Bahan Halal dalam Sertifikasi Halal

Oleh: Fitriah Setia Rini, Kepala Subbidang Verifikasi dan Penilaian Produk Kemasan pada Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kemenag RI

Bagi umat muslim, halal merupakan hal yang fundamental, dan aktivitas makan minum yang dilakukan tak hanya bertujuan untuk menghilangkan lapar dan dahaga saja namun juga menjadi ibadah kepada Allah SWT. Sehingga paradigma produk yang layak untuk dikonsumsi sebagai pemenuhan kebutuhan konsumen adalah aman dan halal.

Oleh karenanya, keamanan dan kehalalan merupakan hal yang sangat penting untuk dipenuhi produsen dalam memproduksi dan menghasilkan produk.

Produk pangan menjadi tidak aman untuk dikonsumsi jika tercemar bahaya biologis, bahaya kimia, dan bahaya fisik. Dan produk juga menjadi tidak halal untuk dikonsumsi jika tercemar bahan-bahan yang tidak halal seperti babi, atau karena produk tersebut diproses dengan cara yang tidak halal.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal (JPH), produk didefinisikan sebagai barang dan/atau jasa yang terkait dengan makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetik, serta barang gunaan yang dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh masyarakat.

Sedangkan Produk Halal adalah produk yang telah dinyatakan halal sesuai dengan syariat Islam. Produk halal ini, lanjut Nurgina, dihasilkan melalui Proses Produk Halal, yaitu rangkaian kegiatan untuk menjamin kehalalan produk mencakup penyediaan bahan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan penyajian produk. Sedangkan Bahan adalah unsur yang digunakan untuk membuat atau menghasilkan produk.

Bahan yang digunakan dalam proses produk halal terdiri atas bahan baku, bahan olahan, bahan tambahan dan bahan penolong. Bahan baku adalah bahan yang digunakan dalam pembuatan produk di mana bahan sepenuhnya terlihat dalam produk jadi (atau merupakan bagian terbesar dari bentuk barang).

Sedangkan bahan olahan merupakan bahan hasil proses pengolahan dengan cara atau metode tertentu. Bahan tambahan, lanjut Fitriah, merupakan bahan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan dalam jumlah kecil dengan tujuan untuk memperbaiki penampakan, cita rasa, tekstur, dan memperpanjang daya simpan serta dapat meningkatkan nilai gizi seperti protein, mineral dan vitamin.

Sedangkan bahan penolong adalah bahan bahan yang diperlukan untuk proses produksi, tetapi hanya dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi saja.Terdapat sejumlah ketentuan dalam regulasi JPH terkait penggunaan bahan dalam proses produk halal.

Bahan yang berasal dari hewan pada dasarnya halal, kecuali yang diharamkan menurut syariat, meliputi bangkai, darah, babi, dan/atau hewan yang disembelih tidak sesuai dengan syariat. Sedangkan bahan yang berasal dari tumbuhan pada dasarnya halal, kecuali yang memabukkan dan/atau membahayakan kesehatan bagi orang yang mengonsumsinya.

Bahan yang berasal dari mikroba dan Bahan yang dihasilkan melalui proses kimiawi, proses biologi, atau proses rekayasa genetik diharamkan jika proses pertumbuhan dan/atau pembuatannya tercampur, terkandung, dan/atau terkontaminasi dengan Bahan yang diharamkan.

Daftar produk dan bahan yang digunakan dalam proses produk halal harus merupakan produk dan yang dibuktikan dengan sertifikat halal. Dikecualikan dari ketentuan tersebut jika bahan yang digunakan berasal dari alam tanpa melalui proses pengolahan, atau dikategorikan tidak berisiko mengandung bahan yang diharamkan.

Adapun produk yang berasal dari bahan yang diharamkan, berdasarkan PMA No.26 Tahun 2019 dikecualikan dari kewajiban bersertifikat halal, dan pelaku usaha wajib mencantumkan keterangan tidak halal pada produk tersebut.

Bahan yang diharamkan berdasarkan Fatwa Majelis Ulama Indonesia antara lain:
(1) Babi, anjing, dan turunannya.
(2) Hewan yang disembelih tidak sesuai syariat Islam.
(3) Bangkai kecuali ikan dan belalang.
(4) Hewan darat bertaring panjang atau memiliki gading yang digunakan untuk membunuh mangsa atau bertahan diri seperti beruang, gajah, monyet dan sejenisnya, serigala, singa, harimau, macan kumbang, kucing, tupai, musang, buaya, dan alligator.
(5) Burung buas dengan cakar tajam seperti elang, burung bangkai gagak, dan burung hantu.
(6) Hewan hama dan hewan berbisa seperti, kelabang, kalajengking, ular, tawon, tikus dan hewan sejenisnya.
(7) Hewan menjijikkan seperti kadal, siput, serangga, dan larva serta hewan sejenis lainnya.
(8) Hewan (termasuk burung dan serangga) yang dilarang untuk dibunuh dalam Islam seperti burung pelatuk, burung hud-hud, semut dan lebah madu.
(9) Keledai dan bagal.
(10) Hewan yang mati lemas, hewan yang tercekik, hewan yang terpukul, hewan yang kena timpa (Nathihah), hewan yang jatuh (Mutaradiyah), hewan yang ditanduk, hewan yang dipukul secara keras (Mawquzah), dan hewan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat disembelih sesuai syariat Islam.
(11) Hewan ternak yang sengaja dan terus-menerus diberi makan dengan bahan berbahaya atau pakan najis.
(12) Semua jenis hewan air yang beracun dan berbahaya terhadap kesehatan.
(13) Semua jenis hewan amfibi.
(14) Tumbuhan dan turunannya yang berbahaya dan mengandung racun.
(15) Buah dan sayuran serta Produk turunannya yang berbahaya dan mengandung racun.
(16) Semua jenis darah dan Produk turunannya.
(17) Semua cairan dan benda yang dikeluarkan dari tubuh manusia atau hewan seperti urin, plasenta, kotoran, muntahan, nanah, sperma, dan sel telur.
(18) Setiap bagian tubuh manusia.
(19) Susu dan Produk turunannya yang berasal dari hewan tidak halal.
(20) Bahan tambahan pangan seperti enzim rennet (penggumpal) dan gelatin yang berasal dari hewan tidak halal.
(21) Air susu ibu dan analognya tidak boleh digunakan dalam produksi makanan.
(22) Telur dan produk turunannya yang berasal dari hewan tidak halal.
(23) Semua Produk sereal dan Produk turunannya yang berasal dari Bahan alami yang tidak halal dan menggunakan proses tidak halal. (24) Minyak dan lemak hewani serta minyak dan lemak nabati yang berasal dari Bahan alami yang tidak halal dan menggunakan proses tidak halal.
(25) Gula dan produk turunannya yang berasal dari Bahan alami yang tidak halal dan menggunakan proses tidak halal.
(26) Bahan tambahan pangan yang berasal dari Bahan tidak halal.
(27) Madu, bee pollen, royal jelly yang berasal dari sari tumbuhan yang beracun dan berbahaya.
(28) Genetically modified organism (GMO) dan/atau turunannya atau bahan yang dibuat menggunakan rekayasa genetik yang berasal dari hewan atau tumbuhan yang tidak halal, beracun, dan berbahaya.
(29) Bahan yang berasal dari khamr atau mengandung khamr.
(30) Bahan tambahan pangan dan Bahan penolong yang tidak sesuai dengan syariat Islam.
(31) Semua Bahan tambahan pangan dan Bahan penolong yang digunakan untuk memproduksi Produk Halal wajib tidak mengandung komponen tidak halal, termasuk proses pembuatan dan pengemasannya.
(32) Bahan tambahan pangan yang mengandung komponen tidak halal dan diproses tidak sesuai syariat Islam.
(33) Bahan penolong yang mengandung komponen tidak halal dan diproses tidak sesuai syariat Islam.
(34) Enzim yang berasal dari Bahan tidak halal.
(35) Mikroorganisme seperti bakteri, jamur dan ragi yang berbahaya dan mengandung racun.
(36) Mikroorganisme yang diproduksi menggunakan kultur media yang berasal dari Bahan tidak halal.
(37) Ekstrak ragi atau produk turunannya berasal dari ragi bir hasil proses pembuatan bir.
(38) Suplemen makanan yang berasal dari Bahan tidak halal atau mengandung Bahan tidak halal.

Lebih lanjut ketentuan mengenai produk yang tidak dapat diajukan sertifikasi halalnya di antaranya sebagai berikut:

(1) Nama produk yang mengandung nama minuman keras, contoh rootbeer, es krim rasa rhum raisin, bir 0% alkohol.

(2) Nama produk yang mengandung nama babi dan anjing serta turunannya, seperti babi panggang, babi goreng, beef bacon, hamburger, hotdog.

(3) Nama produk yang mengandung nama setan seperti rawon setan, es pocong, mi ayam kuntilanak.

(4) Nama produk yang mengarah kepada hal-hal yang menimbulkan kekufuran dan kebatilan, atau ritual/perayaan yang tidak sesuai dengan syariat Islam seperti coklat valentine, biskuit Natal, mie Gong Xi Fa Cai.

(5) Nama produk yang mengandung kata-kata yang berkonotasi erotis, vulgar dan/atau porno.

(6) Produk dengan karakteristik/profil sensori yang memiliki kecenderungan bau atau rasa yang mengarah kepada produk haram atau yang telah dinyatakan haram berdasarkan ketetapan fatwa.

(7) Produk atau bahan tidak aman untuk dikonsumsi.

*Artikel ini disampaikan Fitriah Setia Rini saat menjadi narasumber webinar bertajuk “Bahan Halal dan Proses Produk Halal” yang diadakan oleh BAZNAS dan BPJPH di Jakarta, Jumat 11 September 2022. Sumber: BPJPH Kemenag RI.

(A/R1/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)