Dekan Syariah dan Hukum UIN Jakarta Ingatkan Mekanisme Pembentukan UU

Jakarta, MINA – Draf RUU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) menghapus frasa “” dan digeser di penjelasan RUU. Sejumlah pihak protes atas draf tersebut.

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta A. Tholabi Kharlie mengingkatkan sebaiknya Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbud-Ristek) sebagai pihak inisiator RUU Sisdiknas memerhatikan sumber materiil pembentukan peraturan perundang-undangan dengan cermat dan seksama.

“Dalam sumber materiil hukum itu ada aspek sosiologis, filosofis, serta historis. Saya kira soal “madrasah” ini tidak sekadar frasa tanpa makna, tapi mengandung sisi sejarah perjalanan bangsa ini,” kata Tholabi di Jakarta, Rabu (30/3).

Tholabi yang juga Ketua Forum Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) se-Indonesia menegaskan, madrasah telah menjadi bagian tak terpisahkan dari khazanah masyarakat muslim Indonesia, bahkan sebelum Indonesia merdeka.

Menurut dia, penyebutan frasa “madrasah” dalam batang tubuh UU Sisdiknas memberi pesan soal keberpihakan negara terhadap madrasah.

“Meski penjelasan dalam sebuah UU menjadi bagian tak terpisahkan dari UU, namun ketika dibunyikan di batang tubuh UU, ada pesan keberpihakan negara terhadap madrasah,” tegas Tholabi.

Tholabi menyebutkan argumentasi Kemdikbud tentang penempatan frasa “madrasah” di penjelasan UU dimaksudkan untuk fleksibilitas dan dalam rangka mengakomodasi dinamika di tengah masyarakat, tidak memiliki pijakannya.

Frasa madrasah, dari zaman pra kemerdekaan sampai saat ini tidak berubah. Karena madrasah sendiri adalah sekolah, tempat madrasah,” tegas Tholabi.

Pengurus PBNU ini menyambut positif komunikasi intensif antara Mendikbudristek dan Menag terkait dengan polemik RUU Sisdiknas. Menurut dia, komunikasi antar-pimpinan kementerian agar dapat ditindaklanjuti di level pejabat teknis khususnya tim penyusunan RUU Sisdiknas.

“Komunikasi antara Mendikbudristek dan Menag sangat positif untuk menyamakan persepsi dan mengakhiri polemik di tengah publik. Saya kira, pertemuan tersebut dapat ditindaklanjuti oleh pejabat teknis terkait penyusunan draf RUU Sisdiknas ini,” ucap Tholabi.

Menurut dia, polemik yang terjadi saat ini justru positif untuk melibatkan pelbagai pihak. Pelibatan banyak pihak meliputi aspek hak untuk didengarkan pendapat publik (right to be heard), hak untuk dipertimbangkan pendapatnya (right to be considered), dan hak untuk mendapatkan penjelasan (right to be explained).

“Polemik RUU Sisdiknas ini justru jadi momentum tercapainya partisipasi yang bermakna (meaningful participation),” tandas Tholabi. (R/R4/P2)

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: kurnia

Editor: Widi Kusnadi

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.