Sudah menjadi tradisi lama di Mosul, Irak, bagi anak-anak lelaki muda untuk merayakan Idul Fitri dengan membuat ‘kegaduhan’ atau ‘huru-hara’ dengan petasan dan senjata mainan – menakut-nakuti saudara perempuan dan kakek-nenek mereka.
Tapi hampir setahun setelah pasukan keamanan Irak merebut kembali kota yang hancur di akhir pertempuran brutal untuk mengusir kelompok militan ISIS, hanya sedikit toleransi bahkan untuk sekadar lakon perang-perangan.
Selama tiga tahun diperintah oleh militan, pelajaran matematika di sekolah dasar kerap diisi dengan kegiatan menghitung peluru dan granat, sementara anak-anak dilatih untuk pertempuran garis depan.
Jadi untuk pertama kalinya, janda berusia 50 tahun, Umm Berqis, menolak untuk membelikan senjata mainan plastik untuk keempat putranya, saat ia bersiap untuk merayakan berakhirnya ibadah puasa di Ramadhan kemarin.
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
“Senjata telah menghancurkan kota kami dan melukai anak-anak kami,” ujarnya seperti dilaporkan Arab News yang dikutip MINA, Ahad (17/6).
“Tahun ini, tidak ada alasan untuk membeli senapan mainan. Kami membenci semua hal yang mengingatkan kami pada kekerasan,” ia memberikan alasan.
Keinginannya untuk mengklaim kembali keadaan tidak bersalah atas nama anak-anaknya juga dirasakan oleh banyak orantua lain, termasuk Ali Moayed, seorang ayah 35 tahun.
Senjata mainan dan petasan masih dijual di pasar Nabi Younes yang bersejarah.
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Tetapi orang lokal yang peduli bertekad untuk menghilangkan semua jejak yang bisa mengingatan masa-masa – dengan membeli seluruh stok barang-barang yang menyinggung, di depan orangtua dan anak-anak.
“Saya mencoba mengirim pesan ke vendor, jadi mereka berhenti meletakkannya di warung mereka,” ujarnya kepada AFP, yang lebih meminta identitasnya tidak disebutkan.
“Saya bahkan berharap ada larangan resmi karena senjata membawa bahaya yang sangat besar pada anak-anak dan masyarakat pada umumnya,” kata dia.
Masalah moral ini pula yang menyatukan perasaan dan sikap para imam di Mosul. Mereka kompak dalam mengimbau para pedagang petasan dan senjata mainan untuk menjajakan dagangan alternatif yang menumbuhkan perasaan dan sikap optimisme di tengah masyarakat.
Baca Juga: Dentuman Perang Memisahkan Sepasang Calon Pengantin
Selama prosesi shalat Idul Jumat lalu, khutbah-khutbah di seluruh kota Mosul yang hancur akibat konflik sektarian dan peperangan berisi ajakan agar para pedagang menyebarkan ‘sukacita’ dan ‘optimisme’. Caranya dengan menjual hadiah alternatif, bukan senjata mainan atau petasan.
Tahun ini, bahkan tidak ada perayaan petasan yang terdengar di beberapa distrik Mosul. Jadi orang-orang berusaha untuk menghindari hal-hal yang mengingatkan baku tembak tak berkesudahan dan suara senapan mesin. (AT/R11/P1)
Mi’raj NewsAgency (MINA)
Baca Juga: Bela Masjid Al-Aqsa Sepanjang Masa