Jakarta, MINA – Ketua Himpunan Mahasiswa Pascasarjana Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia (Himpasiling UI), Aldi Agus Setiawan, mengingatkan pentingnya antisipasi dini terhadap pencemaran Sungai Ciliwung yang melintasi kawasan padat penduduk di Jabodetabek.
Dalam pernyataan resminya, Aldi mendorong Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Ciliwung Cisadane untuk segera melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap potensi pencemaran di sepanjang aliran Sungai Ciliwung.
Hal ini dinilai mendesak, kata Aldi, mengingat Sungai Ciliwung bukan hanya berperan sebagai jalur air utama, tetapi juga sebagai salah satu sumber air baku untuk perusahaan air minum daerah (PDAM) di DKI Jakarta dan sekitarnya.
“Citarum harus jadi pelajaran. Kita tidak boleh membiarkan Ciliwung mengalami nasib serupa. Sungai ini masih menjadi salah satu sumber air baku bagi masyarakat urban Jakarta. Jika pencemaran tak dikendalikan, dampaknya bukan hanya ke lingkungan, tapi langsung ke ketahanan air bersih warga,” tegas Aldi di Kampus UI Salemba, Jakarta, Ahad (29/6).
Baca Juga: PMI Meninggal di Korsel, Pemerintah Pastikan Usut Dugaan Kelalaian Perusahaan
Aldi menuturkan bahwa berdasarkan laporan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) 2023, kualitas air di beberapa titik Sungai Ciliwung sudah masuk kategori tercemar berat, dengan kadar Biochemical Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), dan Total Suspended Solid (TSS) melebihi baku mutu. Kondisi ini diperparah oleh limbah domestik dari permukiman padat, pasar tradisional, dan limbah cair rumah tangga yang langsung dibuang ke sungai tanpa pengolahan.
“Krisis pencemaran sungai ini tidak bisa dipisahkan dari ancaman krisis air bersih. Di Jakarta, pasokan air baku dari Kali Ciliwung dan sejumlah sungai lain digunakan oleh PAM Jaya untuk memenuhi kebutuhan jutaan warga. Jika kualitas air terus menurun, beban pengolahan air menjadi semakin berat, dan berisiko terhadap kualitas layanan air bersih di ibu kota,” jelasmya.
Mengacu pada kasus pencemaran Sungai Citarum yang saat ini masih menghadapi tantangan berat meski program “Citarum Harum” telah berjalan sejak 2018, Aldi menyatakan pentingnya deteksi dini, audit lingkungan rutin, serta pengawasan ketat di wilayah sungai strategis. Ia juga menyoroti perlunya transparansi data kualitas air kepada publik agar masyarakat dapat berperan aktif dalam upaya penyelamatan lingkungan.
“Kita jangan sampai terlambat. Sungai Ciliwung perlu penanganan serius. Audit pencemaran harus dilakukan bukan hanya saat viral, tapi secara rutin dan transparan. Data kualitas air harus terbuka untuk publik agar masyarakat bisa ikut mengawal dan mengontrol,” tambahnya.
Baca Juga: MTQ ke-43 Riau Resmi Dibuka, Bengkalis Tampilkan Konsep Pesisir yang Inovatif
Lebih lanjut, Aldi mendorong perguruan tinggi, khususnya Sekolah Ilmu Lingkungan UI, untuk terlibat aktif dalam riset terapan, edukasi lingkungan, serta kampanye publik tentang pentingnya menjaga sungai sebagai sumber kehidupan. Menurutnya, kolaborasi antara pemerintah, akademisi, komunitas lingkungan, dan warga bantaran sungai adalah kunci keberhasilan rehabilitasi sungai perkotaan.
“Kampus tidak boleh hanya diam. Isu lingkungan harus direspons bersama. Himpasiling UI siap bersinergi dengan BBWS Ciliwung Cisadane, Pemprov DKI Jakarta, dan komunitas peduli sungai untuk melakukan pemantauan kualitas air, edukasi masyarakat, dan mendorong penegakan hukum terhadap pelaku pencemaran,” pungkas Aldi.
Sebagai bentuk komitmen, Himpasiling UI berencana menggelar diskusi terbuka dan aksi bersih sungai di sejumlah titik aliran Ciliwung bersama komunitas lingkungan dan mahasiswa UI pada Juli 2025 mendatang. []
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Imaam Yakhsyallah: Berjamaah Jalan Menuju Pembebasan Al Aqsa