahaman yang lebih baik tentang pentingnya menjaga ekosistem sungai melalui pemberdayaan masyarakat dalam upaya pelestarian lingkungan dan pengendalian perubahan iklim.[]
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Meriahkan BSP, LDF Al-Kautsar Unimal Gelar Diskusi Global Leadership