Jakarta, MINA – Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Maulana Yusran, menyebutkan, kewajiban sertifikasi halal untuk resto hotel menjadi tantangan yang sangat berat bagi industri perhotelan, di mana baru 1,2 persen bersertifikasi halal.
Tantangan yang dimaksud dilihat dari jumlah usaha perhotelan yang sangat banyak dibandingkan dengan ketersedian Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) di Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa pada awal 2024, hotel di Indonesia berjumlah 4.125 hotel.
Sementara itu, data Sihalal Badan Penyelenggara Jamian Produk Halal (BPJPH) mencatat baru 49 hotel atau 1,2% bersertifikat halal. Sebanyak 48 hotel di antaranya melakukan pemeriksaan kehalalan melalui LPH LPPOM sebagai LPH yang dapat melakukan pemeriksaan dengan cepat, terjangkau dan mudah.
“Kalau bicara halal itu berkaitan dengan pemisahan halal dan haram serta hygiene. Awalnya, ini adalah extended services bagi perhotelan. Jumlah LPH yang ada, khususnya di wilayah luar, belum cukup untuk mengakomodir hotel-hotel di daerah. Dampaknya, biaya sertifikasi halal menjadi mahal karena auditor didatangkan dari Pulau Jawa,” ungkap Maulana dalam keterangan tertulis diterima MINA, Selasa (13/8).
Baca Juga: Berdaya Guna
Hal tersebut disampaikan dalam seminar bertema “The Future of Hospitality: Integrating Halal and Hygiene in Hotel and Restaurant” yang diselenggarakan oleh Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM) pada 12 Agustus 2024 di auditorium Sukarman, Perpusnas Republik Indonesia.
Baru LPPOM, lanjutnya, yang memiliki kantor perwakilan yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Sebabnya, Maulana menekankan bahwa perlu adanya sinergi antara Kementerian Agama, dalam hal ini BPJPH, dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk mendorong kemudahan sertifikasi halal usaha sektor perhotelan.
Hal lain yang juga menjadi tantangan adalah surveillance dan kebutuhan industri hotel untuk mengikuti tren yang ada.
Menurut Maulana, di resto hotel ada kebutuhan mengubah menu dan nama sesuai dengan tren, sekalipun tanpa mengubah ingredient. Hal ini dirasa berat, karena setiap perubahan perlu pengajuan pengembangan produk yang pada akhirnya akan menambah biaya.
Baca Juga: Memperbarui Azzam
“Adanya regulasi Jaminan Produk Halal ini menyisakan banyak masalah, karena biaya itu terus meningkat. Kita sedang mengusulkan revisi regulasi yang ada. Harus bisa dilihat, bagaimana melakukan sertifikasi halal dalam jumlah yang cukup besar, namun jangan sampai regulasi membuat dispute usaha itu sendiri,” tegasnya.
Masa tenggang wajib sertifikasi halal jatuh tempo pada 17 Oktober 2024. Hal ini berlaku untuk empat jenis produk, di antaranya: makanan minuman sebagai end product; bahan baku, bahan tambahan, dan bahan penolong untuk makanan minuman; jasa dan produk sembelihan; serta seluruh jasa yang berkaitan dengan proses makanan minuman sampai ke konsumen (maklon, logistik, retailer). Resto yang berada di sebuah hotel termasuk ke dalam kategori produk tersebut.
Direktur Kemitraan dan Pelayanan Audit Halal LPPOM, Muslich, mengharapkan pelaku usaha dapat mempersiapkan diri dengan baik menyambut kewajiban sertifikasi halal ini. Terkait dengan lama waktu sertifikasi halal, pihaknya menyebutkan bahwa pelaku usaha tidak perlu mengkhawatirkan hal tersebut.
Pemerintah sudah mengatur lama waktu sertifikasi halal dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal. Pada Pasal 72 dan 73 disebutkan bahwa waktu pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan dalam negeri maksimal 25 hari dan luar negeri maksimal 30 hari.
Baca Juga: Zona Nyaman
Karena itu, LPPOM menelurkan sejumlah program untuk mempercepat proses sertifikasi halal. Hasilnya, LPPOM mampu memenuhi target lama waktu pemeriksaan kehalalan yang sudah ditetapkan pemerintah, yakni rata-rata selama 9 hari kerja (data Juni 2024).
Selain itu, LPPOM memiliki 34 kantor perwakilan yang tersebar di seluruh Indonesia. Hal ini tak lain untuk memudahkan pelaku usaha melakukan sertifikasi halal di berbagai daerah. Melalui kerjasama CSR dengan berbagai pihak, LPPOM juga melakukan sertifikasi halal secara gratis.
“Kita sudah berlatih menyediakan program agar target itu bisa terpenuhi. Terkait dengan perubahan regulasi, itu bergantung pada pemerintah. Yang bisa dilakukan adalah bersiap,” ujar Muslich.
Sertifikasi halal, lanjutnya, itu memastikan material berasal dari sumber yang suci dan tidak terkna najis selama penanganan yang dibuktikan selama proses audit. Terkait dengan resto di dalam hotel, tentu seluruhnya bisa disertifikasi halal selama tidak memproduksi khamr atau bahan haram lainnya.
Baca Juga: Etos Kerja
“Tapi kalau pihak hotel tetap ingin menjual menu-menu yang tidak halal, ini dibolehkan dalam regulasi. Tentu selama berbeda resto dengan yang halal (beda fasilitas produksi dan tempat) serta pihak hotel memberikan keterangan yang jelas bahwa produk/menu tidak halal,” pungkas Muslich.
Seminar “The Future of Hospitality: Integrating Halal and Hygiene in Hotel and Restaurant” merupakan langkah LPPOM mengedukasi pelaku usaha, khususnya di industri perhotelan, terkait pentingnya sertifikasi halal untuk memenuhi regulasi yang sedang berjalan. Hadir dalam acara ini LPPOM MUI Laboratory Expert, Priyo Wahyudi; Corporate Marketing Manager Alia Hotel Management, Nikko Rosanno; dan AVP of QAQC Kenangan Group, Sally Rachmatika. []
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Man Jadda Wa Jada