Aman Abdurrahman Bantah Tuduhan-Tuduhan Jaksa

Jakarta, MINA – Terdakwa sejumlah kasus terororisme di Indonesia, Oman Rochman alias , membantah terlibat dalam insiden serang teror dan bom sebagaimana yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang pekan lalu.

Dalam nota pembelaan atau pledoi dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (25/5), Aman juga menyinggung serangkaian kasus teror bom di Surabaya, Jawa Timur, baru-baru ini.

Aman mengatakan tindakan bom bunuh diri di Surabaya tidak mungkin dilakukan oleh orang-orang yang memahami ajaran Islam dan tuntutan jihad. Ia juga menyebut orang yang melakukan tindakan seperti itu tidak sehat akalnya.

“Mengenai dua kejadian  (bom bunuh diri) di Surabaya itu saya katakan bahwa orang-orang yang melakukannya atau orang yang merestuinya atau mengajarkannya atau yang menamakannya jidad adalah orang-orang yang sakit jiwanya dan frustasi dengan kehidupan. Islam melepaskan diri dari tindakan semacam itu,” ujar Aman seperti dilaporkan MINA.

“Bahkan (tindakan semacam itu) tidak mungkin dilakukan oleh orang yang sehat akalnya,” imbuh Aman.

“Begitu juga dengan kejadian seorang ayah yang membonceng anaknya yang meledakkan diri di kantor polisi yang qodarullah si anak ternyata masih hidup itu adalah tindakan keji dengan dalih jihad,” kata Aman.

Dua  teror bom bunuh diri yang dimaksud oleh Aman yaitu teror bom mematikan di gereja dan Mapolrestabes Surabaya, Jawa Timur.

Mengenai kasus-kasus yang menjeratnya, Aman membantah keterlibatan dirinya seperti yang disebutkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam tuntutan mereka saat persidangan Jumat lalu.

Insiden teror bom yang dikaitkan dengan Aman termasuk , Bom Terminal Kampung Melayu, hingga teror bom di Gereja HKBP Oikumene Samarinda.

Dalam nota pembelaannya, Aman mengaku dirinya baru mengetahui kasus-kasus teror bom yang dituduhkan kepadanya saat menjalani persidangan.

“Adapun kasus-kasus yang saya dikaitkan dengannya maka ketahuilah bahwa kasus-kasus di antaranya kasus Bom (gereja) Samarinda, bom Thamrin, Bom Kampung Melayu, Kasus di Medan seluruhnya saya sendiri baru tahu kasusnya saat persidangan ini,” jelas Aman.

“Kasus-kasus itu terjadi pada tenggang waktu bulan November 2016 dan September 2017 dan saya diisolasi di LP Pasir Putih Nusakambangan (Cilacap) sejak Februari 2016 sampai saya diambil kembali oleh Densus 88 pada 12 Agutus 2017,” kata dia.

Selama masa isolasi, kata Aman, ia  tidak mengetahui perkembangan berita sama sekali. Ia juga tidak bisa bertemu maupun komunikasi dengan siapapun selain dengan sipir penjara.

Aman mengaku hanya satu kasus yang ia ketahui yakni Bom Thamrin yang ia baca di salah satu media daring nasional.

“Hanya satu kasus saja yang saya baca beritanya (di media daring) yaitu kasus Thamrin. Dan saksi kunci Abu Gar sudah mengatakan di dalam persidangan ini dalam kesaksiannya bahwa saya Aman Abdurrahman tidak mengetahui apapun perihal penyerangan itu,” tegas Aman.

Ia mengkritik cara aparat dalam mejerat dirinya dengan serangan-serangan teror dan bom bunuh diri di sejumlah daerah di Indonesia.

“Kemudian sistem penjeratan kepada saya pada kasus-kasus ini adalah model gaya baru yang pertama kali dilakukan. Yaitu dikaitkan-kaitkan karena (pelaku) pernah ketemu saya atau walau hanya sekali mendengar rekaman ceramah saya, atau pernah walau sekali pernah baca tulisan saya atau ditemukan di rumahnya buku atau kajian buku saya,” kata Aman.

Padahal, kata Aman, buku-bukunya baru membahas masalah tauhid saja dan belum membahas masalah jihad. Ia menilai pengaitan dirinya dengan kasus-kasus yang tidak ia lakukan adalah sebagai upaya untuk bisa menangkap dan memejarakannya.

Padalah, kata Aman, sejauh ini ia sama sekali belum mengeluarkan seruan atau ajakan kepada murid-muridnya atau masyarakat untuk menyerang pemerintah atau aparat pemerintah.

“Ketahuilah walapun saya mengkafirkan pemerintah Indonesia dan aparaturnya akan tetapi sampai detik ini saya dalam menyampaikan kajian atau tulisan yang disebarkan belum melontarkan seruan atau ajakan kepada saudara-saudara kami yang hidup di tengah masyarakat untuk mulai menyerang aparat keamanan,” kata Aman.

“Adapun penyerangan terhadap aparat di sini (Indonesia) itu adalah tindakan individu yang harus ditanyakan kepada pelakunya siapa yang menyuruhnya,” tambahnya.

Sebelumnya, dalam persidangan Jumat pekan lalu, Aman dituntut hukuman mati oleh JPU. (L/R11/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0