Juba, 4 Syawwal 1437/9 Juli 2016 (MINA) – Dokter rumah sakit di ibukota Sudan Selatan mengatakan pada Sabtu (9/7), jumlah korban dari pertempuran yang terjadi di luar kompleks presiden pada Jumat, tidak bisa diketahui karena tentara melarang dokter menangani korban tewas.
Pertempuran dimulai ketika Presiden Salva Kiir bertemu dengan mantan wakilnya sekaligus mantan pemimpin pemberontak Riek Machar yang kemudian segera menyebar ke seluruh kota.
Tentara mengambil sejumlah mayat di rumah sakit setelah pertempuran pecah di seluruh ibukota pada malam ulang tahun kelima kemerdekaan negara.
Seorang koresponden Al-Jazeera yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA) melaporkan bahwa ia melihat mayat tentara tergeletak di halaman dalam kompleks.
Baca Juga: Kesepakatan Gencatan Senjata Israel-Hezbollah Hampir Tercapai
Dokter mengatakan bahwa kamar mayat penuh di Rumah Sakit Juba.
Sudan Selatan menjadi sebuah negara dengan perayaan di ibukota pada 9 Juli 2011, setelah merdeka dari Sudan dalam referendum yang setuju merdeka dengan dukungan hampir 100 persen suara.
Dokter yang berbicara dengan syarat anonim mengatakan, sebagian besar mayat yang ada di rumah sakit adalah tentara.
Kedua pemimpin, Kiir dan Machar, meminta warga untuk tenang karena kekhawatiran tumbuh di Juba tentang kemungkinan kembalinya perang saudara.
Baca Juga: Bentrok Polisi vs Pendukung Imran Khan, Ibu Kota Pakistan Lockdown
Namun, sejauh ini tidak ada yang mengaku bertanggung jawab atas serangan tersebut yang kemudian berkelanjutan.
Baku tembak terus terjadi sepanjang Jumat malam di luar sebuah pangkalan PBB di Juba, tempat berlindungnya lebih dari 25.000 orang.
Budbud Chol yang mengawasi keamanan di sebuah klinik di pangkalan itu, mengatakan pada Sabtu bahwa mereka telah menerima sekitar 40 orang yang terluka oleh tembakan.
“Mereka (pasien) masih datang sampai sekarang. Semuanya kena tembak,” kata Chol. (T/P001/R05)
Baca Juga: Minuman Cola Gaza ”Bebas Genosida” Hebohkan Inggris
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)