Krisis yang terjadi antara Rusia dan Ukraina tengah menjadi perhatian dunia dan menimbulkan berbagai masalah di dunia, dalam bidang energi, pangan, keuangan dan lain-lain, setelah Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan “operasi militer khusus” di Ukraina pada 24 Februari 2022 lalu.
Rusia mengatakan akan menghentikan operasi militernya jika Kiev memenuhi daftar tuntutan Moskow, termasuk tidak pernah mendaftar untuk bergabung dengan NATO, aliansi Pertahanan Atlantik Utara yang anggotanya mayoritas negara-negara Eropa dan AS.
Konflik militer sejauh ini telah mengakibatkan lebih dari 3,5 juta orang mengungsi, dalam apa yang digambarkan oleh PBB sebagai krisis pengungsi yang tumbuh paling cepat di Eropa sejak Perang Dunia II.
Untuk itu, Tim Ambassador Talks Kantor Berita MINA secara ekslusif mewawancarai Duta Besar Federasi Rusia untuk Indonesia, Lyudmila Vorobieva, di Wisma Rusia, Kawasan Rangkayo Rasuna Said, Kuningan, Kamis 7 April.
Baca Juga: Joe Biden Marah, AS Tolak Surat Penangkapan Netanyahu
Pada kesempatan itu, Dubes Lyudmila mengatakan, serangan yang dilancarkan Rusia merupakan keputusan sulit yang diambil Presiden Vladimir Putin, namun harus dilakukan untuk kemananan dan mencegah konflik lebih besar.
“Saya tidak mengatakan operasi militer adalah hal terbaik untuk menyelesaikan semua masalah, tetapi bagi kami tidak ada pilihan lain karena ini adalah masalah keamanan kami. Jadi, Presiden telah membuat keputusan yang sangat sulit untuk melakukan operasi ini, tetapi kami mencegah konflik yang lebih besar terjadi dan lebih banyak orang meninggal,” tuturnya.
Tidak hanya soal isu Rusia-Ukraina, pada kesempatan itu, MINA juga menanyakan hal-hal lainnya yakni hubungan Indonesia-Rusia, pertemuan G-20, perkembangan Islam di Rusia, hingga bantuan dan dukungan Rusia untuk Palestina.
Berikut kutipan wawancara MINA dengan Duta Besar Federasi Rusia untuk Indonesia, Lyudmila Vorobieva.
Baca Juga: Inggris Hormati Putusan ICC, Belanda Siap Tangkap Netanyahu
Posisi Indonesia netral dan tetap mengundang Presiden Putin ke KTT G-20, bagaimana menurut Anda?
Kami mengapresiasi posisi netral pemerintah Indonesia terhadap krisis ini dan langkah Presiden Joko Widodo tetap mengundang Rusia di pertemuan G-20 yang akan berlangsung di Bali pada November nanti.
Kita tahu bahwa beberapa negara mencoba menekan Indonesia untuk tidak mengundang Rusia dan kami berharap Indonesia tidak akan menyerah.
Kami juga mendukung pemerintah Indonesia di G20. Kami mendukung prioritas yang telah ditentukan oleh Indonesia, yaitu pemulihan setelah pandemi global. Penguatan sistem pelayanan kesehatan, transformasi digital dan transformasi energi. Ini adalah isu-isu yang sangat penting dan kami juga mendukung posisi Indonesia.
Baca Juga: Guido Crosseto: Kami akan Tangkap Netanyahu Jika Berkunjung ke Italia
G20 adalah forum yang harus berkonsentrasi pada masalah ekonomi dan tidak menyeret isu politik. Ada begitu banyak hal yang membutuhkan perhatian dan perlu dicarikan solusi. Melarang Rusia untuk hadir di G20 tidak akan membantu untuk menemukan solusi untuk masalah yang sangat penting ini.
Pertamina berencana membeli minyak mentah dari Rusia, bagaimana perkembangannya?
Ini sebenarnya adalah komersial antara perusahaan minyak Indonesia dan Rusia. Saya tidak memiliki kontak karena ini adalah hal komersial dan kami tidak memiliki detailnya. Tapi mereka setahu saya sudah menghubungi pihak kita sebenarnya. Saya tidak berpikir itu akan menjadi masalah.
Bagaimana perkembangan Islam di negara Anda?
Baca Juga: Militer Israel Akui Kekurangan Tentara dan Kewalahan Hadapi Gaza
Pemerintah Rusia sangat mendukung perkembangan Islam. Presiden Vladimir Putin sendiri dalam beberapa pernyataannya menyampaikan hal itu.
Selain itu kami memiliki sembilan wilayah di Rusia yang mayoritas Muslim. Salah satunya adalah Chechnya.
Chechnya merupakan salah satu daerah maju terbaik di Rusia dan orang-orang Chechnya mendukung Presiden Putin, dalam operasi militer di Ukraina.
Kami juga telah membangun ribuan bangunan masjid. Sekarang ada lebih dari 12.000 masjid. Jadi semua kesempatan diberikan kepada umat Islam. Masjid terbesar di Eropa berada di Moskow dan Presiden kami hadir saat peresmiannya.
