Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Covid-19 dan Tantangan Hidup, oleh Legisan S Samtafsir

kurnia - Jumat, 19 Juni 2020 - 17:21 WIB

Jumat, 19 Juni 2020 - 17:21 WIB

1 Views ㅤ

 

Covid-19 belum selesai, dan entah kapan selesainya. Tapi hidup harus terus berjalan. Menyesalinya, karena ia merenggut nyawa, bisnis, mata pencaharian, kegembiraan dan kenyamanan, membuat kita semakin sedih.

Tapi mengabaikannya dengan acuh tak acuh, berarti mengambil risiko kematian dan kesulitan yang lebih besar. Atau menyerah, terserah, hidup ya hidup, mati ya mati, sak karepmu, adalah apatisme yang buruk.

Inilah kenyataan hari ini. Sulit, tapi artinya itu menantang. Manusia akan terbagi dua golongan: mereka yang mencari jalan dan mereka yang masa bodoh. Mereka yang terbaik -menurut Allah- adalah yang beriman sekaligus berpikir, bahwa di balik semua kejadian itu membuktikan kebenaran Allah dan penciptaan yang tidak sia-sia. (QS.Ali Imran: 191).

Baca Juga: [Hadits Al-Arbain ke-24] Tentang Haramnya Berbuat Zalim

Satu, Covid-19 menyadarkan kita betapa rentannya hidup. Upaya kita sepertinya hanya 1%, dan ada 99% yg di luar upaya kita. Kita jaga diri kita: makanan, kesehatan, keselamatan di jalan, tapi ada billion virus covid, cancer, bakteri pembunuh yang bertebaran dan juga kejahatan manusia, yang semuanya bisa tiba-tiba membunuh kita.

Tapi mengapa kita masih hidup? Apakah karena kita imun, lihai dan hebat? tidak, bahkan dokternya pun mati. Wabah itu mematikan semua orang tak pandang bangsa, kaya, miskin, pandai, bodoh, di gedung atau di jalanan, pejabat atau rakyat. Semuanya terancam.

Maka, siapakah yang bisa menyelamatkan manusia? Tidak ada, kecuali Allah. Maka inilah pangkal keimanan. Covid-19 mengembalikan kita semua dan manusia sejagat, untuk beriman kepada Allah. Orang mungkin bertanya, ‘apakah dengan beriman, tidak terancam?’. Terancam juga. Tapi dengan beriman, maka jiwa kita hidup, jiwa kita tegak penuh optimisme.

Batin orang beriman melihat wabah adalah sebagai musibah sekaligus hukuman. Sebagai musibah Covid-19 memaksa kita untuk sabar dengan semua kesulitan, kita ikhlas dan ridho, karena wabah ini adalah kehendak Allah. Kita bahkan bersyukur, karena dengan wabah ini bertambah pula keimanan kita kepada Allah. Sebagai hukuman, wabah ini memaksa kita bertaubat, apapun dosa kita, berupa kesombongan dan kemaksiatan, baik yang sengaja atau tidak.

Baca Juga: Bantuan Pangan untuk Palestina

Maka hidup baru kita ke depan ini haruslah kita jalani dengan keimanan yg kokoh, sebab jika tidak maka manusia akan mati. Fisiknya mati diserang oleh virus, tapi jiwanya juga mati dirundung ketidakpastian, kesulitan dan keputusasaan. Maka dengan beriman dan bertaqwa, kita akan selamat. ‘Siapa yang bertakwa kepada Allah, maka Allah akan memberinya jalan solusi, dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangka’ (QS. Athalaq: 2-3).

Kedua, Covid-19 telah menghancurkan kesombongan bangsa-bangsa besar di dunia. Ditambah dengan kejadian tewasnya George Floyd di Minnesota Amerika, mata batin manusia sedunia seharusnya melihat bahwa kepongahan suatu kaum, suatu ras, suatu bangsa, bahwa tirani kekuasaan adalah biang malapetaka bagi manusia.

Bahwa kesejatian manusia itu tidak melulu soal fisik, imunitas, ekonomi, kekayaan dan kekuasaan, tetapi juga soal keadilan dan kemanusiaan. Manusia harus lebih sadar, bahwa pembunuh sadis itu bernama ketidakadilan dan ketidakmanusiawian. Nafsu utk merasa lebih dan ingin menguasai orang lain, membuat manusia jadi pongah dan congkak, sehingga mata batinnya menjadi buta dan tuli terhadap ketidakadilan dan ketidakmanusiawian.

Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka Mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?” (QS. Jatsiyah: 23).

Baca Juga: Keutamaan Menulis: Perspektif Ilmiah dan Syari

Maka, meskipun covid-19 ini menyulitkan kita semua, tapi kita bisa mengambil pelajaran mengenai hakikat kehidupan kita. Tantangan hidup baru ini mari kita jalani dengan penuh hikmah, dengan nalar yang baru betapa tak akan ada kehidupan tanpa pertolongan dan perlindungan Allah.

Kita harus jemput pertolongan Allah itu, dengan ikhtiar seoptimal mungkin. Meskipun hanya 1% upaya kita, namun itu sangatlah menentukan datangnya pertolongan Allah.

Meskipun kita berdoa di dalam Masjid, namun unta di luar tetaplah harus diikat, agar tidak lepas. Di sinilah kerja cerdas otak manusia, untuk memikirkan seribu jalan utk semua kesulitan yang kita hadapi.

Nalar kita pun harus mampu menembus penglihatan batin, sehingga nampak jelaslah hukum keadilan dan kemanusiaan di benak kita. Semua keputusan hidup kita dalam kaitannya dengan orang lain, harus mempertimbangkan keadilan dan kemanusiaan.

Baca Juga: Daftar Hitam Pelanggaran HAM Zionis Israel di Palestina

Terakhir, nalar kita haruslah diwujudkan dalam alat bantu teknologi untuk mempermudah, mempercepat dan memperluas jangkauan output yang kita harapkan. Kesimpulannya, nalar kita utk menghadapi kesulitan-kesulitan kita ini adalah nalar Fisikal, Intelektual, Sosial dan Spiritual (L/R3/P2)

Mi’raj News Agency (MINA)

 

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-23]  Keutamaan Bersuci, Shalat, Sedekah, Sabar, dan Al-Quran

Rekomendasi untuk Anda

Amerika
Indonesia
Tausiyah
Internasional