Oleh: Farid Abu Ahmed, Aktivis Rohingya
Pandemi virus corona atau Covid-19 telah mendekati kota pesisir Cox’s Bazar, wilayah kamp-kamp pengungsi Rohingya.
Dunia sadar akan Rohingya, kelompok minoritas Muslim yang selamat dari pembantaian brutal di Rakhine State, Myanmar. Mereka melarikan diri dan berlindung di Bangladesh sejak 2017 silam.
Ribuan pengungsi Rohingya sedang terancam oleh pandemi global Covid-19. Menurut data terbaru diterbitkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sejauh ini telah virus corona telah merenggut lebih dari 40.000 nyawa dan menginfeksi lebih dari 800.000 orang selama periode waktu yang singkat.
Baca Juga: Gunung Berapi Kanlaon di Filipina Meletus, 45.000 Warga Mengungsi
Komunitas internasional telah gagal dalam menghadapi virus ini yang terus menyebar ke banyak negara dan kota.
WHO telah menetapkan Covid -19 sebagai pandemi, dan organisasi tersebut sedang mencoba langkah terbaik untuk menemukan solusi menghentikannya wabah itu, tetapi pada kenyataannya bahwa mungkin perlu waktu.
Pengungsi Rohingya benar-benar dalam bahaya dari Covid-19 seperti yang dinyatakan oleh banyak pejabat otoritas terkait kesehatan seperti WHO, Kementerian Kesehatan Bangladesh, Organisasi Kemanusiaan Internasional dan kelompok media ternama.
Seorang pejabat WHO mengatakan, langkah pencegahan pandemi global Covid-19 di wilayah Asia Pasifik masih kurang, sehingga hanya akan memberikan waktu bagi negara-negara untuk mempersiapkan transmisi yang lebih luas.
Baca Juga: Presiden Korea Selatan Selamat dari Pemakzulan
Ya, Covid-19 mengancam kehidupan ribuan Rohingya, untuk beberapa alasan, yang secara singkat akan saya nyatakan sebagai berikut:
1. Lorong-lorong basah dalam kamp-kamp yang sempit, kondisi kesehatan yang buruk sebagai tempat subur untuk setiap penyakit kronis yang dapat membantu penyebaran yang cepat Covid-19.
2. Kurangnya kesadaran kesehatan dan pendidikan kesehatan yang diperlukan di kalangan pengungsi juga dapat membantu penyebaran Covid-19.
3. Ruang lingkup geografis yang sempit di daerah itu, kamp-kamp yang penuh sesak dan antrian panjang setiap hari untuk menerima kebutuhan dasar membuatnya hampir mustahil untuk diberlakukan karantina, isolasi atau jarak sosial seperti yang diusulkan oleh spesialis medis dalam menangani Covid-19.
Baca Juga: Jumat Pagi Sinagog Yahudi di Meulbourne Terbakar
4. Kesulitan dalam mempertahankan standar higienis di kamp-kamp, kurang sterilnya air dan sumur tabung, dan persediaan alat pelindung seperti sabun, disinfektan, masker, dan lainnya.
5. Terakhir, tantangan perawatan kesehatan di hari-hari biasa yang sudah luar biasa, bagaimana jika ada epidemi seperti Covid-19 yang mengancam seluruh umat manusia.
Mengingat kenyataan pahit ini, para aktivis Rohingya menawarkan diri untuk membantu pengungsi Rohingya terhindar pandemi dengan bekerja sama dengan pemerintah, LSM, dan individu.
Bahaya Covid-19 tidak hanya mengancam pengungsi Rohingya di Bangladesh, tetapi juga termasuk mereka yang mengungsi di negara-negara lain, seperti Arab Saudi, Malaysia, India, dan banyak lainnya.
Baca Juga: Taliban Larang Pendidikan Medis Bagi Perempuan, Dunia Mengecam
Kebanyakan pengungsi Rohingya di negara-negara itu bekerja di bidang konstruksi, pertanian, kebersihan, bangunan, dan pekerjaan lainnya dengan upah rendah.
Mereka mendapat upah harian yang biasanya tidak mencukupi
kebutuhan keluarga dan kerabat, apalagi sekarang adanya pandemi yang mengharuskan mereka mematuhi kebijakan karantina wajib atau isolasi.
Pada saat yang sama, Komunitas Rohingya di berbagai belahan dunia menunjukkan rasa hormat dan
apresiasi terhadap negara-negara seperti Kerajaan Arab Saudi dan Malaysia
yang berinisiatif meringankan penderitaan para pengungsi dengan menyediakan perawatan kesehatan gratis dan membebaskan mereka dari masalah masuk secara ilegal.
Komunitas Rohingya juga berterima kasih kepada organisasi kemanusiaan dan amal yang telah mendistribusikan bantuan penting untuk mengurangi beban mereka dalam keadaan sulit ini. (AT/RE1/P2)
Baca Juga: PBB akan Luncurkan Proyek Alternatif Pengganti Opium untuk Petani Afghanistan
Mi’raj News Agency (MINA)