Baca Juga: ICC Keluarkan Surat Perintah Penangkapan Netanyahu dan Gallant
Presiden Putin mengatakan bahwa Rusia seperti negara Muslim dengan adanya 20 juta Muslim di sana.
Islam datang ke Rusia 1.100 tahun yang lalu dan ada perayaan besar untuk memperingati masuknya Islam ke Rusia. Ada beberapa perwakilan, termasuk Indonesia yang diundang untuk menghadiri perayaan tersebut.
Apa tanggapan negara Anda mengenai berita-berita tentang tragedi di Kota Bucha?
Begitu banyak orang meninggal. Tentu saja, itu sebuah tragedi. Mereka memakai pita putih di lengan dan arti dari pita putih ini bahwa mereka mendukung tentara Rusia. Mengapa orang Rusia harus membunuh orang yang mendukung mereka? Jadi ini harus dibuktikan, seperti dengan pemeriksaan medis terhadap korban.
Baca Juga: Trump Disebut Menentang Rencana Israel Aneksasi Tepi Barat
Jika dilakukan dengan penyelidikan pemeriksaan medis, akan sangat jelas kapan orang-orang ini meninggal dan bagaimana mereka meninggal. Tapi pihak Ukraina tidak melakukan itu.
Hal lainnya adalah bahwa perwakilan kami di PBB sudah meminta diadakan pertemuan darurat Dewan Keamanan mengenal peristiwa ini, bahkan sampai dua kali. Namun Presiden Dewan Keamanan menolak.
Mengapa mereka menolak? Artinya tidak ada bukti dan mereka tidak mau melakukan itu.
Benarkah Rusia menemukan laboratorium di Ukraina yang diduga mengembangkan senjata biologis AS dan sekutu?
Baca Juga: Syamsuri Firdaus Juara 1 MTQ Internasional di Kuwait
Itu benar sekali. Ini bukan tentang Covid-19. Tapi itu informasi yang telah dikonfirmasi oleh Amerika Serikat sendiri. Dalam delapan tahun AS telah membangun lebih dari 30 laboratorium di Ukraina saja dan lebih dari 300 di seluruh dunia, termasuk satu di Indonesia.
Kami menemukan dokumen bahwa Lab ini mengembangkan patogen beracun untuk disebarkan.Itu dilarang menurut hukum internasional dan sebagian besar lab ini sebenarnya berada di sepanjang perbatasan Rusia-Ukraina. Jadi untuk apa ini dikembangkan secara khusus?
Bagaimana sikap Rusia tentang Palestina dan bantuan untuk konstruksi Gaza?
Kami mendukung rakyat Palestina dan kami telah melakukannya untuk waktu yang sangat lama.
Baca Juga: AS Jatuhkan Sanksi Enam Pejabat Senior Hamas
Kami memiliki posisi yang sama dengan Indonesia mendukung solusi dua negara untuk masalah yang telah tertunda begitu lama.
Untuk bantuan rekonstruksi, saya tidak tahu detail jumlahnya, dan kami juga memberikan bantuan kemanusiaan untuk mereka.
Bagaimana tentang komunitas Yahudi di Rusia?
Kami memang memiliki komunitas Yahudi di Rusia.
Baca Juga: Diveto AS, DK PBB Gagal Setujui Resolusi Gencatan Senjata Segera di Gaza
Di masa Kekaisaran Rusia, komunitas Yahudi didiskriminasi dan diisolasi sehingga mereka tidak bergaul dengan orang Rusia.
Mereka semacam komunitas yang tidak bercampur, itu sangat didiskriminasi. Bahkan sebelum tahun 1917, komunitas Yahudi tidak diizinkan pergi ke daerah-daerah tertentu di Kekaisaran Rusia.
Itu terjadi pada abad ke-19 dan awal abad ke-20 setelah Uni Soviet terbentuk, orang-orang Yahudi tidak lagi didiskriminasi sampai sekarang.
Awalnya, kami menempatkan mereka di wilayah khusus Yahudi yang sangat besar agar mereka tidak bercampur, namun kenyataannya mereka telah sangat bercampur.
Baca Juga: Yordania Siap Daratkan Pesawat Bantuan Kemanusiaan di Gaza Selatan
Selain itu dalam masyarakat kami, sebenarnya tidak terlalu peduli. Siapa orang Yahudi. Kami tidak peduli tentang bangsa apa, agama apa.
Ketika Israel didirikan setelah Perang Dunia Kedua, ada larangan bagi orang-orang Yahudi di Uni Soviet untuk berimigrasi. Jadi, mereka yang berimigrasi ke Israel tidak akan pernah bisa kembali ke Uni Soviet lagi.
Jadi hingga saat ini ada sekitar 5 juta orang Yahudi dari yang berbicara bahasa Rusia menetap di Israel, bahkan mereka ada yang menjadi tentara. (W/RE1/R7/RA-1/R1/P2/Adul/P1 )
Mi’raj News Agency (MINA)