Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

BPKN: Perlindungan Konsumen Masih Rentan

Rana Setiawan - Jumat, 24 November 2017 - 03:05 WIB

Jumat, 24 November 2017 - 03:05 WIB

176 Views

(ilustrasi)

(ilustrasi)

Jakarta, MINA – Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Ardiansyah Parman, menyatakan bahwa negara belum sepenuhnya hadir melindungi kepentingan konsumen. Konsumen Indonesia dinilai masih termasuk ke dalam golongan yang lemah jika berhadapan dengan produsen maupun penyedia layanan jasa. Tingkat pengaduan konsumen pun tergolong rendah.

“Kehadiran negara memberikan iklim Percaya Diri Bertransaksi bagi pasar, yang terdiri dari unsur masyarakat konsumen, dunia usaha dan Pemerintah sendiri,” kata Ardiansyah dalam Workshop Penguatan Lembaga Perlindungan Konsumen yang diselenggarakan di Jakarta, Kamis (23/11).

Menurutnya, rasa percaya diri masyarakat dalam bertransaksi bersifat fundamental bagi kesehatan ekonomi suatu bangsa. Kondisi bertransaksi “percaya diri” ini membangun dinamika pasar dan daya beli konsumen efektif, dan berkontribusi bagi pertumbuhan ekonomi nasional yang berkualitas.

Ardiansyah mengatakan, tuntutan bahwa Negara harus hadir melindungi konsumen merupakan amanat konstitusi, demikian keterangan pers yang diterima MINA.

Baca Juga: Guru Tak Tergantikan oleh Teknologi, Mendikdasmen Abdul Mu’ti Tekankan Peningkatan Kompetensi dan Nilai Budaya

Dia menjelaskan, saat ini masih marak insiden perlindungan konsumen dimana konsumen menjadi korban. Konsumen tidak hanya rugi materiil, tapi juga bisa terkadang berakibat fatal. Sebagai contoh kasus pelayanan kesehatan, jasa umroh, perumahan, asuransi kesehatan, dan vaksin palsu.

“Semua itu persoalan serius, perlu perhatian dan kehadiran Negara untuk mewujudkan perlindungan konsumen yang berkeadilan dan berdaya,” tambah Ardiansyah.

Di Indonesia, kehadiran negara dimanifestasikan utamanya melalui UU Perlindungan Konsumen dan Strategi Nasional Perlindungan konsumen (Perpres 50 Tahun 2017). Pada dalam Strategi Nasional Perlindungan Konsumen, termuat amanat untuk memperkuat Lembaga Perlindungan Konsumen baik ditingkat Pusat maupun di daerah.

“Dalam situasi inilah Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) tampil menjadi garda terdepan, memulihkan integritas perlindungan konsumen di Indonesia.”

Baca Juga: Imaam Yakhsyallah Mansur: Ilmu Senjata Terkuat Bebaskan Al-Aqsa

Tuntutan Perlindungan Konsumen

Permasalahan yang dihadapi oleh konsumen semakin kompleks dan rumit. Kompleksitas permasalahan konsumen tersebut merupakan resultan proses pembangunan, perkembangan perekonomian nasional dan global. Selain itu, kemajuan teknologi telekomunikasi dan informasi memperluas ruang gerak arus transaksi barang dan/atau jasa melintasi batas-batas wilayah suatu Negara.

Praktik industri dan bisnis pasar dunia berubah cepat. Revolusi Teknologi digital berkembang sedemikian rupa mentransformasi perubahan pada pola, proses produksi, dan transaksi barang jasa.

Revolusi teknologi digital ini mengubah cara pandang dan pola transaksi konsumen di penjuru dunia. Masyarakat konsumen berhadapan dengan lahirnya internet, berlanjut memunculkan smartphone lalu ecommerce. Hal ini dibarengi oleh berkembang pesatnya otomatisasi dan teknologi robotik.

Baca Juga: Kunjungi Rasil, Radio Nurul Iman Yaman Bahas Pengelolaan Radio

Pada tahun 2016, lembaga dunia, United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD)” pun telah memperbaharui dokumen Guidelines For Consumer Protection, yang merupakan penyempurnaan atas dokumen berjudul sama, yang juga dikeluarkan PBB tahun 1985.

Upaya perlindungan konsumen oleh PBB tersebut melihat adanya kebutuhan, bahwa perilaku transaksi bisnis ke masa depan perlu dilandasi oleh perlindungan konsumen yang berbasiskan prinsip-prinsip good business practices yang berkelanjutan.

Budi Hertantyo, SH., MH, Hakim Muda PN Jakarta Pusat menjelaskan, terdapat lima cara yang dapat dilakukan untuk melindungi konsumen yang dirugikan pelaku usaha yaitu: (1) mengajukan gugatan kerugian melalui musyawarah; (2) Gugatan melalui legal standing, (3) Gugatan melalui Class Action, (4) Gugatan Perdata melalui Peradilan Umum dan (5) Gugatan ganti rugi melalui BPSK”.

Acara workshop ini juga dihadiri Komisioner KPPU Sukarni, Pakar Hukum Administrasi Negara Harsanto Nursadi, dan peneliti bidang hukum Inosentius Samsul sebagai pembicara.(R/R01/RS3)

Baca Juga: Transaksi Judi Online di Indonesia Mencapai Rp900 Triliun! Pemerintah Siap Perangi dengan Semua Kekuatan

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Sertifikasi Halal untuk Lindungi UMK dari Persaingan dengan Produk Luar

Rekomendasi untuk Anda

Halal
Indonesia
Indonesia