Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

AUSTRALIA TERANCAM SANKSI ATAS KEBIJAKAN BARU AL-QUDS TIMUR

Rana Setiawan - Sabtu, 14 Juni 2014 - 22:21 WIB

Sabtu, 14 Juni 2014 - 22:21 WIB

630 Views

(foto: news.liberal.org)
(foto: news.liberal.org)

(foto: news.liberal.org)

Canberra, 16 Sya’ban 1435/14 Juni 2014 (MINA) – Australia kemungkinan menghadapi  sanksi perdagangan oleh negara-negara Arab atas keputusannya untuk berhenti menggunakan istilah “yang diduduki” saat mengacu pada Al-Quds (Yerusalem) Timur.

Kepala delegasi Palestina untuk Canberra, Izzat Abdulhadi mengatakan, sikap baru Australia pada Al-Quds Timur, yang direbut rezim Israel dalam tindakan yang tidak pernah diakui masyarakat internasional, adalah “perubahan kebijakan substansial.”

“Kami berpikir bahwa itu sangat provokatif dan tidak berguna, dan tidak sesuai,” kata Abdulhadi sebagaimana dikutip Al-Ray Media Agency yang diberitakan Mi’raj Islamic News Agency (MINA), Sabtu.

Pernyataannya itu muncul setelah para diplomat dari 18 negara termasuk Indonesia, Mesir, dan Arab Saudi memprotes Kementerian Luar Negeri Australia di Canberra pada Kamis (12/6).

Baca Juga: Vietnam Resmi Bergabung Sebagai Mitra BRICS

Pemerintah Australia menyatakan pada pekan lalu tidak akan lagi merujuk istilah ’Yerusalem Timur ‘sebagai “yang diduduki” karena istilah membawa implikasi merendahkan dan tidak sesuai atau berguna.

“Hal ini penting, sejauh yang Anda bisa, untuk tidak menggunakan istilah yang dimuat, tidak menggunakan istilah merendahkan, tidak menggunakan istilah-istilah yang menunjukkan bahwa hal-hal yang praduga dan itu adalah istilah pemuatan,” kata Perdana Menteri Tony Abbott.

“Yang benar adalah mereka wilayah yang disengketakan.” Komentar memicu kemarahan di dunia Arab, dengan pemerintah Yordania dan Palestina memanggil perwakilan diplomatik Australia sebagai aksi protes. Israel memuji langkah Australia itu sebagai “menyegarkan.”

“Kami meminta pemerintah untuk membalikkan posisi ini,” kata Abdulhadi dalam pernyataan protes diplomatik.

Baca Juga: Maladewa Sampaikan Berbelasungkawa atas Kecelakaan Pesawat India

Dia menegaskan, sanksi perdagangan dapat diberlakukan terhadap Canberra jika pemerintah bertahan dengan sikapnya, yaitu Australia dapat terisolasi.

“Itu tergantung pada reaksi dari pemerintah Australia,” katanya, menambahkan bahwa isu tersebut juga bisa dibawa ke Majelis Umum PBB.

“Sayangnya saya pikir akan ada konsekuensi negatif bagi pemerintah (Australia),” ujar dia.

Perdagangan ekspor Australia dengan Timur Tengah berkembang secara signifikan dengan transaksi miliaran dolar setiap tahunnya, terutama dalam gandum dan daging, dengan Qatar dan Yordania pasar utama bagi perdagangan domba hidup.

Baca Juga: Pesawat Air India Jatuh Usai Lepas Landas, Bawa 242 Penumpang

Ekspor pertanian Australia ke 22 negara anggota Liga Arab diperkirakan senilai 3,5 milyar dolar. Sedangkan, total ekspor Australia ke Indonesia pada tahun lalu senilai 4,7 milyar dolar. Sedangkan, Menteri Pertanian, Barnaby Joice, mengatakan pihaknya kini tengah fokus pada pergerakan produksi pertanian.

“Kami ingin mempertahankan perdagangan dan kami akan bekerja sangat keras dengan mereka untuk memastikan bahwa itu terjadi,” kata Wakil Perdana Menteri Australia Warren Truss kepada wartawan, Jumat.

Rezim Zionis Israel merebut Al-Quds (Yerusalem) Timur –lokasi Masjid Al-Aqsha berada- sejak Perang Enam Hari 1967 dan kemudian mencaploknya dalam tindakan yang tidak pernah diakui masyarakat internasional.

Rakyat Palestina mengklaim Al-Quds Timur sebagai ibukota negara mereka yang dijanjikan.

Baca Juga: Polisi India Serang Demonstrasi Mahasiswa Pro-Palestina

Masyarakat internasional memandang semua pembangunan rezim Israel di tanah yang disita pada 1967, termasuk Tepi Barat, sebagai ilegal dan hambatan utama untuk kesepakatan damai yang masih dirundingkan.

Abdulhadi mengatakan, ia akan bertemu dengan Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop pekan depan dan berharap bahwa Australia bisa menjelaskan keputusan kontroversial itu.

“Mungkin kita bisa menghindari semua hal semacam ini jika kita dapat mengadakan diskusi yang baik,” katanya.

Seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan Australia yang tidak disebutkan namanya mengatakan, para pejabat diplomatik pada pertemuan Kamis lalu telah sepakat untuk mempertahankan “dialog terbuka” mengenai masalah tersebut.(T/P02/R2)

Baca Juga: HALO Trust: Seperlima Penduduk Afghanistan Berisiko Kena Ranjau Darat

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

 

Baca Juga: Lonjakan Covid-19 di India, 769 Kasus Baru dalam Dua Hari

Rekomendasi untuk Anda