Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

ANTARA JILBAB POLWAN INDONESIA DAN NEGARA BARAT

Rudi Hendrik - Rabu, 21 Januari 2015 - 22:59 WIB

Rabu, 21 Januari 2015 - 22:59 WIB

2957 Views

<a href=

Polisi wanita berjilbab pertama di Swedia (2006), Donna Eljamal." width="300" height="169" /> Polisi wanita berjilbab pertama di Swedia (2006), Donna Eljamal.

Oleh: Rudi Hendrik, jurnalis Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Indonesia adalah negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia. Namun, memperjuangkan syariat Islam di Indonesia ternyata tidak mudah, bahkan bisa lebih sulit dibandingkan negara dengan penduduk Muslim minoritas.

Seperti penggunaan jilbab bagi Polisi Wanita (Polwan) yang tampaknya tak akan terwujud. Padahal, saat Sutarman menjabat Kapolri telah berjanji, Agustus atau September 2015 ini Perkap itu akan rampung. Setelah itu, pengadaan jilbab bagi polwan akan dilaksanakan.

“Nanti tahun 2015 sudah selesai,” ungkap Sutarman di Mabes Polri, Jumat 9 Januari 2015 lalu.

Baca Juga: Di Balik Hijab, Ada Cinta

Mantan Kapolda Metro Jaya itu menambahkan, saat ini perkap jilbab polwan sudah sampai perencanaan dan pengadaan anggaran. Anggaran yang disiapkan Rp 1,2 triliun.

Menurut Sutarman, pemakaian jilbab merupakan hak asasi manusia yang tidak boleh dilarang. “Memakai jilbab, adalah hak asasi manusia,” katanya.

Namun, seiring dengan dicopotnya Jenderal Polisi Sutarman dari posisinya sebagai Kapolri pada Jumat, 16 Januari 2015 lalu, kini muncul larangan Polwan berjilbab yang dikeluarkan oleh Mabes Polri. Entah apa maksud dari pelarangan tersebut. Jelas-jelas Kapolri sebelumnya sudah akan menggoalkan jilbab bagi Polwan pada Agustus – September mendatang.

Pilihan “Gila”

Baca Juga: Menjadi Pemuda yang Terus Bertumbuh untuk Membebaskan Al-Aqsa

Polwan muslimah yang melaksanakan kewajiban berjilbab sesuai syariat Islam, kini dihadapkan pada pilihan, yakni mau menerima hukuman atas pilihannya menggunakan jilbab atau mencopot hijabnya dengan mengikuti telegram yang datang dari Mabes Polri. Bagaimana mungkin seorang muslimah dilarang memakai jilbab? Bukankah jilbab adalah lambang kehormatan seorang wanita dalam Islam?

Melarang seorang wanita Islam mengenakan jilbab tidak hanya masuk dalam kategori melanggar hak asasi manusia, namun lebih jauh dari itu berarti sudah berani ‘menghantam’ apa yang diperintahkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Jika perintah Tuhan yang kuasa saja dilawan, lalu disebut apakah manusia yang berani melarang perintah Allah tersebut?

Sungguh, sangat tidak bijak jika masalah jilbab Polwan saja selalu dipermasalahkan. Bukankah ada masalah-masalah lain yang sifatnya mendesak dan harus segera diselesaikan? Kasus berkeliarannya para koruptor misalanya, bukankah koruptor merupakan masalah kronis di negeri ini yang mesti harus segera diselesaikan? Melarang Polwan berjilbab sama saja melakukan diskriminasi terhadap seorang muslimah. Dan itu artinya, menyakiti hati umat Islam yang jumlahnya mayoritas di negeri ini.

Pekanbaru Pos (Grup JPNN.cm) telah menemukan surat larangan berjilbab yang ditujukan kepada Kapolda Riau. Surat larangan itu tertanggal 19 Januari 2015. Artinya, rencana pelarangan jilbab bagi Polwan sudah dirancang beberapa hari lalu sebelum keputusan pelarangan itu mencuat. Bagaimana mungkin kebijakan Kapolri sebelumnya akan memuluskan peraturan agar Polwan berjilbab tiba-tiba dalam hitungan hari berubah? Ada apa dibalik pelarangan bagi Polwan untuk mengenakan jilbab?

Baca Juga: Muslimat Pilar Perubahan Sosial di Era Kini

“Adanya penggunaan jilbab bagi Polwan tidak dibenarkan karena belum ada regulasinya,” demikian bunyi surat tersebut seperti dirilis oleh JPNN, Selasa 20 Januari 2015.

Wacana pemakaian jilbab pada polisi wanita bukan hal baru. Namun di era Plt Kapolri Komjen Badrodin Haiti yang menggantikan Sutarman, belum juga dituntaskan, tapi malah membuat surat edaran yang ditujukan ke Polda untuk menertibkan para Polwan berjilbab yang dinilai berseragam tidak sesuai dengan ketentuan korps Bhayangkara tersebut.

Polwan Berjilbab Ditekan dan Dihina Atasan

<a href=

Polwan berjilbab rawan intimidasi dari atasan. (Foto: ROL)" width="300" height="178" /> Para Polwan berjilbab cantik ini rawan intimidasi dari atasan. (Foto: ROL)

Ternyata, ada banyak laporan yang diterima oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang tekanan, bahkan penghinaan dari para Petinggi POLRI terhadap anak buahnya, para Polwan yang berjilbab.

Baca Juga: Tujuh Peran Muslimah dalam Membela Palestina

Informasi ini diungkapkan oleh Wakil Sekretaris Jenderal MUI Tengku Zulkarnain hampir setahun yang lalu.

“Ada intimidasi terhadap Polwan untuk melepas jilbabnya, seperti ancaman mutasi ke Aceh. Bahkan ada yang diancam diberhentikan dari ‘job’ mereka,” tegas Tengku dengan nada serius, saat diwawancarai oleh Republika, Kamis 6 Februari 2014.

Salah satunya, ada intimidasi dan penghinaan di Pusat Pendidikan (Pusdik) Polisi Republik Indonesia (POLRI) di Semarang, Jawa Tengah.

Menurutnya, ada Perwira Polwan yang diberi surat pemberhentian mengajar oleh atasannya, Kombes “B”. Bahkan di depan upacara apel bendera setiap hari Senin, ia dinista sedemikian rupa.

Baca Juga: Muslimah dan Masjidil Aqsa, Sebuah Panggilan untuk Solidaritas

Oknum Kombes “B” ini, tutur Tengku, seolah-olah ingin membenturkan hak berjilbab Polwan dengan Institusi Polri.

“Sepertinya, menurut Oknum Kombes ‘B’ ini, Polwan berjilbab adalah orang yang melawan dan mempermalukan Polri,” tutur Tengku Zulkarnain.

Padahal, tambah Tengku, hak mereka untuk berjilbab jelas dilindungi oleh Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan Pancasila. Namun, Polwan yang berjilbab malah dianggap musuh yang ingin menghancurkan Institusi Polri oleh oknum polisi itu.

Jika Polwan berjilbab dianggap musuh dan seolah-olah telah mencoreng institusi Polri, lalu dimata bukti keadilan hukum di negeri ini? Apakah tidak ada pembelaan para penegak hukum kepada para Polwan berjilbab itu? Sekali lagi, melecehkan Polwan berjilbab berarti telah menyakiti hati umat Islam di negeri ini.

Baca Juga: Penting untuk Muslimah, Hindari Tasyabbuh

Polisi Wanita Berjilbab di Negara Barat

Kepolisian Inggris merekrut Muslimah Inggris menjadi polisi.

Kepolisian Inggris merekrut Muslimah Inggris menjadi polisi.

Di beberapa negara, ternyata kebijakan penggunaan jilbab untuk polisi wanita malah sudah lama diberlakukan.

Inggris. BBC merilis data tahun 2001, sedikitnya ada satu juta kaum Muslim dari total tujuh juta penduduk London. Dari jumlah Muslim itu, 3.000 di antaranya menjadi polisi.

Penggunaan hijab bagi para polisi wanita dianggap cukup membantu dalam proses perekrutan. Sebab dalam beberapa kesempatan sebelumnya, ada kandidat potensial yang mundur karena tak bisa menggunakan jilbab.

Baca Juga: Peran Muslimat dalam Menjaga Kesatuan Umat

Tidak seperti jilbab tradisional, polwan di Inggris harus memakai kerudung yang simpel dan tidak menghalangi pandangan. Apalagi pernafasan. Karena itu, penggunaan jilbab tidak ada yang menutupi wajah atau memakai cadar. Desain jilbab juga sudah diuji coba oleh pasukan khusus agar tak mengganggu saat tugas.

Penggunaan jilbab di kalangan polwan di Inggris tak hanya sebagai sebuah simbol penampilan. Jauh lebih besar dari itu, ada misi untuk meningkatkan rasa toleransi antar ras di Inggris.

Swedia. Kepolisian Swedia pernah memberlakukan pelarangan pemakaian atribut keagamaan dalam institusinya, meliputi jilbab, turban dan kippa. Namun aturan itu dicabut sejak tahun 2006. Lima tahun setelahnya, Kepolisian Swedia baru merekrut polwan berjilbab pertama, Donna Eljamal, yang saat itu baru berusia 26 tahun.

