Oleh: Rudi Hendrik, jurnalis Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Sebagai wujud ungkapan rasa solidaritas atas dibunuhnya seorang pastor Katolik di kota Normandia, utara Perancis, masyarakat Muslim pada Ahad, 31 Juli 2016, turut menghadiri misa Katolik di gereja-gereja seluruh Perancis.
Selasa, 26 Juli, Pastor Jacques Hamel (85) dibunuh oleh dua orang pemuda, dengan mengatasnamakan “jihad”. Keduanya menyandera lalu menggorok leher pastor tersebut dengan pisau.
Di Katedral Gothic kota itu, ada lebih dari 100 Muslim di antara 2.000 umat Katolik yang turut dalam misa.
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa
“Saya berterima kasih atas nama semua orang Kristen,” kata Uskup Agung Rouen, Dominique Lebrun kepada jamaah Muslim. “Dengan cara ini Anda menegaskan bahwa Anda menolak pembunuhan dan kekerasan atas nama Allah.”
Imam Muslim di Nice, Otaman Aissaoui, memimpin delegasi Muslim datang ke gereja Katolik di kota selatan Perancis itu. Nice adalah kota tempat peristiwa sebuah truk membantai massa di perayaan Hari Bastille, menewaskan 84 orang dan melukai 435 lainnya, termasuk banyak Muslim yang menjadi korban.
“Bersatu adalah tanggapan terhadap tindakan horor dan barbarisme,” kata Aissaoui.
Di barat daya Bordeaux, Gereja Notre Dame juga menyambut delegasi Muslim yang dipimpin oleh imam kota itu, Tareq Oubrou.
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Langkah sebagian umat Muslim Perancis tersebut dalam rangka menanggapi seruan dari Dewan Muslim Perancis CFCM untuk menunjukkan wujud “solidaritas dan kasih sayang” mereka terkait pembunuhan pastor yang mengatasnamakan “jihad”.
Seorang Muslimah bernama Sadia, adalah salah satu yang hadir ke gereja di pusat Paris dan duduk di bangku belakang.
“Saya seorang Muslim dan saya datang untuk berbagi kesedihan saya dan memberitahu Anda (non-Muslim) bahwa kami adalah saudara dan saudari Anda,” katanya.
Menurutnya, pembunuhan dan kekerasan yang terjadi dengan mengatasnamakan agama dan “jihad” adalah di luar dari pemahaman Islam yang sebenarnya.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Dalam acara misa Ahad itu, warga Muslim dan Katolik saling menyapa, berjabat tangan dan bercium pipi sebagai tanda perdamaian mereka.
Uskup Agung Lebrun menggunakan kesempatan itu untuk mendatangi jamaah dan menyapa para pemimpin Muslim yang hadir. Uskup juga menyapa tiga biarawati yang berada di gereja di Saint-Etienne-du-Rouvray ketika Pastor Hamel dibunuh.
Sementara di luar katedral Rouen beberapa polisi dan tentara berjaga-jaga, tetapi tidak melakukan pemeriksaan. Mereka berusaha untuk meyakinkan penduduk yang gelisah setelah terjadi serangan kedua dalam waktu kurang dari dua pekan itu.
Selain mendorong rasa kekhawatiran yang mengipasi ketegangan agama di negara resmi sekuler itu, pembunuhan terhadap Pastor Hamel telah memicu tuduhan yang menyebutkan adanya penyimpangan keamanan di negara tersebut.
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Kedua penyerang yang berusia 19 tahun, Adel Kermiche dan Abdel Malik Petitjean, sebelumnya telah terdeteksi oleh radar intelijen karena mereka mencoba pergi ke Suriah.
Keduanya ditembak mati oleh aparat polisi saat keluar dari gereja usai penyanderaan dan pembunuhan pastor. Media Amaq yang dekat dengan kelompok Islamic State (ISIS), mengklaim bahwa kedua pemuda itu adalah “tentara” ISIS.
Tersangka Pengungsi Suriah Dibebaskan
Perdana Menteri Perancis Manuel Valls menyebut kegiatan Ahad itu sebagai “pakta” baru bersama komunitas Muslim di Perancis yang terbesar di Eropa dengan jumlah sekitar lima juta orang.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
“Islam telah menemukan tempatnya di Perancis,” kata Valls.
Di hari yang sama, puluhan Muslim terkemuka menerbitkan surat bersama yang memperingatkan bahwa “risiko perpecahan antara warga Perancis berkembang setiap hari”.
Penandatanganan dilakukan oleh komunitas akademisi, profesional medis, seniman dan para pemimpin bisnis. Mereka menyatakan janjinya, “Kami, warga Perancis dan Muslim, siap untuk memikul tanggung jawab kami.”
Di sisi lain, seorang pengungsi Suriah ditangkap untuk diinterogasi oleh polisi Perancis, setelah fotokopi paspornya ditemukan di rumah Kermiche, salah satu pelaku pembunuhan.
Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?
Namun, pejabat penyelidikan mengatakan, tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa pengungsi Suriah itu telah terlibat dalam serangan terhadap pastor.
Sementara seorang sepupu Petitjean yang berusia 30 tahun disidang di hadapan seorang hakim anti-teroris pada Ahad.
Jaksa mengatakan, mereka telah meminta agar tersangka yang bernama Farid K. di dikenakan dakwaan “asosiasi pidana sehubungan dengan terorisme”.
Jaksa di Paris mengatakan, tersangka Farid diduga tahu sepenuhnya tindakan kekerasan sepupunya, bahkan ia tahu tempat yang tepat atau harinya.
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Sementara laporan media mengatakan, penyidik telah menetapkan bahwa Petitjean dan Kermiche bertemu melalui pesan terenkripsi aplikasi Telegram untuk melakukan pembunuhan.
Kermiche menggambarkan modus operandi serangan terhadap pastor dalam sebuah rekaman audio yang diunggah di Telegram, beberapa hari sebelum serangan. (P001/P2)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat