Oleh Bahron Ansori, jurnalis Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Tak sedikit diantara kita yang merasa bangga dengan Kuantitas (jumlah) yang lebih banyak dibanding Kualitas (mutu). Lihatlah umat Islam di negeri ini; ia menjadi mayoritas terbesar di dunia?
Namun, dengan kuantitas umat Islam di negeri ini yang begitu besar, apakah sebanding lurus dengan kualitasnya? Ini pertanyaan mendasar yang perlu dijawab. Bisa jadi, meski di Indonesia umat Islam menjadi umat terbesar di dunia, tapi kualitas keimanannya masih jauh dari yang diharapkan.
Tak heran, ada istilah Islam tapi tidak Islami. Ada juga istilah sebaliknya, Islami tapi tidak atau bukan Islam. Ada pula istilah lain yang tak kalah menggelitik; Islam KTP. Lihatlah negeri ini, meski fakta menunjukkan Muslim kuantitasnya lebih besar, tapi sayang kuantitas itu tak mencerminkan kualitas yang sebanding.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-25] Tentang Bersedekah Tidak Mesti dengan Harta
Jujur saja, bila kita menonton televisi, membaca di koran-koran berita tentang kriminalitas; mulai dari kasus mencuri telur di Alfa Mart hingga ‘mencuri’ nyawa manusia, korupsi kelas teri hingga kelas kakap, ternyata setelah diusut mayoritas pelakunya ber-KTP Islam. Mereka adalah orang-orang yang katanya mendirikan shalat, puasa Ramadhan bahkan pernah pergi Haji. Tapi? Jauh panggang dari api. Inikah Muslim dengan kuantitas terbesar yang kita banggakan?
Buka mata dan telinga kita. Perhatikan dengan seksama siapa diri ini. Lalu ajukan pertanyaan jujur, “Sudahkah kualitas iman dan Islam kita sesuai dengan kuantitas kaum Muslimin di negeri ini?” Sekali lagi jangan pernah bangga dengan kuantitas sementara di berbagai belahan pelosok negeri ini masih berserakan ritual kemusyrikan, kemaksiatan, dan kezaliman yang dilakukan kepada sesama. Jangan bicara gemah ripah loh jinawi di negeri ini jika masih ada saling tindas satu sama lain.
Kuantitas dan Kualitas dalam Islam
Jika kuantitas dan kualitas menjadi dua hal yang sama, tentu ini yang sangat diharapkan setiap orang. Tapi, perpaduan sama antara kuantitas dan kualitas itu tanpa fakta, itu hanya idealis saja. Tak jarang justeru jumlah yang minimal mampu melahirkan dan membentuk kualitas yang bagus. Sebaliknya tak sedikit meski kuantitas melimpah tapi kekuatan tak punya apalagi mengejar sebuah kualitas.
Baca Juga: Tafsir Surat Al-Fatihah: Makna dan Keutamaannya bagi Kehidupan Sehari-Hari
Dalam al-Qur’an ada kisah yang sangat menarik bisa dijadikan tamsil dalam masalah kuantitas dan kualitas ini. Ketika Thalut dan bala tentaranya menyaksikan kekuatan pasukan Jalut, seketika nyali mereka menjadi ciut dan melempem. Yang ada dibenak pasukan Thalut seolah mereka tak akan pernah mampu mengalahkan Jalut dan pasukannya.
kualitas.jpg" alt="kualitas" width="225" height="225" />Namun, orang-orang yang yakin akan berjumpa dengan Rabbnya benar-benar yakin dan optimis akan ke-Maha Besaran-Nya. Pasukan Thalut berkata, “Betapa banyak kelompok kecil (fi-ah qalīlah) mengalahkan kelompok besar (fi-ah katsīrah) dengan izin Allāh.” Dengan kualitas iman yang kuat itulah pasukan Thalut mampu mengalahkan pasukan Jalut yang secara kuantitas jauh melampaui pasukan Thalut.
Contoh lain misalnya, dalam perang Badar, jumlah kaum Muslimin sangat sedikit jika dibanding dengan pasukan musuh kala itu. Kaum Muslimin hanya berjumlah 313 orang sementara lawannya berjumlah 1.000 orang. Manusiawi ketika akhirnya ada di antara kaum Muslimin itu yang pesimis dan merasa akan kalah karena melihat fakta di lapangan.
Tapi Allah tidak membiarkan hamba-Nya dikalahkan. Akhirnya, meski kuantitas kaum Muslimin saat itu jauh lebih sedikit, tapi atas pertolongan Allah semata akhirnya mampu menumbangkan pasukan musuh yang kuantitasnya jauh lebih besar.
Baca Juga: Sejarah Al-Aqsa, Pusat Perjuangan dari Zaman ke Zaman
Ada juga kisah perang Hunain yang di dalamnya memuat cerita pasukan muslim yang hampir mengalami kekalahan atas kaum kafir, karena merasa kuat dan sombong dengan jumlah yang pasukan yang banyak. Setelah mengakui kesalahannya, Allah memberi kemenangan bagi pasukan muslim. Cerita ini terdapat pada surah At-Taubah: 25-26.
“Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai para Mu’tmin) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu di waktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlah, maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepada kamu sedikitpun, dan bumi yang luas itu telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari ke belakang dengan bercerai-berai. Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya dan kepada orang-orang yang beriman dan Allah menurunkan bala tentara yang kamu tiada melihatnya, dan Allah menimpakan bencana kepada orang-orang kafir, dan demikianlah pembalasan kepada orang-orang yang kafir.”
Tentunya, pentingnya kualitas diatas kuantitas ini bukan hanya berlaku saat keadaan perang. Dalam suatu kelompok/organisasi/harakah hal ini harus diterapkan. Kualitas adalah salah satu faktor utama yang harus dimiliki setiap organisasi agar dapat mencapai keberhasilan dalam menjalankan dan mencapai tujuan organisasinya.
Memang, kita juga harus memperhatikan kuantitas. Tapi, ada langkah-langkah strategis yang harus ditempuh suatu organisasi agar berhasil menjalankan organisasinya. Pertama, memperbaiki kualitas anggota, selanjutnya memperbanyak jumlah anggota. Ketika jumlah anggota didahulukan sebelum memperbaiki kualitas anggota, maka yang akan terjadi adalah kekacauan internal organisasi.
Baca Juga: Bebaskan Masjidil Aqsa dengan Berjama’ah
Suatu organisasi secara umum perlu memegang prinsip ini. Meskipun jumlah kader organisasi tersebut sedikit, tapi kualitasnya baik, organisasi tersebut bisa menghasilkan kerja yang bagus meskipun harus dengan tertatih.
Sebaliknya, organisasi yang mempunyai kader dalam jumlah banyak namun hanya segelintir yang berkualitas, akan kesulitan menghadapi permasalahan internal. Pada akhirnya akan berpengaruh pada kerja organisasi tersebut di masyarakat sekitar. Tapi bukan berarti mengenyampingkan kuantias. Sebab jika kuantitasnya besar dengan kualitas yang baik, kenapa tidak.
Fahamilah, kuantitas yang besar tak selamanya menjamin kualitas yang baik. Contohnya saja negeri ini, kuantitas Muslimnya terbesar di dunia, tapi kualitasnya jauh panggang dari api. Kaum Muslimin di negeri ini ibarat gundukan pasir di tepi pantai. Gundukan pasir itu memang cukup besar dan kuat kelihatannya. Tapi, ketika badai datang menerpa, seketika gundukan pasir itu pun lenyap tanpa bekas.
Jadi, jangan pernah merasa bangga dengan kuantitas yang lebih banyak sementara kualitasnya tak ada. Mengapa pernah ada dan terjadi di suatu daerah sekelompok Muslim yang rela menukar keyakinan (akidah)nya hanya dengan sekardus supermi? Initulah bukti kualitas harus lebih dulu diutamakan daripada kuantitas.(R02/P2)
Baca Juga: Tak Perlu Khawatir Tentang Urusan Dunia
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Keutamaan Al-Aqsa dalam Islam, Sebuah Tinjauan Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis