Oleh Zaenal Muttaqin, wartawan Mi’raj News Agency (MINA)
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
قُلْ إِنْ كَانَ آَبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
“Katakanlah, “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (QS. At-Taubah: 24)
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Ayat di atas menjelaskan tentang orang yang mencintai dunia, yaitu yang terdiri dari keluarga, harta, pekerjaan, hingga rumah tempat tinggalnya.
Ayat di tersebut menunjukkan ancaman bagi orang yang menjadikan urusan delapan perkara duniawi tersebut lebih dicintai daripada urusan Allah dan Rasul-Nya serta agamanya.
Tandanya adalah gila harta, gila jabatan, gila kehormatan, gila ketenaran; hidup bermewah-mewahan dengan pakaian, makanan dan minuman; sehingga waktunya sibuk hanya untuk mengejar dunia; bahhkan ia mengejar dunia lewat amalan akhirat; juga lalai dari ibadah.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Ibnul Qayyim menyatakan dalam Hadi Al-Arwah, bahwa kunci segala kejelekan adalah cinta dunia dan panjang angan-angan. Orang yang cinta dunia bisa saja mengorbankan agama dan lebih memilih kekafiran.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
بَادِرُوا بِالأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِى كَافِرًا أَوْ يُمْسِى مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنَ الدُّنْيَا
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
“Bersegeralah melakukan amalan shalih sebelum datang fitnah (musibah) seperti potongan malam yang gelap. Yaitu seseorang pada waktu pagi dalam keadaan beriman dan di sore hari dalam keadaan kafir. Ada pula yang sore hari dalam keadaan beriman dan di pagi hari dalam keadaan kafir. Ia menjual agamanya karena sedikit dari keuntungan dunia.” (HR. Muslim, dari Abu Hurairah).
Cinta dunia kan menjadikan hati lalai dari mengingat akhirat sehingga kurang dalam beramal shalih. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ أَحَبَّ دُنْيَاهُ أَضَرَّ بِآخِرَتِهِ وَمَنْ أَحَبَّ آخِرَتَهُ أَضَرَّ بِدُنْيَاهُ فَآثِرُوا مَا يَبْقَى عَلَى مَا يَفْنَى
“Siapa yang begitu gila dengan dunianya, maka itu akan memudaratkan akhiratnya. Siapa yang begitu cinta akhiratnya, maka itu akan mengurangi kecintaannya pada dunia. Dahulukanlah negeri yang akan kekal abadi (akhirat) dari negeri yang akan fana (dunia).” (HR. Ahmad, dari Abu Musa Al Asy’ari)
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Dalam surat Adz-Dzariyat juga disebutkan, Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
قُتِلَ الْخَرَّاصُونَ – الَّذِينَ هُمْ فِي غَمْرَةٍ سَاهُونَ
“Terkutuklah orang-orang yang banyak berdusta, (yaitu) orang-orang yang terbenam dalam kebodohan yang lalai.” (QS. Adz-Dzariyat: 10-11)
Maksud dari “alladzina hum fii ghomroh” adalah mereka buta dan bodoh akan perkara akhirat. “Saahun” berarti lalai. As-sahwu itu berarti lalai dari sesuatu dan hati tidak memperhatikannya.
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Cinta dunia juga akan menjadikan seseorang kurang mendapatkan kenikmatan dan kekhusyuan ketika berdzikir. Padahal dzikir bagi hati itu ibarat makanan untuk tubuh, ketika tubuh sakit tentu seseorang sulit merasakan lezatnya makanan. Demikian pula untuk hati tidak dapat merasakan nikmatnya dzikir ketika seseorang terlalu cinta dunia.”
Orang yang cinta pada dunia urusannya akan jadi sulit. Berbeda jika seseorang mengutamakan akhirat, maka akan dipermudah segala urusannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ كَانَتِ الآخِرَةُ هَمَّهُ جَعَلَ اللَّهُ غِنَاهُ فِى قَلْبِهِ وَجَمَعَ لَهُ شَمْلَهُ وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِىَ رَاغِمَةٌ وَمَنْ كَانَتِ الدُّنْيَا هَمَّهُ جَعَلَ اللَّهُ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ وَفَرَّقَ عَلَيْهِ شَمْلَهَ وَلَمْ يَأْتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلاَّ مَا قُدِّرَ لَهُ
“Barangsiapa yang niatnya adalah untuk menggapai akhirat, maka Allah akan memberikan kecukupan dalam hatinya, Dia akan menyatukan keinginannya yang tercerai berai, dunia pun akan dia peroleh dan tunduk hina padanya. Barangsiapa yang niatnya adalah untuk menggapai dunia, maka Allah akan menjadikan dia tidak pernah merasa cukup, akan mencerai beraikan keinginannya, dunia pun tidak dia peroleh kecuali yang telah ditetapkan baginya.” (HR. Tirmidzi, dari Anas bin Malik)
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Cara untuk Menghindari Cinta Dunia
Untuk dapat menghindari dari cinta dunia harus banyak belajar ilmu agama. Maka luangkan waktu walau sesibuk apa pun untuk mendalami ilmu tentang syariat Islam. Selanjutnya harus yakin, bahwa dunia itu hina dan yakin dunia itu akan fana dibanding akhirat yang kekal abadi.
Agar dapat menghindari cinta dunia, hendaklah selalu qana’ah atau nerimo dengan yang sedikit, apa saja yang diberikan oleh Allah. Kemudaian selalu mendahulukan ridha Allah daripada hawa nafsu, keluarga dan kepentingan dunia. Selanjutnya selalu sabar dan berharaplah terhadap kenikmatan yang begitu banyak di surga.
Menyikapi Urusan Dunia
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الدُّنْيَا سِجْنُ الْمُؤْمِنِ وَجَنَّةُ الْكَافِرِ
“Dunia adalah penjara bagi orang beriman dan surga bagi orang kafir.” (HR. Muslim, dari Abu Hurairoh).
Dunia dikatakan sebagai penjara, karena orang mukmin dikekang untuk melakukan syahwat yang diharamkan. Sedangkan keadaan orang kafir adalah sebaliknya, atau bebas berbuat sehingga seakan-akan ia berada di surga. Wallahu ‘alam. (A/B05P1)
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-5] Tentang Perkara Bid’ah
Dari banyak sumber.
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-4 ] Proses Penciptaan Manusia dan Takdir dalam Lauhul Mahfuzh