Donna memang sejak kecil ingin menjadi polisi. Sebelum mendaftar di Akademi Kepolisian Swedia, Donna bekerja melayani napi yang sedang dalam masa percobaan dan bersiap kembali ke masyarakat.

Baca Juga: Derita Ibu Hamil di Gaza Utara

Apa yang dialami Donna itu juga merupakan refleksi Swedia yang multikultur. Dirinya selalu mendapatkan respek dari staf lain. Dewan Kepolisan Nasional mengamini pengakuan Dona.

“Kami hidup di komunitas modern dan multikultur, dan itu berjalan tanpa kami harus mengatakan untuk mengenali hak dasar yang sudah ada. Dan kebebasan beragama adalah salah satunya,” kata Kalle Wallin dari Dewan Kepolisian Nasional Swedia seperti dikutip dari thelocal, 6 Desember 2011.

Kanada. Pada akhir November 2013, Kepolisian Daerah Edmonton, Provinsi Alberta, Kanada, menggodok model seragam jilbab untuk polwan yang Muslim. Kepolisian Edmonton berharap hal ini akan menarik perempuan Muslim untuk bergabung menjadi polisi.

Model jilbab pada dasarnya tak mengganggu pernafasan atau penglihatan, dan tak menghalangi kinerja polwan yang dinamis.

Baca Juga: Kiat Menjadi Muslimah Penuh Percaya Diri

Natasha Goudar dari Kepala Unit HAM, Persamaan dan Keragaman Kepolisian Edmonton mengatakan, kepolisian membutuhkan perempuan Muslim untuk melayani komunitas di Edmonton yang beragam.

“Kami membutuhkan lebih banyak polisi perempuan. Karena komunitas di mana kami tinggal beragam, perempuan Muslim adalah bagian dari perempuan Edmonton, jadi kami akan meningkatkan perempuan dalam organisasi kami. Kami butuh mengidentifikasi potensi hambatan yang ada,” kata Goudar saat itu.

Dewan Kota Edmonton mendukung apa yang dilakukan Kepolisian Edmonton.

Australia. Kepolisian Victoria Australia merekrut polwan berjilbab pada November 2004. Salah satu polwan berjilbab yang direkrut adalah Constable Maha Sukkar yang menjadi polwan berjilbab pertama di Kepolisian Victoria.

Baca Juga: Fitnah Medsos yang Perlu Diwaspadai Muslimah

Saat itu Sukkar yang adalah imigran dari Beirut, Lebanon, mengatakan sudah menjadi impiannya bergabung dalam Kepolisian Australia sejak tiba dari Libanon tahun 2000.

Kepala Kepolisian Victoria, Christine Nixon, mengatakan, pihaknya ingin menarik lebih banyak perempuan dari latar belakang budaya yang berbeda yang mencerminkan komunitas di Victoria.

Ingat Ucapan JK

Mengenai polemik Polwan berjilbab, Jusuf Kalla (JK) pernah berkomentar sebelum menjadi Wakil Presiden RI kedua kalinya. Bagi Jusuf Kalla, soal jilbab di Polwan semestinya tak perlu diperdebatkan. JK mencontohkan seperti di Inggris.

“Soal jilbab Polwan, gampang saja, lihatlah para polisi wanita muslimah di Inggris, mereka mengenakan jilbab bagi yang ingin mengenakan. Itu saja, jangan banyak berdebat,” kata JK seperti dituturkan jubir Dewan Masjid Indonesia (DMI) Hery Sucipto, dalam rilis yang diterima detikcom, Selasa 3 Desember 2013.

Menurut JK yang juga ketua DMI ini, Polwan berjilbab boleh jadi pelayanannya akan semakin mantap dan lebih baik. Masyarakat pun akan menilai lebih positif.

“Media, terutama yang memberi perhatian khusus kepada masalah ini, sebaiknya menampilkan gambar polwan di Inggris atau negara lain yang membolehkan pengenaan jilbab. Gambar lebih berbicara dan bermakna ketimbang kata-kata,” kata JK.

Kaum muslimin negeri ini tentu berharap kepada jajaran Polri agar lebih bijak menata aturan berjilbab bagi Polwan. Biarkanlah Polwan itu berjilbab sebab itu merupakan identitas dari seorang wanita Islam. (T/P001/R02)

(Disari dari berbagai sumber)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda

Khadijah
Dunia Islam
Khadijah
Kolom
Indonesia