Bogor, MINA – Pendidikan yang Berkebudayaan adalah judul buku yang diulas pada webinar Universitas Madania pada Sabtu (30/10). Buku tersebut adalah buku kedua tahun ini yang ditulis oleh Yudi Latif.
Menurut Yudi, buku tersebut berada di garis pemikiran Ki Hajar Dewantara, sehingga setiap sub bab judul ia terapkan mengenai pemikiran tersebut.
“Kita harus berangkat dari apa yang kita tidak punya, itulah kenapa saya menulis di garis pemikiran Ki Hajar Dewantara. Dimulainya dari pemikiran Ki Hajar Dewantara baru kemudian menambah dari pemikiran-pemikiran lain,” katanya.
Dalam Webinar tersebut, hadir pula Dirjen Guru dan Ketenagaan Pendidikan dan Kebudayaan Iwan Syahril, yang mengemukakan pandangannya tentang intepretasinya pada buku tersebut.
Baca Juga: Wamenag Sampaikan Komitmen Tingkatkan Kesejahteraan Guru dan Perbaiki Infrastruktur Pendidikan
Menurutnya, buku tersebut menggunakan pendekatan konseptual dengan menggali filosofi Bapak Pendidikan Ki Hajar Dewantara, yaitu tentang tiga konsep utama filosofi. Pertama adalah konsep kodrat keadaan, kedua adalah prisnsip utama dalam melakukan perubahan, yaitu azas trikon: kontitunitas, konvegensi dan konsetris. Ketiga adalah budi pekerti dan lahir batin.
Ia juga mengungkapkan analogi untuk filsafat pemikiran Ki Hajar Dewantara, yaitu analogi Tata Surya.
“Kebudayaan harus terus bergerak, tidak boleh statis, ibarat planet-planet dalam tata surya. Jika ia berhenti bergerak, akan menimbulkan kehancuran planet dan tata surya itu sendiri. Selanjutnya walaupun berbeda-beda semua planet berpusat pada satu utama yang sama, yaitu matahari. Itulah analogi kesatuan kebudayaan dunia dalam filosofi Ki Hajar Dewantara,” jelasnya.
Dalam Webinar tersebut hadir pula Profesor Komarudin Hidayat, Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia sebagai host.
Baca Juga: Hari Guru, Kemenag Upayakan Sertifikasi Guru Tuntas dalam Dua Tahun
Ia menjabarkan kekagumannya pada Yudi Latif atas bukunya. Menurutnya Yudi Latif sebagai pemikir berada di atas awan, tapi buku-bukunya mencoba mendarat pada akidah-akidah yang kongkret.
“Buku Yudi menggambarkan betapa seriusnya ia, dengan tebal buku 400 halaman dan 200 lebih referensi,” katanya.
Menurutnya, Yudi Latif mengawal satu kontinum cita-cita dan nila-nilai kebijakan dari para penemu-penemu pejuang bangsa dengan melakukan inovasi-inovasi.
Yudi Latif, Ph.D adalah seorang aktivis dan cendikiawan muda. Pemikirannya dalam bidang keagamaan dan kenegaraan tersebar di berbagai media.
Baca Juga: Program 100 Hari Kerja, Menteri Abdul Mu’ti Prioritaskan Kenaikan Gaji, Kesejahteraan Guru
Yudi adalah lulusan S3 Sosiologi Politik dan Komunikasi di Australian National Univercity pada tahun 2004. Selain aktif sebagai Ketua Pusat Studi Islam dan Kenegaraan-Indonesia (PSIK-Indonesia), ia juga aktif sebagai anggota Komunitas Indonesia untuk Demokrasi (KID). Dia juga termasuk Anggota Dewan Pendiri Rektor Universitas Paramadina Mulya, Jakarta 1998-2005 Nurcholish Madjid Society, 2008-sekarang.
Ia membagi waktunya sebagai Pimpinan Pesantren Ilmu Kemanusiaan dan Kenegaraan (PeKiK-Indonesia) 2008-sekarang. Selain itu Yudi Latief menjabat Pemimpin Redaksi “Biografi Politik” 2008-sekarang dan Pemimpin Redaksi Majalah Kandidat. (L/RQY/RI-1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Delegasi Indonesia Raih Peringkat III MTQ Internasional di Malaysia